Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Acara pernikahan bukanlah mudah untuk dipersiapkan. Saya yakin 6 dari sepuluh calon mempelai wanita pasti mengalami bridezilla. Tidak peduli seberapa besar atau kecilnya pesta, mewah atau sederhana, semuanya pasti memiliki tantangan untuk dihadapi.
Hal ini tentunya terjadi pada saya pula. Kedua orangtua saya sudah sangat menginginkan saya mempunyai pasangan hidup, di usia saya yang menurut mereka sudah tidak muda, membuat saya cukup didesak untuk segera menikah. Akhirnya ada pria serius yang melamar saya.
Saya senang sekali, apalagi setelah tahu kalau ternyata ibunya juga mendukungnya untuk melamar saya. Ibarat gayung bersambut ayah saya langsung mengiyakan lamaran kekasih saya hari itu juga. Tanpa banyak bertanya, kami berdua yang tengah dilanda cinta tentunya bahagia karena direstui. Ternyata semuanya ini tidak lantas membuat semuanya berjalan mudah.
Tanpa saya sadari perayaan kebahagiaan ini akan didominasi 6 cara berpikir, mertua perempuan saya, mertua pria saya, ayah saya, ibu saya, saya dan calon suami saya. Kenapa kami berdua pada urutan paling terakhir? Inilah menurut saya menjadi pemicu bridezilla pada proses persiapan acara pernikahan kami.
Kalau dilihat dari kondisi ekonomi, jujur suami saya tidak mempunyai penghasilan, dikarenakan dia masih menempuh pendidikan dokter spesialis, malahan yang ada pengeluaran. Sedangkan saya, sebagai pegawai perusahaan swasta, gaji hanya cukup memenuhi hidup kota besar dengan menyisihkan sedikit untuk tabungan setiap bulannya. Alhasil kami menyerahkan kehendak acara pesta pernikahan dan semua tetek bengeknya kepada pihak keluarga.
Kami meminta support finansial untuk mengadakan acara. Ternyata cara berpikir ini salah. Hal ini membuat saya hanya menjadi perantara di antara keinginan ibu mertua saya dan ibu saya, ayah saya dengan ibu mertua saya pula. Padahal ini adalah acara saya dan suami saya. Suami saya orangnya sangat cuek, tapi semua calon pengantin pria memang begitu sih ya, pokoknya tidak mau pusing soal begini, yang dia mau simpel, menikah dengan saya wanita yang dia inginkan.
Pertemuan keluarga kedua menghasilkan perundingan yang tidak baik. Selain itu calon suami saya sangat sibuk bahkan tidak punya waktu untuk ikut pada perundingan keluarga. Mertua perempuan saya yang sangat dominan dan ayah saya yang cukup berbelit-belit, perundingan antar dua keluarga ini akhirnya menciptakan kesalahpahaman. Akan tetapi di situ pula mata saya dibukakan, karena ternyata mertua saya adalah orang yang temperamental, mertua saya membentak ayah saya pada saat itu. Dan menciptakan rasa sakit hati ayah saya kepada keluarga calon suami saya.
Ayah saya dalam kondisi bingung setelah kejadian itu, tapi dia betul-betul ingin saya segera menikah, saya melaporkan kejadian itu kepada calon suami saya. Ternyata itu menciptakan perkelahian juga di antara kami, ingat anak laki-laki pasti membela ibunya. Dengan diskusi dan iringan doa kami tetap bertahan untuk ke pelaminan.
Di kemudian hari ternyata kondisi temperamental mertua saya itu mengimbas kepada saya pula, saya dan calon suami hanya berbeda umur dua tahun. Kami lebih seperti teman angkatan daripada abang dan adik. Mertua saya nampaknya tidak suka dengan gaya hubungan kami, dan dia memaki saya melalui messenger dikarenakan keceplosan tidak memanggil anaknya dengan ‘abang’. Jangan ditanya bagaimana sakit hati saya, sudah ayah saya dia bentak, saya dimarahi dengan keterlaluan. Tapi saya tetap bertahan untuk tetap menikah dengannya, tentunya saya mengkomunikasikan hal ini dengan calon suami saya dan dia membuat saya tenang dengan kondisi tekanan ini.
Singkat cerita pernikahan kami berlangsung, senang sekali saya, selesai melangsungkan pemberkatan rasanya hati ini berbunga-bunga sekali, kami melangsungkan acara makan malam untuk tamu-tamu yang akan datang di gereja. Oh Tuhan, ternyata entah apa yang terjadi ayah saya kembali sakit hati oleh celoteh ibu mertua saya. Dikarenakan saya belum boleh tinggal dengan suami karena upacara adat baru esok akan dilangsungkan, malam itu saya kembali ke rumah papa dan mama, saya bingung kemana semua keluarga saya dan kenapa hanya ada mobil pengantin untuk mengantar saya pulang saat itu.
Sesampainya di rumah saya tidak kuasa menahan marah karena ditinggal oleh semua keluarga saya. Ternyata ibu saya yang awalnya ingin menyembunyikan hal ini tidak kuasa dan menceritakan kejadian tidak enak itu dengan emosi. Saya menangis menderu-deru di malam pernikahan saya karena ikut kecewa dan marah kepada mertua perempuan saya.
Saya bersyukur sudah lima bulan menikah, kami masih mau mempertahankan pernikahan kami. Tentang mertua perempuan, seusai semua upacara pernikahan saya dan dia berusaha saling mengenal dan memaklumi satu sama lain, mertua perempuan saya aslinya sangat baik loh, dan perhatian sama saya, saya betul-betul dapat sosok orang tua baru. Tapi memang itu tantangan saya menjelang pernikahan.
Saran saya untuk calon pasangan, kalian sebaiknya saling benar-benar menyayangi, untuk yang perempuan sebaiknya betul-betul mengenali dengan baik ibu mertuamu, karena dia adalah wanita yang membesarkan suamimu, bukan untuk membencinya atau mendoktrin suami untuk menjauhinya apalagi tidak menghormatinya hanya karena dia dan kamu bermasalah. Tapi pandai-pandailah untuk saling mendekatkan diri dengan mertua, dan pintar mengatur emosi dan bijak jika bermasalah dengannya, jangan sampai kau jadikan suamimu sandwich yang diapit antara kau dan mertua.
- Cinta Bisa Tumbuh Seiring Berjalannya Waktu, Meski Awal Nikah Sempat Ragu
- Suka Duka Menyiapkan Pernikahan di Tengah Kesibukan Kuliah dan Kerja
- Suka Duka Mempersiapkan Pernikahan Saat Menjalin LDR
- Kakak yang 'Dilangkahi' Adik Bakal Susah Jodohnya? Nggak Juga, Kok!
- Suka Duka Menyiapkan Pernikahan Tanpa Bisa Cuti dari Kantor
(vem/nda)