Tidak Sehati Soal Rencana Pernikahan Denganku, Dia Meminang Gadis Lain

Fimela diperbarui 24 Sep 2018, 11:15 WIB
Adakalanya apa yang direncanakan tak berjalan sesuai dengan harapan. Termasuk dalam rencana pernikahan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Hai, aku akan sharing sedikit pengalamanku. Aku merupakan anak perempuan terakhir di keluargaku, kami lima bersaudara dan hanya ada dua perempuan di keluargaku. Kakakku sudah menikah dan memiliki satu putra. Waktu itu umurku 23 tahun dan bagi orang Jawa apalagi di kampung usia itu merupakan usia yang matang dan siap untuk membina keluarga. Tapi memang dari dalam diriku masih ingin berkarier dan menikmati masa lajang, belum ada sedikit pun terpikir menjurus ke sana.

Sampai pada bulan April 2016 aku menerima permintaan pertemanan di Facebook dari teman satu sekolah SD dulu. Anaknya lumayan tampan dan dia bekerja di pulau seberang. Setiap hari kami berkomunikasi, saling menyapa saling kabar, bertukar nomor HP dan dia menyatakan niatnya untuk serius kepadaku, dan aku baru tahu bahwa dia menyukaiku dari kecil.


Orangtua kami saling mengenal, aku menceritakan kepada kedua orangtuaku niat baik dia. Orangtuaku memberi restu begitu juga sebaliknya kedua orangtua dia. Kami menjalani LDR, tidak ada yang salah dengan ini, dia selalu ada waktu untukku, dia tidak pernah absen menelepon, selalu memberi kabar walaupun dia sedang sibuk.

Hingga tiba hari itu, aku bosan, aku iri dengan teman-temanku yang bisa antar jemput, yang bisa memandang wajah kekasihnya kapanpun mereka mau, sedangkan aku, hanya lewat suara. Aku mencari masalah, ingin membuat dia marah, tapi dia tidak pernah marah, dia lebih memilih memendam perasaannya. Aku tidak pernah memberi kabar selama berhari-hari. Mengabaikannya, hingga akhirnya aku memutuskan hubungan kami karena bosan. Iya hanya karena bosan, sekejam inikah aku?

Enam bulan berlalu, aku sudah menjalin hubungan dengan orang yang baru, sedangkan dia masih dengan kesendiriannya. Walaupun kami sudah putus, aku masih sering stalking media sosial dia. Karena suatu peristiwa, maka hubunganku yang baru ini juga kandas. Awal bulan Juli 2017, aku kembali menghubungi dia, mantanku yang bekerja di pulau seberang. Dengan lapang hati dia menerimaku kembali, dia berkata bahwa dia masih ingin melanjutkan rencana pernikahan itu bersamaku.


Dia berkata bahwa orang tuanya masih sering menanyakan kabarku, Allah begitu baik kepadaku, memberikan kesempatan kedua kepadaku agar aku belajar memperbaiki kesalahanku dengan dia. Impian menikah dia sederhana, dia hanya ingin dihadiri keluarga, mengundang anak yatim tanpa pesta. Aku yang saat itu perempuan berusia 24 tahun menginginkan pernikahan setidaknya sehari semalam menjadi ratu di pelaminan. Aku menolak rencana dia, aku menginginkan pesta yang mewah dan meminta uang seserahan yang bisa dibilang WAH. Dia menceritakan keinginanku kepada orang tuanya, kedua orangtuanya menanyakan kesanggupan dia, dia berkata akan berusaha menyanggupinya, dia berjanji bahwa tahun 2018 dia akan pulang untuk melamarku.

November 2017, saat itu dia sedang terpuruk karena pekerjaan. Dia butuh semangat, dia butuh dorongan, setiap hari dia meneleponku hanya ingin mendengar suaraku, agar aku memberinya semangat dan menyakinkan dia bahwa semua baik-baik saja. Tapi aku menghilang tanpa kabar, berpikir bahwa aku masih bisa mendapatkan lebih baik dari dia.

Bulan Juli 2018 aku mendengar dia akan pulang ke kampung halaman. Dia akan meminang perempuan satu kampungku, usianya di bawahku lima tahun, ada sedikit rasa sakit di hatiku, aku menelepon dia kembali menanyakan kabar yang kudengar, dia menjawab bahwa kabar yang kudengar memang benar. Hatiku sakit, dan sedikit tidak rela, tapi aku bisa apa? Karena akulah alasan dia terluka, karena aku juga lah alasan dia menemukan perempuan itu. Sebelum dia menutup teleponnya dia berkata padaku, ”Aku sayang kepadamu, tapi aku tidak bisa meninggalkan dia, dia bisa membuatku yakin, bahwa memilihnya bukan suatu keputusan yang salah.” Dalam hatiku berkata, jadi dulu dia merajut mimpi bersamaku adalah suatu kesalahan?


Agustus 2018, dia sudah meminang gadis itu dan sebentar lagi melangsungkan pernikahan. Aku tidak bahagia, aku merasa sesak di hatiku, merasa begitu menyesal. Jika saja aku tetap memegang tangannya, mungkin dia akan pulang untukku, jika saja dulu aku menerima rencana pernikahannya yang sederhana, mungkin kami sudah sah sebagai mukhrim yang tidak membuat dia berlama-lama mengumpulkan uang untuk menikah.

Di usiaku yang 25 tahun ini, semakin aku membayangkan kata seandainya, penyesalan terhadap diriku semakin besar, sekarang aku mencoba mengikhlaskan bahwa semua telah dirancang Allah agar aku belajar dari kehilangan, karena pada dasarnya rasa sayang seseorang tidak bisa menjadikan alasan kuat untuk tetap bertahan. Jangan biarkan seseorang yang menyayangimu berjuang sendirian, tetap genggam tangannya, yakinkan dia bahwa kalian berjuang bersama-sama dalam satu impian besar.
(vem/nda)