Cinta Bisa Tumbuh Seiring Berjalannya Waktu, Meski Awal Nikah Sempat Ragu

Fimela diperbarui 24 Sep 2018, 10:15 WIB

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Beberapa tahun yang lalu aku masih terjebak dalam dilema lebih baik tidak menikah daripada menikah tanpa cinta. Meskipun aku sendiri merasa sangat nyaman dengan seseorang itu. Seseorang yang saat ini aku sebut suami. Setiap wanita pasti memiliki mimpi bisa menikah dengan laki-laki yang dia cintai, bersamaan dengan itu kadang wanita juga meragukan seberapa besar kadar cinta yang dia miliki jika pada kenyataannya kadar cinta yang dia miliki lebih besar dari laki-lakinya dia akan merasa kalah. Sedangkan aku, aku menikah hanya karena merasa nyaman. Apakah benar rasa nyaman saja tidak cukup untuk kita membangun sebuah kehidupan yang bahagia bersama dengan seorang laki laki?

Meskipun dalam pikiran dan hatiku bergejolak saat aku memutuskan untuk mengatakan iya aku akan menikah dengan seseorang yang belum aku cintai hanya bermodalkan rasa nyaman. Tapi aku tidak cukup nyali untuk mengatakan tidak pada sebuah lamaran yang tiba-tiba datang. Aku dan suamiku adalah teman semasa kuliah, kita berteman layaknya aku dengan teman-teman yang lain tanpa rasa apapun tanpa rasa ketertarikan, hanya sebuah rasa nyaman. Tidak pernah sekalipun aku berpikir bisa menikah dengan dia, atau bahkan pada hubungan yang lebih dari sekadar teman. Saat lamaran itu datang dari dia, hatiku sempat menolak berkali-kali bahkan, karena jujur sama sekali aku tidak memiliki ketertarikan dengannya.



Pergolakan hatiku semakin menjadi jadi saat aku sering mendengar nasihat dari sepupu-sepupuku yang sudah lebih dulu menikah. Mereka bilang menikah yang awalnya dari saling cinta saja bisa bercerai, apalagi aku yang sama sekali tidak mencintai laki-laki yang akan menikahiku. Bahkan mereka bilang, “Yang awalnya saling jatuh cinta saja bisa jadi korban kekerasan dalam rumah tangga, kamu nikah cuma modal nyaman, yang ada kamu hidup kayak di neraka." Perkataan mereka selalu teringat hingga saat ini, bahkan ekspresi mereka saat mengatakan itupun aku masih mengingatnya. Tapi aku dengan sadar mengatakan iya dan mengubah status di KTP-ku dari lajang menjadi kawin. Aku melakukannya dengan sadar dan tanpa paksaan.



Tapi dalam perjalanan pernikahan ini, meskipun pada awalnya dipenuhi dengan drama yang kadang menyesakkan. Aku menemukan sesuatu yang menakjubkan telah terjadi. Iya I’m in love with my husband. Seberapapun seringnya orang lain meragukan kami saat akan memulai pernikahan ini tapi aku tetap dengan teguh mengatakan bahwa aku bisa saja jatuh cinta pada suamiku nanti.



Dengan bermodalkan nyaman aku menikah dengan suamiku. Pada hari pernikahan masih ada sedikit ragu dalam diriku. Apa benar yang aku lakukan saat ini? Apa benar aku akan bahagia hidup dengan dia? Tapi aku ingat tidak ada yang bisa menjamin kebahagiaan seseorang kecuali orang itu. Lalu aku memilih untuk menjalani pernikahan ini ke depannya dengan bahagia. Meskipun persiapan pernikahan kami dipenuhi dengan keragu-raguan dan nasihat yang aku sadari saat ini sebenarnya itu menyesatkan, tapi aku percaya bahwa niat tulus seseorang akan selalu berakhir dengan baik.

(vem/nda)
What's On Fimela