Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Saya seorang perempuan yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah yang memiliki adat yang kental, dan mungkin ini curahan hati sebagian dari perempuan yang sudah memasuki umur 20 tahun tapi belum menikah di daerah ini. Kebanyakan di sini di umur 26 tahun seperti aku, mereka sudah menikah dan mungkin sudah memiliki anak-anak yang lucu. Dan aku masih sibuk dengan pekerjaanku sebagai wanita kantoran dan jauh dari keluarga.
Tapi bukan berarti aku belum memiliki calon, sudah sejak 2016 aku memiliki teman spesial dan kami sudah memikirkan masa depan juga sih, tapi hal itu bukan semudah seperti kelihatannya. Kami belum siap secara finansial, mungkin juga mental. Aku bisa saja meminta dari kedua orang tua, tapi rasanya tidak sepantasnya lagi, apalagi aku sudah berpenghasilan sendiri. Hampir semua orang yang kukenal menanyakan," Kapan menikah?” apalagi ayah, setiap menelepon selain menanyakan keadaan, beliau tidak lupa bertanya, “Kapan bawa calonmu dan keluarganya ke rumah?” dan aku hanya menjawab, “InsyaAllah secepatnya.”
Kadang aku gerah dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kapan menikah. Hal itu tidak semudah seperti kelihatannya. Setiap perempuan atau mungkin setiap orang pasti ingin segera menikah. Tapi jodoh bukan sesuatu yang simpel, ada banyak keadaan dan kondisi yang tidak harus dijelaskan kepada setiap orang yang gampang saja bertanya. Aku kelihatannya memang tak acuh soal pernikahan, namun di balik semua itu aku sedang berjuang untuk dapat menjawab pertanyaan mereka yang selalu ingin tahu kapan tanggal pernikahanku.
Ayah pernah bercerita kalau nanti aku menikah, ayah ingin menjadi pernikahan yang meriah, dengan baju adat daerah kelahirannya dan baju adat kelahiran mendiang ibuku. Beliau juga ingin mengundang semua kenalannya. Antara bahagia dan cemas, aku bahagia beliau semangat sekali untuk merencanakan rencana pernikahanku, beliau sering mengatakan bangga memiliki anak perempuan bisa mandiri dengan kemampuan sendiri tanpa bergantung lagi dengan orang lain. Mungkin itu juga yang mendasarinya untuk ingin menyelenggarakan pernikahan yang meriah untukku, beliau ingin semua kenalannya tahu yang mana anak gadis yang sering diceritakannya.
Aku juga cemas, aku takut tidak bisa mewujudkan keinginannya. Dan aku memilih untuk menabung dulu demi mewujudkan cita-cita ayahku. Aku sudah 3 tahun bekerja, kurasa tabunganku cukup untuk persiapan pernikahanku. Dan setelah diskusi panjang dengan calon suamiku, kami memutuskan bahwa kami akan segera menikah di akhir tahun ini.
Mungkin sebagian dari kalian berpikir, perempuan kok berjuang sekali menabung untuk menikah, kenapa tidak minta pada calon suaminya saja. Di daerahku, pernikahan diselenggarakan di rumah mempelai wanita dan laki laki di hari yang berbeda. Dan secara adat, acara resepsi dan adat di pihak mempelai wanita harus lebih meriah, karena perempuan sangat dihormati di tradisi kami. Dan biaya atas pernikahan itu akan menjadi tanggung jawab keluarga masing-masing mempelai.
Acara pernikahan juga dipandang sebagai martabat keluarga. Tidak jarang banyak keluarga yang rela meminjam uang hanya sekadar menyelenggarakan pernikahan anak gadisnya. Padahal hakikatnya acara pernikahan hanyalah gerbang untuk memasuki kehidupan yang baru. Aku tidak ingin memberatkan keluargaku, aku ingin semua ini biarlah menjadi tanggung jawabku saja. Mereka sudah cukup aku repotkan selama 26 tahun ini.
Tepat di hari ulang tahun mendiang ibuku, seperti tahun-tahun sebelumnya aku selalu mengambil cuti untuk dapat berdoa bersama untuk ibuku di rumah kecil kami. Dan pada tahun ini aku dan uda (begitu panggilanku pada calon suamiku) sudah sepakat untuk melangsungkan lamaran. Dia sudah membawa seluruh keluarganya ke rumahku.
Acara kami sederhana saja, makan malam bersama sambil mengobrol. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan soal persiapan pernikahannya termasuk acara adat apa saja yang akan diselenggarakan. Dan di bagian akhir menurutku merupakan bagian yang paling sakral dalam acara lamaran, yaitu saling memakaikan cincin. Ini awal dari perjalanan panjang kami menuju pernikahan. Aku tak berharap tidak ada masalah dalam perjalanan kami nanti, aku hanya berharap aku dan uda dapat melewatinya sampai ijab qabul di jawab sah oleh para saksi. Amin.
- Berjuang dengan Doa dan Air Mata untuk Membuat Ayah Mengizinkanku Menikah
- Pernikahan Sempat Dibatalkan karena Merasa Salah Langkah
- Selama Pernikahan Didasari dengan Niat Baik, Semua Hambatan Pasti Teratasi
- Tak Memiliki Calon Ayah Mertua Jadi Bagian Suka Duka Persiapan Nikahku
- 3 Bulan Persiapan Nikah, 3.000 Tamu Undangan Hingga Ikhtiar Menangkal Hujan