Permasalahan yang paling rumit di setiap kehidupan manusia adalah memaafkan diri sendiri. Setiap kita dirundung masalah, yang disalahkan pertama kali adalah diri sendiri, selalu menilai diri sendiri bahwa masalah itu terjadi karena 100% kesalahan kita. Bahkan tak jarang kita terlalu menghakimi diri sendiri atas perbuatan-perbuatan yang kita lakukan.
Biasanya manusia paling sulit untuk memaafkan tentang persoalan masa lalunya. Baik persoalan dengan keluarga, teman, ataupun love life dalam hidupnya di masa lalu. Sulit memang menerima bahwa kekecewaan yang hadir dalam hidup, cepat bisa dipulihkan dengan cara berdamai dengan diri sendiri. Namun persoalan mengenai memaafkan diri sendiri bukan hanya soal waktu saja namun melibatkan juga usaha dan kemauan.
Aku di sini akan menceritakan sebuah kegagalan yang pernah aku rasakan satu tahun yang lalu. Mengapa aku menyebutnya sebuah kegagalan, karena selama 24 tahun aku hidup, hal tersebut adalah kegagalan terbesar yang aku alami, baik secara mental maupun secara sosial di kehidupan aku.
Kala itu hidup aku bisa dikatakan sangatlah bahagia, memiliki kekasih yang begitu tulus mencintaiku bahkan dia pun berjanji untuk menikahiku. Kami menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih selama kurang lebih empat tahun berjalan. Tak disangka, orang yang bertahun-tahun aku percayai dan pilihan aku pun sudah kulabuhkan di hatinya, ternyata dia mengkhinati kepercayaan aku. Ya, dia selingkuh dengan wanita lain.
Kehidupan aku pun menjadi berubah total. Aku tidak menyangka bahwa orang yang selama ini kupercayai bisa melakukan hal yang membuat aku kecewa. Tiada henti aku meratapi segala kegagalan tersebut. Aku hanya bisa menyalahkan diriku kala itu. Menyalahkan bahwa rasanya aku memang tidak pantas berada di sampingnya. Aku yang merasa bodoh karena tidak bisa menjaga hati pasanganku sendiri, sampai kekasihku berpaling hati ke wanita lain.
Hidupku seolah ruwet, hal-hal negatif selalu datang menghampiriku. Dari mulai aku memberi stigma negatif terhadap diriku sendiri sampai rasanya aku sudah tidak paham lagi tentang bagaimana menjalani hidup yang seharusnya aku lewati. Seolah dunia terasa tak adil untuk kusebut sebagai tempat berpijak menjalani hidup.
Beberapa bulan kemudian, sekitar 3 bulan dari kejadian tersebut aku sudah mulai lelah untuk meratapi masalah tersebut. Aku mencoba untuk bangkit dari keterpurukanku. Ternyata aku sadar, sesuatu yang kita genggam dan kita paksa untuk selalu bersama itu tidak akan mungkin bisa. Sepasang suami-istri saja bisa berpisah, apalagi dengan hubunganku yang hanya terikat dengan sebuah rasa tanpa terikat di catatan sipil, tentulah risiko untuk berpisahnya pun sangat besar. Dan aku pun juga tersadar, bahwa suatu hubungan itu tidak semuanya berakhir bahagia, seperti cerita fairy tale. Itu sangatlah mustahil terjadi di dunia ini.
Awalnya mencoba untuk bangkit dari keterpurukan tersebut amatlah sulit, karena jujur memaafkan diri sendiri itu benar-benar menguras waktu. Namun lambat laun, aku semakin percaya diri bahwa hidup ini aku yang menentukan, bukan orang lain. Jadi, saat itu aku bertekad, bahwa aku berhak untuk mendapatkan kebahagiaan hidupku kembali. Walau rasanya sifat bahagia di dunia itu tidaklah absolut, tapi setidaknya aku bisa menghargai kehadiran hidupku di dunia ini adalah suatu anugerah yang harus aku banggakan dan harus aku rayakan.
Hal pertama yang aku lakukan untuk kembali hidup normal seperti biasanya adalah memaafkan segala kesalahan masa laluku, dan selalu bersyukur bahwa setidaknya dari perpisahan tersebut aku mendapatkan energi positif untuk pembelajaran hidup di kemudian hari. Hal yang lainnya yang aku lakukan adalah memaafkan diri sendiri. Seringkali kita selalu menyakiti diri sendiri dengan membuat penilaian bahwa diri kita ini buruk sekali, padahal dari berbagai macam masalah yang hadir belum tentu 100% itu adalah kesalahan kita. Karena sesungguhnya jika diri kita selalu dipecut untuk di bodoh-bodohi terus, disalahin mulu, maka ruh yang ada di dalam kita ini akan capek untuk menerima segala macam hal yang sifatnya negatif.
Untuk itu aku mencoba pelan-pelan memaafkan diri sendiri, dan selalu berdamai dengan diri sendiri dengan cara menerima segala kekurangan dan kelebihan yang aku miliki, dengan begitu aku tidak melulu membandingkan hidupku yang kini sedang kujalani dengan kehidupan orang lain yang belum tentu mereka selalu merasa bahagia.
Pada dasarnya manusia memang hanyalah makhluk sosial, yang selalu membumbui cerita hidupnya dengan drama. Padahal kalau kita sadar, kita ini memiliki potensi kebanggaan yang luar biasa, yang tidak dimiliki orang lain. Jadi, untuk apa bersedih hati terlalu larut, toh hidup akan tetap terus berjalan ke arah kemana kita berpijak.
Dan saat ini aku lebih memilih untuk menikmati keseruan hidup yang Allah swt kasih. Apapun rintangannya, aku selalu memegang teguh dalam diriku bahwa hidup yang kini aku jalani adalah semata-mata karena Allah yang sudah mengaturnya. Dengan begitu aku tetap terus belajar serta melawan segala ambisi-ambisiku yang selama ini terkurung dalam diri. Aku sudah mulai bisa untuk memecahkan dinding-dinding prasangka negatif yang hadir dengan cara menerima segala keadaan diriku ini dengan rasa syukur.
Kini hidupku pun kembali normal, aku memiliki banyak support system dari teman-temanku serta orang-orang yang aku cintai. Aku pun disibukkan dengan segala aktivitas yang produktif, salah satunya adalah menulis cerita ini yang akan kubagikan kepada para pembaca.
Hidup memang aneh banget, sepertinya baru kemarin aku merasa kecewa akan kejadian perselingkuhan tersebut, tapi sekarang hidup yang kujalani sekarang lebih baik dari sebelumnya. Meski begitu, aku tidak boleh lengah lagi karena suatu saat nanti aku yakin bakalan ada masalah-masalah baru lagi yang hadir lebih dari sekadar kekecewaan, dan aku berharap aku sudah siap untuk melewatinya.
- Adakalanya Sebuah Hubungan Harus Segera Disudahi Agar Tak Saling Menyakiti
- Pacar Selingkuh dengan Sahabat, Aku Move On dengan Cinta yang Baru
- Hubungan 7 Tahun Ingin Kuakhiri demi Pria Lain, Apakah Ini Egois?
- Untuk Benar-Benar Siap Menikah, Harus Berani Keluar dari Keterpurukan
- Saling Cinta Bukan Satu-Satunya Jaminan Bertahannya Suatu Hubungan
(vem/nda)