Saya masih asyik berkutat di depan meja komputer, mengerjakan semua pekerjaan yang diberikan sesuai dengan porsi. Saya mencoba berkonsentrasi penuh, namun penggalan perbincangan kecil dengan seorang sahabat dalam perjalanan menuju ke kantor mengusik batin saya.
Anggapan sebagian orang bahwa saya telanjur sibuk dalam pencarian jenjang karier dan tidak lagi tertarik mencari jodoh hanyalah apa yang mereka terka tanpa ada klarifikasi apapun dengan saya. Ya, saya tidak mau ambil pusing dengan segala anggapan klasik seperti demikian pada setiap wanita berumur 30-an yang belum menikah.
Saya pun memahami perilaku masyarakat ini yang memang lebih senang menghakimi daripada introspeksi diri, lebih suka berbicara daripada mendengarkan dan lebih memilih sibuk mengurusi persoalan orang lain ketimbang mencari solusi atas persoalannya sendiri.
Menginjak usia 30 tahun bagi wanita yang belum berkeluarga dianggap rentan dan tabu, khususnya di negara-negara Asia di mana kultur budaya setempat masih mengakar kuat. Rasa keingintahuan para sahabat dan orang sekitar, serbuan pertanyaan dari keluarga besar, label “perawan tua” yang selalu menjadi momok kemanapun kita melangkah di negeri ini. Mengapa di negara barat tidak ada anggapan demikian bagi para wanita ini? Mengapa masyarakat kita begitu meresahkan hal yang berada dalam teritori privasi seseorang?
Betapapun penjelasan yang diberikan, tetap tidak dapat menghapus stereotip dalam masyarakat bahwa wanita single 30-an ini bisa jadi seorang penyuka sesama jenis, pengejar karier yang ambisius, kriteria pendamping yang terlampau tinggi, lebih suka menjadi pelakor dan serangkaian stigma negatif lainnya. Terbersitkah dalam pikiran Anda bagaimana perasaan si wanita saat segala anggapan itu tidaklah benar? Haruskah mempersalahkan Sang Pencipta yang berkuasa atas hidup, maut, dan jodoh seseorang?
Pekerjaan adalah hal yang saya fokuskan untuk meraih mimpi dan masa depan. Tekad menjadikan saya seorang wanita mandiri yang kuat dan bermental tenang. Tetap bersemangat jalani hidup, lakukan yang terbaik dalam pekerjaan, tebarkan segala hal positif dan tetap membuka hati.
Ah... dalam senyum saya teringat kembali pada impian saya. Impian semasa remaja yang belum sempat terwujudkan. Italia. Negara berjuta pesona dengan kemegahan arsitektur, pasta lezat bertoping keju yang lembut, sepak bola dan fashion yang menjadi kiblat dunia serta karya seni yang abadi.
Saya pun bangkit dari kursi kerja dengan kobaran semangat. Saatnya mengatur waktu untuk berkunjung ke Italia. Siapa tahu Italiano tampan berbaik hati menjadi tourist guide saya di sana? Haha. Apapun itu tetap jalani hidup dengan semangat dan biarkan Tuhan yang Maha Segalanya bekerja dalam segala rencana. Dia tidaklah buta atas kerinduan hati seseorang akan hadirnya pasangan hidup.