Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Setelah wisuda, pernikahan adalah impian terbesar dalam hidupku untuk tampil cantik dan istimewa. Nggak beda jauh sama wanita pada umumnya. Jauh-jauh hari sebelumnya aku sudah membayangkan betapa sempurnanya waktu itu.
Secara di hari pernikahan, sang pengantin bak raja dan ratu semalam (kalau nikahnya berhari-hari tambah sedap lagi tuh ya nggak cuma semalam jadi raja dan ratunya). Namanya juga raja dan ratu pastilah bajunya harus bagus, makanannya harus enak, tempatnya harus tertata. Well singkatnya extraordinary day. Jadi, buat mengawali semua keribetan yang bejibun itu aku harus nentuin satu kata, yaitu “tema”.
Sebagai anak perempuan yang baru aja lulus kuliah, tentunya masih banyak sisa-sisa kelabilan dalam hidupku. Termasuk dalam menentukan tema pernikahanku kelak. Ya kali calonnya juga belum ada, but aku udah sering banget bayangin dan nahasnya gonta ganti tema mulu.
Aku sering banget kayak uda mantep pas aku nikah besok pengen pake adat Jawa aja biar keliatan sakral, terus pas booming film Mahabharata, aku pengen banget nikahanku nanti kayak dandanannya Drupadi, abis itu ganti lagi pengen pake gaya Eropa. Sebegitu pentingnya tema buatku di atas budget. So bukan tema yang ikut budget tapi budget yang dipasin sama tema yang diinginkan.
Yang perlu digarisbawahi adalah bukan maksain budget buat tema tapi dengan tahu temanya seenggaknya kita bisa prioritaskan pakai sarana dan prasarana di kelas berapa agar tema kita tetep jalan dengan budget yang kita miliki. Kebetulan keluargaku dan keluarga suami bener-bener nggak nuntut harus pakai adat mana jadinya kami bebas banget nentuin temanya.
Akhirnya karena suami keturunan Arab jadi tema yang aku pake pas nikahan adalah ala-ala timur tengah. Dengan budget yang udah kami siapin, aku berusaha mengalokasikannya buat A sampai Z. Aku list semua kebutuhan dan mulai ngotak atik mana yang masih bisa dipangkas buat nutup yang lainnya. Aku emang sengaja nggak pakai WO jadi ya bener-bener harus siap buat ribet sendiri.
Satu per satu tragedi pun dimulai. Rencana yang semula udah aku planning dengan apik satu-per satu mulai menjauhi dari titik ekspektasi. Barang yang harusnya nggakdibeli malah kebeli mahal pula cuma karena kasihan sama penjaga tokonya. Gaun yang semula aku desain sendiri dan mulai masuk proses jahit karena tanggal nikahku abis lebaran maka penjahitnya yang awalnya udah nggak sanggup tetap aku desak dengan alasan kami masih saudara. Alhasil gaunnya melenceng jauh dari desain, failed.
Fatalnya karena malemnya ada acara henna night jadi aku nggak sempet buat nyewa baju, ya udah akhirnya tetep aja dipake, hiks. Derita ketiga ternyata yang merias pas henna night nggak recommended, bikin alis aja luamaaanyaa spesial pake pete, hasilnya juga nggak banget.
Melihat bajuku yang satunya juga nggak pantes kalau dipake buat acara ijab akhirnya kakak telepon saudara luar kota yang besoknya datang dan kebetulan dia perias juga buat bawain baju paginya. Agak lega rasanya tapi nggak lama.
Keesokan harinya masalah baru timbul. Tukang dekornya nggak dateng-dateng buat ngrampungin tuh dekor. Maklum karena ruangan yang dipakai semalem masih buat acara jadi rencana buat menyelesaikan dekor adalah paginya dan ini juga nggka sesuai rencana.
Ditambah perias yang tadi malem itu, dia dateng lagi ke rumah, loh kok bisa? Iya karena ibu lupa konfirmasi, dia kira meriasnya sama hari H. Oke iyuh, banyak banget miss komunikasi, berlanjut ke yang bawa baju kena macet karena masih dalam euforia lebaran, sampe ke perias yang dibawa kakak nggak bawa apa-apa karena kakak bilang semuanya udah siap, dan pas suami aku udah sampe di masjid buat ijab, aku di kamar masih pakai kemeja? Hello kayak ngimpi.
Dengan segala keterbatasan persiapan, keterbatasan budget, keterbatasan pengalaman dan komunikasi karena persiapannya disambi aku kerja di kota yang berbeda aku ngucapin makasih banyak buat perias yang dibawa sama kakak karena biar gimanapun juga dengan segala keterbatasan sumber daya yang ada dia bisa tetep menyulap aku jadi kategori ‘agak pantas’ sebagai seorang pengantin.
Aku belajar banyak dari persiapan pernikahan ini, sedetail-detailnya persiapan kita pasti masih ada aja yang kurang dan nggak sempurna, itu wajar. Dan over budget is real. Akhir cerita aku menangis terharu saat diberikan kabar bahwa ijab qabul terlaksana dengan lancar dan sah. Aku menyambut suamiku dan menyalami tangannya. Banyak doa yang mengalir untuk kebahagian dan kelanggengan kami dunia akhirat. Suamiku sampai sekarang pun nggak tahu perjuanganku dan kami semua untuk membuatku siap berdiri di depannya saat itu.
- Menikah Tanpa Pesta, Cukup Akad Lalu Makan Siang Bersama
- Banyak Hal Tak Terduga Terjadi Jelang Pernikahan
- Aku Menikah di Hari yang Semestinya Jadi Hari Pernikahan Kakakku
- Dua Minggu Jelang Pernikahanku, Ayah Calon Suamiku Berpulang Selamanya
- Utang Sana-Sini demi Pernikahan Meriah Tapi Malah Berujung Derita
(vem/nda)