Cobaan Jelang Pernikahan: Souvenir Salah Cetak Hingga Ditipu Rp20 Juta

Fimela diperbarui 11 Sep 2018, 14:00 WIB

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Akhirnya dia telah menikah! Dia yang dulu menjalin hubungan dengan seorang lelaki namun saat topi toga tersematkan dan mulai berkarir di tempat berbeda. Mereka melepas ikatannya. Dia, perempuan berkaki jenjang yang tak pernah lelah menerima hati lelaki yang tersampaikan dengan tulus kepadanya. Dia, begitu menginginkan kehidupan keluarga kecil di usianya yang masih muda.

Datang dan pergi, begitulah lelaki yang dia kenal. Hingga suatu hari lelaki itu datang dari tempat kerja sama. Lelaki yang berani mengajaknya ke pelaminan. Berhari-hari ia habiskan untuk bersujud tiap sepertiga malam. Berbicara dengan Tuhan akan benarnya keseriusan yang telah diucapkan oleh lelaki yang menemui dia dan orangtuanya di rumah kala sore itu.

“Hei, aku mau menikah,” tulis dia pada sebuah chat.

“Oh, great. Congratulations, girl! Finally you decide,” jawabku tulus memberikan selamat padanya, “Akhirnya dia menemukan the right man,” batinku.

“Yeah, and come to be my bridesmaid.”

 

Tidak hanya menjadi bridesmaid-nya saja. Aku menjadi orang yang sering mendengar perkembangan persiapan nikahnya. Hm.. ternyata mempersiapkan pesta nikah tak semudah menyiapkan acara kampus. Dia mulai menjelaskan konsep yang ingin dia usung. Jawa modern katanya. Lalu dia kembali lagi menghubungi dengan diskusi panjang. Tentang warna baju bridesmaid, warna baju pengantin, warna hiasan-hiasan yang akan disematkan di belakang kursi pelaminan. Perkara warna saja, hampir 2 bulan baru benar-benar bisa memutuskan perpaduan warna seperti apa yang dia dan pasangannya inginkan.

Suatu pagi, hendak pergi ke kantor. Aku menerima telepon darinya. Di ujung sana, dia panik bercampur marah. Souvenir untuk tamu sebanyak 600 orang mengalami kesalahan cetak nama. Nama lengkapnya tidak terukir dengan benar di atas keramik putih yang sudah dia pesan dari daerah Kasongan, Yogyakarta. Menerbangkan keramik terbaik di Jawa ke tanah Kalimantan karena ingin menuruti keinginan adanya barang dari kota kelahirannya 23 tahun silam di Yogyakarta.

Sayangnya, tak seperti yang diharapkan. Ada cacat nama di sana “Aliysa Nur Cahaya Adi” harusnya, namun di sana terukir “Aliysa Nur Cahya Abdi”. Setiap wanita menginginkan yang sempurna di setiap pekerjaannya terlebih untuk hari bahagianya. Tidak tercetaknya huruf “a” saja dia seperti Cinderella yang tak diperbolehkan ke pesta dansa oleh ibu tirinya.

Setelah dibujuk rayu oleh pasangan akhirnya dia mau menerima kesalahan nama pada souvenirnya. Tidak sampai di situ, dia tertipu oleh vendor dekornya. Mengeluarkan biaya muka Rp20 juta, namun ternyata vendor dekorasi palsu tersebut lari meninggalkan perhelatan nikah yang akan diadakan kurang dari 1 bulan lagi. Jangan ditanya tingkat panik dan marahnya dia kala itu.

Seluruh keluarga besar dia dan pasangannya langsung turun tangan, mencari vendor lainnya. Ya, Tuhan selalu membantu umat-Nya untuk menuju kehidupan yang lebih bahagia. Uang Rp20 juta boleh lenyap, tapi dia memiliki vendor yang setia menerima dia kapanpun jika hendak konsultasi. Begitu bangun tidur, dan langsung kepikiran dekor yang ingin diubahnya lagi, si vendor akan rela diajak berdiskusi walau jam 5 pagi sekalipun.

11 Agustus 2018 aku terbang dari Jakarta ke salah satu daerah di Kalimantan timur, hendak mendampingi dia dengan balutan kebaya yang sama dengan ketujuh perempuan lainnya. Aku pikir kepanikan dia akan berakhir namun saat istirahat, dia tiba-tiba menghampiri kamarku. Pukul 12 malam dia menerobos masuk kamar tamu, merengek karena softlens-nya hilang.

Dia tidak ada masalah dengan penglihatannya, tapi dia sudah mempersiapkan softlens terbaik yang ingin dia gunakan di pernikahannya, untuk membuat riasan wajahnya semakin lengkap. Aku dimintanya untuk berkeliling ke apotek dan toko sekitar, mencari softlens yang dia inginkan. Jam 12 malam, dan aku tidak tahu jalan di daerah rumahnya di Kalimantan itu. “Are you crazy?” jawabku akan permintaannya.

Ingin memarahinya namun aku tak ingin menghancurkan suasana hatinya, 8 jam nanti dia akan menjadi ratu di hari bahagianya. Penuh kesabaran, aku menenangkannya mencoba merayunya untuk menggunakan softlens make up weddingnya. Dia tetap saja tidak mau, dia menginginkan softlens dengan warna dan kualitas yang sama persis dengan yang dia miliki sebelumnya.

Lelah dengan rengekannya, akhirnya aku mengganggu tidur perias make up weddingnya. Meneleponnya tengah malam, menceritakan situasinya. Di seberang sana suara perempuan muda, menyetujui permintaan calon pengantin di depanku itu. Sayangnya warna dan kualitasnya memang tak seperti yang dia inginkan tapi akan tetap dapat “look” yang sama kok yang kamu inginkan dear, rayuku. Tiga jam berlalu, dia akhirnya lelah dan tidur bersamaku.

Persiapan pernikahan dia memang tak mudah, merayu dia setiap ada sesuatu yang tak sesuai keinginannya, membutuhkan waktu yang tidak sebentar namun melihat dia tersenyum bahagia bersama lelaki yang tepat dan datang tepat waktu meminta dia untuk hidup bersama. Semua keruwetan yang ada 6 bulan kemarin disapu oleh senyum dan tawa yang tiada henti menghiasi riasannya. Happy wedding, dear.

 

(vem/nda)