Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Pernikahan adalah impian semua wanita, dalam benak saya soal pernikahan ialah mengenakan gaun pengantin berwarna cerah dengan mahkota di kepala. Memutuskan pilihan untuk menikah ialah hal yang paling sulit, tatkala apa yang direncanakan harus bergeser lebih cepat.
Tepatnya bulan Syawal tahun ini yang bertepatan dengan bulan Juli seseorang yang hanya saya kenal dari teman saya—jadi dijodohkan gitu, berkunjung ke rumah untuk bersilaturahmi sekaligus kenalan. Kami memang tidak pernah bertemu sebelumnya selain baru kenal 3 bulan lewat sahabat saya yang jadi mak comblangnya, itu pun komunikasi lewat medsos. Prinsip saya, menikah tanpa melewati fase pacaran melainkan melalui pengenalan antar keluarga.
Saya tinggal bersama Nenek dan Paman, ketika calon lelaki yang akan berkunjung datang ke rumah. Saya malah sibuk membenahi segalanya, pasalnya mereka dadakan memberi kabar. Begitu pun soal hidangan, pisang goreng dan suguhan teh hangat. Mereka memaklumi, mengingat kondisi keluarga saya sederhana.
Seminggu pasca bertemu keluarga, saat saya sedang ada di perjalanan dari Bandung menuju Malang, saya diberi kabar bahwa lelaki yang menginginkan komitmen itu akan diselenggarakan minggu depan. Saya sangat kaget di dalam kereta tidak bisa terlelap, padahal rasanya ngilu habis perjalanan seribu kilometer. Maka sampai di rumah saya coba bicara dari hati ke hati kepada paman, bahwa saya memang mencintai lelaki itu. Paman saya marah, karena baru seminggu bertemu. Tiba-tiba sudah mau meminang. Pikiran saya kalut, sampai harus berdebat dan berujung kesimpulan calon suami saya boleh datang ke rumah 3 hari lagi. Lagi-lagi, saya harus mempersiapkan segalanya sendiri. Kedua orangtua tinggal di Bali. Jadi kami hanya berkabar saja, mereka sibuk dan tidak bisa datang.
Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana dengan persiapan pernikahan? Sementara mempersiapkan acara pengikatan hubungan, membuat jantung terdengar sampai telinga pun tangan bergetar setiap saat. Saya pasrahkan pada Yang Maha Kuasa, semoga acaranya berjalan lancar. Berkat doa, acara berjalan lancar—Paman yang biasanya bersitegang dengan pilihan saya akhirnya luluh. Sementara jari saya disematkan dengan cincin oleh calon ibu mertua perempuan. Dada bergetar hebat, keringat bercucuran dan jemari mendingin.
Esoknya, saat saya membuka mata dan terdengar suara bip ponsel. Sebuah jas hitam dikirim kepada saya, dengan caption. “Sayang, ini cocok nggak buat nikah nanti?” Tentu saja yang mengirimkan calon suami saya. Saya semakin kalut. Ternyata ini bukan mimpi. Mereka sudah menjadwalkan pernikahan kami bulan September 2018. Padahal saya dan pihak keluarga perempuan belum menyetujui tanggal pernikahan, bahkan orangtua saya belum diberi tahu hasilnya. Belum rapat keluarga untuk menelusuri seluk-beluk keluarga calon pengantin lelaki.
Akhirnya saya mulai membicarakan soal ini kepada saudara sepupu tertua yang paham kondisi saya, ia sudah mulai merancang masalah tempat nikah di rumahnya beliau—mengingat rumah saya yang tidak memiliki halaman. Pesta pernikahan yang kami usung ialah tradisi yang sederhana, setelah lamaran ada acara akad nikah dan tasyakuran. Semua persiapan sudah dirancang, bahkan untuk make up dan dress sudah siap. Tetapi apa?
Ayah saya pulang ke Jawa malah harus dirawat di rumah sakit selama 8 hari karena penyakit jantung dan komplikasi. Dilema soal indahnya pernikahan harus pupus, bahkan saya bingung bagaimana menyampaikan rencana pernikahan yang sudah di ambang mata kepada keluarga lelaki. Tetapi, saya ingat kata sepupu, bahwa pernikahan dimulai dari kerterbukaan dan kejujuran.
Akhirnya saya mengatakan sejujurnya kepada calon suami yang bertempat tinggal di kota berbeda dengan saya, jarak tempuh 3 jam. Ada hal lucu yang terjadi, Mama saya ingin tahu seperti apa calon menantunya. Ia meminta untuk menjenguk ayah. Ia pun langsung menemui ke rumah sakit tetapi menunggu saya sejak jam 4 sore sampai setengah 7 malam di lobi di waktu yang bersamaan saya ada di luar kota. Saya pun kaget melihat sosoknya duduk di kursi lobi. Begitu sabar ia menanti, tetapi setelah kejadian itu. Orangtua saya makin setuju dan mulai bertanya kapan nikah?
Selama ini saat ditanya kapan nikah, saya merasa dongkol. Sekarang ditanya kapan nikah? Perasaan saya tidak keruan, di satu sisi saya harus merawat ayah yang sakit di rumah sakit di sisi lainnya saya harus mempersiapkan diri selayaknya calon pengantin wanita yang harus facial, lulur dan pingitan. Beruntung keluarga calon mempelai lelaki memaklumi, mereka pun tidak keberatan menunggu kapan dilaksanakan pernikahan. Tetapi mereka sudah siap.
Mereka hanya menunggu tanggal pernikahan, dan sesegera mungkin mendaftar di KUA. Tetapi sampai saat ini persiapan pernikahan masih di titik nol. Baru merancang saja. Jika ujian ada belajar sistem kebut semalam, maka seperti persiapan momen silaturahmi dan pinangan yang serba dadakan. Bakalan ada nikah dadakan di bulan September 2018. Bagi saya, tidak begitu penting acara pestanya, yang penting SAH.
- Sebulan Lamaran Langsung Nikah, Persiapannya Pun Kulakukan Sendiri!
- Resepsi Dilangsungkan 4 Bulan Usai Akad, Semua Lelah Berubah Jadi Bahagia
- Problematika Menentukan Tanggal Pernikahan
- Saya Sunda dan Dia Jawa, Cinta Menyatukan Kami Meski Keluarga Jadi 'Drama'
- Debat dengan Ortu dan Camer Soal Persiapan Nikah Memang Menguras Emosi
(vem/nda)