Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.
***
Beberapa hari yang lalu waktu intip-intip beranda Instagram, aku ketemu postingan baru dari akun Vemale yang lagi ngadain lomba Bridezilla tentang suka duka pernikahan gitu. Wah ini room kok kayaknya pas banget gitu ya untuk berbagi dengan sesama perempuan. Kebetulan nih sahabat Vemale aku pengen berbagi sesuatu dengan kalian semuanya.
Kita kenalan dulu ya sahabat Vemale, aku perempuan 25 tahun yang baru saja melepas masa lajangnya dua minggu yang lalu tepatnya tanggal 25 Agustus 2018 kemarin. Pengantin baru baru banget ya hihi. Aku punya suami berusia 26 tahun yang dulunya seniorku waktu di universitas, ala ala cinlok seperti itu lah.
Jadi sahabat vemale, aku aslinya orang Padang namun sejak tahun 2012 sampai saat ini aku menetap di Kota Palembang karena dulunya kuliah di Universitas Sriwijaya dan sekarang juga kerja Palembang. Jauh dari keluarga tentu saja membuatku terbiasa melakukan apa-apa sendirian termasuk persiapan pernikahanku.
Jarak dari lamaran ke pernikahanku cukup singkat, yaitu hanya 1 bulan saja. Hal ini berdasarkan pertimbangan dan kesepakatan keluarga dengan mempertimbangkan jadwal libur calon suamiku.
Baiklah, saatnya bergerak karena sekarang semuanya bertumpu padaku, kenapa? Karena calon suami kerjanya beda kota denganku dan hanya pulang sesuai dengan jadwal off-nya. Sedih ya apa-apa sendiri nggak bisa diskusi dulu dengan calon suami, hiks karena sinyal dia juga timbul tenggelam (suami kerja di kehutanan).
Mulai dari memilih desain undangan, souvenir, baju buat akad nikah, milihin dasi buat dipakai pas akad nikah nanti, beli sepatu, dan perlengkapan lainnya semuanya kulakukan sendirian. Sesekali minta pendapat sama keluarga dan calon mertua via telepon. Pasti sahabat Vemale bertanya-tanya nih kenapa nggak dibantu sama keluargaku atau pun keluarga calon suami?
Jadi ayah sama ibuku sudah sepuh, ayah berusia 66 tahun dan ibu 58 tahun sedangkan saudaraku yang lain sudah berkeluarga karena aku adalah anak bungsu, jadi tidak tega mau meminta tolong ngurus ginian sama ortu. Sedangkan keluarga calon suami juga tinggalnya jauh denganku dan memakan waktu 6 jam perjalanan, lagipula kedua calon mertuaku juga kerja dan rada susah untuk mengambil cuti atau hari libur.
Akupun curi-curi waktu di sela-sela pekerjaan buat belanja kebutuhan pernikahan. Pulang ngantor jam 4 sore langsung bergerilya lagi. Sedihnya lagi waktu berkelana mencari dan membeli perlengkapan itu aku nggak punya kendaraan guys (dan emang nggak punya sebelumnya hehe). Terkadang aku minjam motor teman, naik angkot, dan naik ojek online.
Aku sering dengar komentar orang-orang, “Kok semuanya kamu yang ngurusin sih. Harusnya calon pengantin itu santai-santai aja, nggak boleh kemana-mana, perawatan diri.” Boro-boro perawatan diri, seminggu sebelum nikah aja aku masih keluyuran di pasar nyari perlengkapan yang kurang hihi.
Komentar lain, “Harusnya seminggu sebelum nikah calon pengantin itu dipingit.” Huft, iya sih emang bener, tapi aku kudu piye dong. But it's okay, apapun yang orang bilang, aku iyain aja angguk-angguk kepala sambil tersenyum manis dan untungnya aku punya sahabat-sahabat yang selalu siap buat kurepoti, siap sedia baik waktu, tenaga dan pikiran. Akhirnya setelah melalui drama singkat karena cuma 1 bulan, aku bisa pulang kampung dengan tenang.
Tepatnya H-3 pernikahanku (karena baru dikasih libur dari kantor) bersama dengan calon suami yang juga baru off dengan perjalanan menggunakan bus selama lebih kurang 30 jam. Jauh ya sahabat Vemale hehe, begitulah, kami baru sampai besok harinya di rumah dengan badan yang remuk redam dan besoknya langsung akad nikah. Alhamdulillah sah dan acara pernikahan kami berjalan dengan lancar.
Drama ternyata masih berlanjut guys, pernah dong ya dengar kata LDM, itu loh Long Distance Marriage. Jujur nih sahabat Vemale, sebelumnya aku nggak pernah bayangin gimana kehidupan rumah tangga setelah menikah dengan status LDM, di mana hanya ada aku sendirian tanpa ada suami di rumah. Huaa... sedih banget.
Tiga hari pasca pernikahan kami, suami harus balik lagi ke camp dan baru pulang lagi dua minggu setelahnya. Komunikasi cuma lewat telepon dan Whatsapp itupun dibumbui dengan sinyal yang mood-moodan. Drama kedua dimulai. Aku seolah dejavu lagi, mulai dari nyari kontrakan, beli perlengkapan rumah tangga, gotong kasur, geser lemari, beresi dan bersihin kontrakan, semuanya tanpa suami.
Kadang-kadang aku sedih juga ya sahabat Vemale, di luar mencoba tegar tapi dalamnya mewek, kok nasibku gini amat huhu, apa-apa sendirian. Aku berasa jadi Wonder Woman gitu, padahal aku butuh banget sosok suami, tapi untunglah suami selalu men-support, ngasih nasihat, minta aku bersabar, dan berkali-kali minta maaf karena nggak bisa mendampingi. Kalau udah gini aku cepat-cepat sadar.
Untunglah sahabat-sahabat tercintaku senantiasa mendampingi dan membantuku saat aku pindahan dan beres-beres kontrakan. Jadi begitulah ceritaku sahabat Vemale, dan hari ini tanggal 10 September 2018 adalah jadwal kepulangan suamiku, pertemuan kedua kami setelah menikah, jangan tanya gimana perasaanku dong sahabat Vemale. RINDU. Udah itu aja.
Semoga sahabat Vemale yang lagi mempersiapkan pernikahan dan kisahnya hampir sama denganku, tetap strong ya, karena anak-anak kita nantinya butuh sosok Ibu yang kuat. Hihi. Begitu juga dengan pejuang LDM, rindu itu memang berat tapi kita pasti kuat karena ada suami penawarnya.
- Debat dengan Ortu dan Camer Soal Persiapan Nikah Memang Menguras Emosi
- Hubungan 7 Tahun Ingin Kuakhiri demi Pria Lain, Apakah Ini Egois?
- Untuk Benar-Benar Siap Menikah, Harus Berani Keluar dari Keterpurukan
- Mas Kawin Rp99 Ribu 12 Dolar, Ada Kisah Tak Terlupakan Jelang Pernikahanku
- Menikah di Usia Senja, Bukti Cinta Sejati Selalu Datang di Waktu Terindah