Hai aku Vira. Cerita ini berawal ketika aku menginjak kelas 2 SMA di salah satu sekolah negeri di Bandung. Saat itu umurku terbilang masih sangat muda. Mengenal soal cinta pun baru cinta biasa, namun menjadi tidak biasa ketika aku bertemu salah satu siswa, Rian.
Awalnya aku dapat SMS nyasar yang ngakunya dapet nomor dari gosok produk berhadiah. Hahaha lucu. Ya cowok ini mulai menarik perhatianku hingga komunikasi pun berlanjut dan kita ketemu. Ternyata dia Rian, teman kelas sebelahku. Perawakannya cukup menarik dan bisa dibilang kriteria cowok yang aku suka. Dia mirip seperti vokalis band hits jaman itu, lumayan ganteng, keren, dan menurutku dia pria yang cukup rapi dan sopan.
Semakin lama hubungan kami semakin asyik. Bareng dia pun aku merasa nyaman. Terlebih banyak hal yang sama-sama kami suka. Sama-sama suka musik, sama-sama suka band The Beatles, Janis Joplin, dan lain sebagainya. Suatu hari dia minta aku untuk jadi pacarnya. Tentu aku tidak menolak, bahkan bersyukur karena beruntungnya aku mempunyai pacar yang memang aku ekspetasikan. Banyak hal yang kami lakukan bersama-sama dan untuk satu tahun pertama aku sangat bahagia.
Namun keadaan itu hanya bertahan selama 1 tahun. Rian mulai berubah tidak seperhatian dulu. Intensitas untuk sekadar mengucapkan selamat pagi, atau menanyakan kabar sudah makan atau belum mulai berkurang. Instingku sebagai wanita yang cukup berhubungan lama dengannya mulai mengarah pada orang ketiga.
Cukup sulit untuk mencari apa penyebab itu semua karena memang Rian agak tertutup saat itu. Hingga suatu hari ada kabar dari temanku bahwa dia melihat Rian dan Tania, teman wanita satu sekolah juga sedang jalan berdua di salah satu mall. Sontak di situ aku mulai mencari informasi dan mengarah pada Tania langsung untuk menanyakan apa yang ingin aku ketahui. Ternyata Rian memang sedang mendekati Tania, dan Tania tidak tahu aku masih berhubungan dengan Rian. Tanpa pikir panjang aku pun langsung memutuskan hubungan dengan Rian karena emosi. Rian pun menerima dan dia nampaknya tidak begitu kaget atau sedih seperti aku yang begitu sakit hati dan sulit untuk membiasakan untuk tidak terbiasa tanpa dia. Tapi harus aku coba.
Setahun pertama aku masih belum bisa terima atas berakhirnya hubungan aku dan Rian terlebih kita kerap bertemu setiap hari di sekolah. Kini bukan aku yang biasa berboncengan dengan Rian ketika berangkat atau pulang sekolah. Tidak ada lagi kita yang duduk dibangku depan sekolah dengerin musik 1 headset berdua ketika jam istirahat. Tidak ada lagi janjian di kantin buat sarapan bareng beli bala-bala dan leupeut Bu Ajum atau hal lainnya yang biasa kita lakukan sebelum-sebelumnya.
Selama itu juga aku masih sering stalking aktivitas sehari-hari dia via medsos hingga kedekatan dia dengan beberapa wanita. Ya bukan hanya Tania ternyata. Tidak aneh memang. Rian serasa punya daya pikat yang membuat wanita nyaman berada di dekatnya. Dan selama ini aku merasa salah jatuh cinta hingga aku memaksakan diri untuk membuka hati pada pria lain. Dan kebetulan memang sedang ada cowok yang mendekatiku. Teman satu sekolah juga. Tujuan awalnya hanya satu, agar pikiranku teralihkan untuk tidak selalu memikirkan Rian. Dia Wihardian.
Biar sedikit aku jelaskan mengenai Wihardian. Dia sosok yang sangat bertolak belakang dengan Rian. Rian cukup ekpresif, sedangkan Wihardian sangat kaku. Rian sangat memperhatikan penampilan, sedangkan penampilan Wihardian sangat sederhana. Bayangkan ketika ingin berkenalan dan berjabat tangan denganku saja Wihardian nampak gugup dan bercucuran keringat. Menurut kabar dari teman satu kelasnya, Wihardian memang pendiam dan tidak akrab dengan wanita. Aku pun bertanya-tanya mengapa Wihardian tiba-tiba ingin berkenalan denganku melihat sosok Wihardian yang seperti itu. Entahlah tapi Wihardian mulai mencuri perhatianku sehingga bayangan Rian sedikit demi sedikit mulai berkurang.
Semakin lama kuperhatikan Wihardian cukup berjuang keras untuk menarik perhatianku. Dari yang ketika pulang sekolah dia menunggu di depan gerbang sekolah untuk mengantarku pulang. Atau tiba-tiba mengetuk rumah untuk sekedar memberiku sekotak coklat. Sering kali dia juga meneleponku untuk mengajak makan malam di luar. Ke kafe atau restoran-restoran mewah yang mungkin aku harus menabung uang jajan dulu seminggu agar bisa memesan makanan disana.
Wihardian adalah siswa sederhana yang aku kenal selama ini, namun latar belakang dia ternyata tidak sesederhana penampilannya. Siapa sangka dia anak tunggal salah satu orang penting perusahaan pertambangan di Indonesia. Satu hal yang aku ketahui dan cukup membuatku menarik. Dia mampu untuk lebih dari sederhana tapi dia tak memilih demikian. Ku lihat dia cukup nyaman menggunakan motor tua nya. Baju dan celana sekolah yang gombrang. Atau sepatu dengan merk yang tidak terlalu populer.
Wihardian juga tipikal cowok yang tidak terlalu banyak bicara ketika bertemu. Namun saat berhubungan via sms dia lumayan asik juga. Mungkin dia memang agak sedikit pemalu jika bertemu langsung.
Seiring waktu berlalu dan hubungan kita menjadi lebih intens. Seringkali Wihardian meminta aku untuk menjadi pacarnya namun aku selalu bilang belum bisa karena jujur aku masih teringat Rian. Namun Wihardian tidak pernah menyerah. Dia terus berjuang hingga suatu waktu aku pun mau untuk berpacaran dengannya.
Hubungan kita berlanjut hingga tahun ke-5, dan baru tahun ke-3 aku baru bisa benar-benar untuk tidak memikirkan Rian. Semua perhatian Wihardian mengalihkan semua pikiranku sehingga aku terbiasa hanya dengan Wihardian. Kami menjalani hubungan ini dengan saling memberi dan melengkapi hingga kami pun memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Selama 5 tahun tak banyak yang berubah dari dia, bahkan aku semakin kagum dengan sikap-sikapnya yang terlihat sangat bertanggung jawab, pekerja keras, ulet, dan penyayang. Dan 1 hal yang pasti, selama 5 tahun aku berhubungan dengannya tak pernah sekalipun aku mendengar atau melihat Wihardian berhubungan dengan wanita lain.
Tak pernah terbesit di benak kami untuk berpisah. Kemungkinan berpisah pun sepertinya minim sekali karena memang kita tak pernah mempunyai masalah yang begitu kompleks. Sesekali kita bertengkar hanya karena masalah kecil itu pun Wihardian selalu berusaha memperbaiki keadaan dengan meminta maaf atau memberikan kejutan yang tidak terduga dan aku pun selalu melting dibuatnya.
Hingga tahun ke 5 hubungan kami, kala itu umurku 24 tahun orangtuaku meminta Wihardian untuk mengenalkan aku kepada orang tuanya. Orangtuaku hanya ingin memastikan hubungan aku dengannya mengingat umurku yang sudah siap untuk ke jenjang yang lebih serius. Ya selama 5 tahun berpacaran, aku hanya sekali bertemu orangtua Wihardian dan perlakuannya pun tidak terlalu baik.
Pernah suatu waktu ibu Wihardian tiba-tiba meneleponku dengan perkataan yang agak menyakiti hati. Setelah ku tanyakan pada Wihardian dia menyampaikan bahwa orangtuanya memang agak underestime terhadapku. Dan aku kaget setelah tahu alasan mengapa orangtua Wihardian tak menyukaiku. Karena weton kelahiranku yang tidak cocok dengan anaknya. Aku lahir hari Selasa dan Wihardian Sabtu yang menurut weton itu sendiri hubungan kami akan selalu dipenuhi pertengkaran.
Rasanya semakin tak nyaman menjalani hubungan yang bisa dibilang backstreet. Terlebih disaat posisi aku yang dituntut kepastian akan dibawa kemana hubungan ini. Wihardian selalu meyakinkan aku akan ada saat orangtuanya menyadari bahwa aku tak seperti yang mereka pikirkan. Tapi mengenai kapan akan dibawa bertemu orangtuanya pun aku tak pernah tau. Lagi pula aku memang tak ingin mengusik sesuatu terlebih itu mengenai keyakinan seseorang. Hingga terpaksa aku harus mengakhiri semua karena aku tak ingin mengharapkan sesuatu yang semu.
Wihardian jelas tak terima. Hingga sampailah saat kita saling bersikeras melempar ego masing-masing sampai memicu emosi yang tak terbendung. Siapa sangka Wihardian ternyata sangat emosional. Hingga pada titik emosinya yang memuncak dia terima untuk mengakhiri ini semua dengan syarat aku harus mengembalikan semua barang dan materi yang sudah dia beri selama ini. Aku hanya bisa diam terpaku dan menyampaikan padanya untuk segera pulang. Mengenai materi yang dia minta akan segera aku transfer sampai dia memberi tahuku berapa nominal yang harus aku bayar. Dia pun pergi membanting pintu dan melajukan mobilnya dengan cepat.
Hari semakin berlalu. Dalam keterpurukan aku berusaha untuk menjalani hidup dengan normal. Berusaha untuk tidak menyesali apa yang sudah terjadi. Aku yakin selalu ada rencana yang indah dibalik semua ini.
Sore itu aku mendapat WA dari sahabatku dulu, Gina. Dia mengajakku untuk mengikuti reuni sekolah sembari buka puasa bersama yang diadakan di sekolah. Sebenarnya aku sedikit malas untuk hadir di acara itu. Ada beberapa memori yang tak ingin aku ingat mengenai sekolah terlebih ketika harus menjawab pertanyaan-pertanyaan teman yang tau hubungan aku dan Wihardian. Tapi rinduku kepada sahabat mengalahkan kemalasanku. Hingga aku pun hadir di acara tersebut.
Malam itu ketika perjalanan pulang ke rumah dari sekolah tiba-tiba ada BBM masuk. Kubuka dan betapa syoknya aku. Rian menanyakan kabarku. Dia pun menanyakan mengapa aku buru-buru pulang ketika dia baru datang ke acara tersebut. Aku sama sekali tak menyadari dia datang dan alasan aku pulang pun karena memang lelah.
Dari situ kita pun kembali berkomunikasi. Terlebih dia tahu dari teman-teman bahwa aku dan Wihardian memang sudah tidak bersama lagi. Semula agak canggung tapi karena Rian bukan orang baru lama-lama kita menjadi biasa bahkan menjadi seperti dulu lagi, menyenangkan. Namun kali ini aku jauh lebih awarre terhadap Rian. Yah karena luka itu sedikit masih ada.
Seiring waktu berlalu Rian sempat menyampaikan ingin berhubungan serius denganku menuju jenjang pernikahan. Aku kaget bukan kepalang. Antara senang dan tidak. Bahkan sampai detik itu aku pun belum percaya bahwa kita kembali berhubungan. Aku pun menyampaikan bahwa aku takut melangkah lebih jauh dengannya. Takut terjadi kembali hal yang menambah trauma dalam hidupku.
Rian pun menyampaikan alasan mengapa dia melakukan hal demikian. Dan aku baru mengetahuinya saat itu. 8 tahun yang lalu ketika kita aku dan Rian berpacaran, aku sering datang ke kelasnya untuk sekedar mengobrol dan tentu akrab dengan teman-temannya. Salah satunya Gian.
Diam-diam Gian memang sering memperhatikanku dan mengirimkan sms sekadar menanyakan apa Rian sedang bersamaku hingga tak sadar komunikasi kami pun melenceng dari pembicaraan awal. Ya, suatu hari Gian pernah menyampaikan kepadaku bahwa dia menyukaiku. Hingga entah bagaimana Rian tahu bahwa Gian mendekatiku, sehingga Rian pun berubah terhadapku.
Well, itulah masa-masa sekolah dan saat itu aku pun belum dewasa sehingga sikapku pun aku rasa memang sangat kekanak-kanakan. Dalam proses pasang surut kehidupan hingga menjadi seperti saat ini, aku pun sadar bahwa memang rencana indah itu telah terjadi.
Akhirnya aku pun menikah dengan Rian. Siapa sangka? Aku dan Rian pun tidak.
Btw, Rian lahir hari Senin, menurut weton hubungan akan adem ayem semoga benar yah hehehe.
- Jodoh Sejatiku Datang Saat Aku Sudah Dilamar Orang
- 20 Pemenang Lomba Menulis Februari 2018 'Bukan Cinta Biasa', Congrats!
- Bayiku Sakit Saat Aku Diwisuda, Kuikhlaskan Kelulusan Tanpa Toga
- Terlambat Menikah Jauh Lebih Baik daripada Salah Memilih Pasangan
- Cinta Terhalang Takdir, Calon Suami Meninggal Saat Pernikahan di Depan Mata
(vem/nda)