Sempat Tidak Ingin Hamil Lagi karena Dituntut Punya Anak Laki-Laki

Fimela diperbarui 01 Sep 2018, 19:30 WIB

Aku adalah seorang ibu rumah tangga dengan satu anak perempuan yang sekarang berumur 14 tahun. Jujur sih kelahiran anak perempuanku ini dulunya sempat tidak diinginkan oleh keluarga mertuaku. Dalam pandangan mereka anak laki-laki lah yang dianggap dapat meneruskan garis keturunan, dianggap sebagai penerus usaha mereka yang terbaik. Selalu saja yang terbaik itu pastilah punya anak laki-laki sebagai anak pertama. Lain halnya dengan anak perempuan yang dianggap tidak baiklah, dianggap pembawa sial lah dan sebagainya. Saya heran kok bisa-bisanya ya di zaman yang sudah modern ini masih saja ada pemikiran dari sebagian orang seperti itu.

Dan hal ini pula yang membuat saya mempunyai ketakutan tersendiri bila nanti hamil lagi. Takut kalau nanti yang lahir anak perempuan lagi bagaimana? Entah apa lagi “cap” yang akan keluarga mertua berikan buat saya nanti bila nanti yang lahir anak perempuan. Sementara banyak dari teman-teman, keluarga yang lain juga saling menanyakan hal kapan akan memberikan adik buat anak saya, kapan hamil lagi, sementara mereka tidak tahu apa yang sedang saya pergumulkan.



Bagaimana tidak, masalah jenis kelamin adalah mutlak kedaulatannya Tuhan, mau menciptakan laki-laki atau perempuan. Lantas apakah saya ini Tuhan begitu? Yang dapat dengan mudah menciptakan anak laki-laki atau perempuan sesuai kehendak saya? Jadi, tolonglah stop untuk bertanya kepada saya kapan hamil lagi, kapan punya anak lagi, ini kakaknya sudah cewek, nanti adiknya cowok ya? Oh My God.

Belum hamil aja saya sudah pusing duluan mendengar hal-hal seperti ini. Stres saya memikirkan hal tersebut. Sekali lagi saya bukan Tuhan yang dapat menentukan jenis kelamin seorang anak dalam rahim saya, dikasih anak pun harusnya saya udah bersyukur eh kok malah nuntut Tuhan macem-macem dengan mendikte Tuhan untuk ngasih anak laki-laki.



Cukup lama saya memutuskan untuk tidak hamil lagi. Udah stres duluan, padahal ibu hamil dilarang stres supaya perkembangan janin tidak terganggu. Akhirnya saya dan suami berusaha mencari info, bila dari segi medis hal-hal apa saja yang bisa kami lakukan untuk dapat mempunyai bayi laki-laki. Ya, namanya juga usaha. Jadi kami sempat bertanya-tanya ke dokter kandungan untuk hal ini, sebelum saya memutuskan untuk hamil. Namun masih tetap harus digarisbawahi bahwa kepasrahan kita kepada Tuhan harus tetap yang utama. Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari apa yang kita doakan dan kita pikirkan. Dan akhirnya saya pun hamil anak yang kedua, dengan tetap berharap dan berserah akan kehendak-Nya atas kesehatan dan keselamatan bayi yang saya kandung ini juga buat jenis kelamin anak saya ini.

Dan hari untuk bersalin pun tiba. Deg-degan juga kami dibuatnya. Namun saat itu saya yang merasakan sakitnya menjelang persalinan benar-benar sudah tidak memikirkan lagi mau laki apa perempuan terserah. Terserah kehendak Tuhan, yang penting sudah berusaha.



Cukup lama kontraksi, kurang lebih 28 jam dari pembukaan kedua sampai lahirnya. Bahkan sempat ada drama hendak dioperasi dikarenakan di jam yang ke-22, masih belum ada tanda-tanda hendak melahirkan, karena masih bukaan 4. Dan bila masih belum ada perkembangan akan dioperasi.

Kembali kami berserah kepada Tuhan, supaya yang terbaik saja yang akan diberikan kepada kami. Dan setelah itu proses pembukaan cepat sekali hingga akhirnya pukul 03.15 dini hari lahirlah anak kami dengan sehat dan selamat. Dan inilah jawaban doa kami bahwa anak kami laki-laki. Syukur kepada Tuhan yang telah mengaruniakan anak laki-laki kepada kami.

Saya yakin bukan karena kita sudah menerapkan apa yang dokter kandungan instruksikan namun saya percaya bahwa Tuhan lah yang memegang penuh kedaulatan atas jenis kelamin anak yang saya kandung. Kiranya kita tetap bersandar dan berserah kepada-Nya, apapun pergumulan yang sedang kita hadapi, kita akan mampu menghadapinya bila kita berharap dan bersandar penuh kepada-Nya.




(vem/nda)
What's On Fimela