Meski Tak Siap Hadapi Cobaan, Selalu Ada Pilihan untuk Bertahan

Fimela diperbarui 27 Agu 2018, 11:30 WIB

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini.

***

Bulan Agustus selalu identik dengan peringatan 17 Agustus atau hari kemerdekaan Indonesia. Hari kemerdekaan tersebut selalu mengingatkan kita kepada para pahlawan yang telah gugur. Pahlawan yang telah berjuang mati-matian untuk kemerdekaan Indonesia.

Mengingat kata pahlawan otak kita selalu tertuju pada seseorang yang rela berkorban, berjuang mati-matian untuk memperjuangkan suatu kemerdekaan. Kemerdekaan sendiri bermakna bebas, lepas, dan tidak terjajah lagi. Untuk zaman sekarang, bukan lagi perang dunia seperti pengeboman atau tembak-tembakan yang terjadi. Tapi perang terhadap kehidupan yang sedang dialami diri sendiri. Pahlawan yang paling berjasa dalam hidupku saat ini adalah mamaku. Dia adalah sosok yang sangat kuat.



Berawal dari kepindahanku di Pulau Jawa tahun 2000. Mamaku adalah seorang ibu rumah tangga, dan ayahku adalah seorang TKI di Malaysia. Aku mempunyai dua kakak laki-laki yang saat itu masih menduduki sekolah dasar. Saat kepindahan rumahku dari Banjarmasin ke Jawa, ayahku memang memutuskan untuk bekerja sebagai TKI di Malaysia. Berdasarkan kontrak kerjanya, ayahku hanya bisa mengambil cuti setiap tahun sekali. Jika ayahku mengambil cuti satu tahun sekali, maka ayahku hanya bisa di rumah selama 2 minggu, sehingga ayahku mengambil cuti dua tahun sekali agar bisa berada di rumah selama satu bulan. Mamaku pun menyetujuinya.

Semenjak ayah kerja sebagai TKI di Malaysia, mama yang mengurus keluarga sendiri tanpa bantuan siapa pun. Mama merangkap dua pekerjaan sekaligus, baik sebagai ayah dan sebagai ibu. Mama yang mengurus sekolahku dan kakak-kakakku, mengurus pekerjaan rumah, mengurus keuangan, mengurus kegiatan di rumah (seperti kumpulan warga, kerja bakti, dan sebagainya). Saat itu aku masih terlalu kecil untuk mengetahui semua hal yang dirasakan mama. Aku belum bisa berbuat apa pun, yang aku tahu hanya bermain bersama teman-teman baruku. Kakakku pun begitu, mereka juga belum mengetahui apa yang dirasakan mama, karena mama pun tak pernah mengeluh melakukannya. Mama selalu tersenyum dan penuh semangat dalam melakukan semua tugas tersebut.

Waktu berlalu begitu cepat. Aku sudah lulus sekolah dasar dan akan memasuki SMP, kakakku yang kedua lulus SMP dan akan masuk ke SMA, dan kakakku yang pertama lulus SMA dan akan memasuki perguruan tinggi. Cobaan menimpa keluargaku. Saat itu ayah sedang cuti selama satu bulan dan pada minggu ketiga ayah sudah bersiap membeli tiket untuk kembali ke Malaysia lagi. Kakakku yang pertama mengantar ayah pergi membeli tiket pesawat, karena pada saat itu belum ada penjualan tiket secara online. Di tengah perjalanan, ada sebuah mobil angkot menabrak motor yang dinaiki kakakku dan ayahku. Kaki ayahku patah, kakakku luka-luka, dan motornya pun rusak.



Situasi saat itu sangat kacau. Ayah masuk rumah sakit, biaya pengobatan mahal, dan orang yang menabrak ayah pun berasal dari keluarga yang tidak mampu sehingga saat itu dia tidak bisa menyumbangkan dana. Mama mengeluarkan seluruh uangnya untuk pengobatan ayah. Saat itu ayah harus dioperasi, tapi keluarga ayah tidak mengizinkannya. Keluarga ayah meminta agar ayah diberi pengobatan alternatif. Akhirnya mama pun menurutinya. Mama tidak ingin terjadi perdebatan panjang karena pikiran mama saat itu kacau. Keluarga ayah pun mengatakan kalau pengobatan alternatif hanya memerlukan waktu satu bulan untuk kesembuhan ayah dan lebih menghemat biaya.

Singkat cerita, pengobatan ayah tidak sembuh-sembuh selama enam bulan lamanya. Mama bingung, sangat bingung akan mencari uang ke mana lagi untuk biaya makan. Kakakku yang pertama dengan terpaksa bekerja sebagai buruh pupuk di rumah tetanggaku dengan gaji Rp300.000 per bulan.

Mama dengan terpaksa merelakan kakakku untuk bekerja karena saat itu keluargaku tidak mempunyai uang sedikit pun. Saat itu, aku benar-benar melihat perjuangan mama yang sangat berat. Aku melihat wajah mama yang tidak seperti dulu lagi. Tidak ada senyum di wajahnya. Tidak ada canda dan tawa di dalam keluargaku, yang ada hanya kepanikan, kekhawatiran, dan keprihatinan.



Mama saat itu sendirian tanpa bantuan siapa pun karena ayahku berada di rumah orang tuanya. Ayah tidak boleh pulang sebelum ayah benar-benar sembuh. Jadi, mamaku yang berjuang mati-matian agar aku dan kakakku bisa melanjutkan sekolah, dan agar aku dan kakakku bisa makan. Uang yang ada sebisa mungkin harus cukup. Itulah pengorbanan mama. Sejak awal mama selalu berjuang sendiri mengurus aku dan kakak-kakakku.

Cobaan itu sangat terasa, sampai di umurku yang masih kecil pun aku bisa merasakannya. Tapi mau gimana lagi, artinya Tuhan menyayangi keluargaku. Tuhan sedang memberikan cobaan kepada keluargaku, dan keluargaku membuktikan kepada Tuhan bahwa keluargaku bisa melewati cobaan itu. Karena keluargaku juga yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya di luar batas kemampuannya. Kuncinya adalah hanya sebuah kesabaran.

Setelah ayah sembuh, ayah memutuskan untuk kembali lagi bekerja di Malaysia. Akan tetapi, dengan gaji awal bekerja, bukan gaji sebelum ayahku kecelakaan. Ayah dan mama tidak keberatan dengan itu. Mama tetap bersyukur, akhirnya mama bisa mencicil hutang yang selama itu dipinjam dan untuk membayar sekolah. Setelah satu tahun kemudian, keadaan keluargaku kembali normal.

Semenjak cobaan yang menimpa ayah, aku baru sadar mama adalah sosok pahlawan yang ada dalam hidupku. Sosok pahlawan yang tidak pernah berhenti berjuang untuk kebahagiaan dan pendidikan anak-anaknya. Sampai sekarang pun, mama masih mengurus keluarga sendiri.



Mama tak pernah meminta bantuan saudara atau siapa pun. Mama berjuang sendiri. Semenjak aku sudah besar, mama sering bercerita kepadaku tentang perasaannya, tentang perjuangannya, tentang masa lalu keluargaku. Dari situ aku merasa, aku harus menemani mama, aku harus selalu ada di saat mama butuh. Mungkin karena aku anak cewek satu-satunya jadi mama hanya bercerita kepadaku.

Dulu, mama tidak pernah bercerita kepadaku tentang isi hatinya karena aku belum cukup umur, belum mengerti masalah orang dewasa. Aku sempat meneteskan air mata ketika mendengar cerita mama, dan aku berjanji akan membahagiakan mama. Aku akan menjadi orang yang sukses agar perjuangan mama selama ini tidak sia-sia.

Dari mama aku banyak belajar, kita harus berjuang, kita harus rela mengorbankan apa pun untuk memperoleh kemerdekaan. Sejatinya hidup, pasti kita akan diberikan cobaan. Siap atau enggak kamu harus melewatinya. Kamu tidak boleh menyerah sebelum kamu merdeka, sebelum cobaanmu selesai. Walaupun cobaan itu selalu ada, tapi dari setiap cobaan menjadikan kita semakin kuat, dan menjadikan kita manusia yang tidak boleh jatuh pada lubang yang sama atau belajar dari pengalaman atau masa lalu.

Mama, aku mencintaimu. Sungguh.




(vem/nda)