Setelah Cerai, Kulepas Karier Cemerlang demi Buah Hati Tercinta

Fimela diperbarui 24 Agu 2018, 09:30 WIB

Demi yang paling kita cintai, kita bisa rela mengorbankan sesuatu yang paling berharga di hidup kita. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Membuat sebuah pengorbanan jelas bukan hal yang mudah

***

Seorang pejuang dikatakan pahlawan saat dia berjasa untuk negaranya. Seorang guru dikatakan pahlawan karena jasanya mencerdaskan bangsa. Lalu seorang biasa seperti kita kapan bisa di bilang pahlawan? Tanpa sadar, saat menjadi manusia segala sesuatu yang kita lakukan termasuk sebuah pengorbanan. Menjadi orangtua contohnya.

Saat menjadi seorang ibu, pengorbanan paling nyata adalah waktu. Sebagai ibu yang juga berkarier banyak waktu terkorbankan tanpa di sadari. Jangankan sekadar ikut nongkrong bersama teman, menyenangkan diri sendiri pun makin tak ada waktu.

Ingin rasanya ikut duduk bersama minum cappucino hangat di kafe yang sedang tren. Ingin ikut merasakan bikin hashtag di Instagram seperti teman teman. Memberi waktu menyenangkan diri sendiri ke salon juga rasanya sulit dilakukan. Tapi semua terbayar saat menyaksikan bagaimana tumbuh kembang buah hati kita. Buat saya waktu bersama anak lebih berkualitas daripada harus mengeluarkan uang membeli secangkir kopi dan duduk tanpa obrolan yang jelas.



Saat anak saya berumur 4 tahun, saya dan suami memutuskan bercerai atas konflik yang berkepanjangan. Saat itu saya berusaha menjalani pekerjaan dan menjadi ibu tunggal untuk putri saya. Pekerjaan saya dalam kondisi sangat baik. Insentif yang saya dapatkan cenderung meningkat tiap tahunnya .

Sebagai ibu tunggal, saya merasa sangat baik. Namun rasanya ada sesuatu yang mengganjal dalam hati saya. Tingkat tantrum anak saya naik saat bersama saya. Sikap dan sifatnya berubah. Psikolog anak menyarankan saya lebih meluangkan waktu bersama anak saya.



Banyak yang harus dipikirkan. Melepas pekerjaan bukan soal mudah. Tapi demi anak, saya mengajukan pengunduran diri ke kantor. Atasan sedikit keberatan awalnya, karena wacana kenaikan jabatan yang pernah dibahas sebelumnya. Tapi saya berpikir anak saya lebih penting daripada hanya sebuah jabatan.

Kini saya hanya bekerja sebagai marketing freelance sebuah perusahaan. Walaupun penghasilan saya jauh lebih sedikit dibanding sebelumnya, namun saya lebih banyak waktu bersama anak saya. Dan sikap anak saya kembali membaik, dan bahkan tetap membanggakan. Lega rasanya bisa menemaninya di usia ke emasannya.

Menyesalkah meninggalkan karier di saat terbaik saya? Tidak. Karena saya percaya pengorbanan adalah ujian tertinggi dari Tuhan agar umat-Nya ikhlas dan percaya bahwa apapun adalah asal izin-Nya. Bahwa sesuatu dikorbankan untuk mendapatkan hal yang lebih baik ke depannya. Dan sebuah karier yang kita tinggalkan tak berarti apa-apa dengan hadiah dari Tuhan yaitu anak kita.

(vem/nda)