Luasnya Samudra Hati Ibu Mertua yang Tulus Menerima Kekuranganku Apa Adanya

Fimela diperbarui 20 Agu 2018, 19:30 WIB

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Seorang pahlawan bisa berasal dari siapa saja yang membuat pengorbanan besar dalam hidupnya.

***

Bicara soal pahlawan, aku amat kagum dengan seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan suamiku. Ya, ibu mertua. Seperti agak anti mainstream, ya? Tapi begitulah. Ibu mertuaku yang kupanggil "Ibuk" adalah seorang wanita yang luar biasa. Hubungan kami sangat akrab, tidak semenyeramkan cerita di serial televisi yang seringkali mendeskripsikan perselisihan antara mertua dan menantu.

Ibuk adalah orang yang sederhana dan berasal dari keluarga sederhana pula. Pekerjaan utamanya berdagang di pasar. Setiap hari melawan panasnya matahari, debu, dan hujan dengan perlengkapan seadanya. Ibuk tidak pernah mengeluh, terbiasa sendiri sehingga seberat apapun ujian dirasa biasa saja. Ibuk pernah hidup di perantauan.



Sejak usianya masih dua puluhan, ibuk sudah hidup sendiri. Ayah mertuaku meninggal dunia pada kecelakaan tragis. Kejadian itu sempat mengguncang hatinya hingga Ibuk terpuruk berbulan-bulan. Untungnya ibuk masih punya semangat hidup hingga kehidupan terus membaik hingga detik ini.

Seorang ibu akan rela mengorbankan apapun demi anaknya. Pun Ibuk, dengan segenap kemampuannya berjuang untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang salah satunya menjadi suamiku. Beliau berhasil membentuk karakter anak yang bertanggung jawab, pengertian, dan penyayang. Ibuk sukses memerankan takdirnya menjadi seorang ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Kesabarannya seperti tanpa tepi, mengedepankan syukur di atas segalanya. Pahit manis tetap disyukuri.

Bagiku, ibuk lebih dari seorang pahlawan. Aku adalah Orang dengan Lupus (Odapus). Penyakit ini membuatku istimewa, terbatas, dan tidak mampu berperan seperti wanita pada umumnya. Tentu hal itu menjadi ketakutan terbesar saat ada seorang pria yang akan mengenalkan keluarganya.



Memori tentang ibuk, aku mengenalnya dari sebuah pertemuan di suatu senja. Kami pergi bersama, saat itu aku masih berstatus teman dekat suamiku. Aku 'buka kartu' bahwa aku bukanlah menantu yang bisa dibanggakan. Dalam tubuhku terdapat sakit kronis, menahun, tetapi ibuk menerimaku apa adanya.



Tanpa syarat sedikitpun, ibuk justru menyayangiku seperti menyayangi anaknya sendiri. Kami terhanyut dalam suasana haru karena ucapan ibuk yang begitu sejuk, "Ibuk punya kekurangan, kamu juga. Kalau ibuk bisa terima kekuranganmu dan kamu terima kekurangan ibuk, masalahnya selesai, kan?" Sederet kalimat yang sangat simpel, tapi mengena. Tak banyak seorang ibu yang merelakan anaknya menikahi perempuan penyakitan. Aku membuktikannya sendiri.

 



Reaksi demi reaksi muncul, tapi ibu bersikukuh menerimaku. Aku seperti dihujani kasih sayang. Ibuk siap berdiri di garda terdepan jika ada orang yang berani menyakitiku, termasuk suamiku.



Pahlawan bukan sekadar bersikap heroik saja, melainkan mampu mengorbankan ego untuk sebuah kasih sayang tulus juga merupakan sebuah sifat kepahlawanan. Tak sedikitpun ibuk menuntut suamiku untuk menomorsatukan beliau. Justru aku yang selalu diutamakan. Aku cinta ibu mertuaku seperti halnya aku mencintai ibu kandungku. Imbas positifnya, setelah menikah aku mampu hidup lebih sehat hingga mencapai puncak remisi dan lepas dari terapi obat.




(vem/nda)