Haruskah Jadi Orang Kaya Dulu Agar Cinta Bisa Saling Memiliki?

Fimela diperbarui 20 Agu 2018, 18:45 WIB

Saya seorang wanita umur 24 tahun status karyawan dan mahasiswi, saya memulai hubungan dengan seorang pria berumur 29 tahun seorang auditor, mahasiswa S2, seorang penyayang dan penuh kasih, the good thing is I love his head without hair. I love that he looks very smart.

Kami memulai hubungan (pacaran) dari tanggal 1 Desember 2017, PDKT kami sangat singkat, ketemu 3 kali ditembak jadi pacar, ketemu 5 kali diajak ke acara keluarga, dan doi sangat serius menjalin hubungan dengan saya dan saya tahu itu. Bahkan doi bilang langsung ke keluarganya kalau doi akan menikahi saya. Tapi ternyata kesenangan kami bukan kesenangan keluarga doi



Masalah berawal dari ketika doi bilang akan menikahi saya langsung di block keluarganya (terutama Mama dan kakaknya). Berjalan seminggu hal ini doi sembunyikan dari saya, tapi mungkin memang kehendak Tuhan mau saya tahu, malam itu saya buka WA doi dan tidak sengaja terbaca chat masuk dari kakaknya, yang berisi kata-kata yang sampai sekarang tidak bisa saya lupakan

“Kamu jangan serius dengan Selvi, jangan menikah dengan dengan Selvi, saya tidak setuju, kamu pikir-pikir lagi dan cari yang lain, cari yang sepadan dengan kamu, cari yang ekonominya seimbang, jangan takut diinjak mertua nanti saya yang akan pasang badan.” FYI, kakaknya seorang dokter kandungan.



Tanpa saya sadari saat itu juga air mata saya bercucuran tidak henti, rasanya campur aduk, sedih tapi tak bisa saya ungkapkan, hanya bisa nangis dan nangis.

Seminggu setelah kejadian tersebut doi bilang ke saya akan terus berjuang bersama dan kita sepakat.

Seiring berjalannya waktu perlahan-lahan saya merasakan ada yang berubah, perubahannya bukan yang seperti saya inginkan, yang dulunya telepon tiap malam saling ingin tahu kegiatan yang sudah di lewati masing-masing apa, ucapan selamat malam selamat tidur, mulai  perlahan–lahan hilang.

Sampai tiga bulan saya merasa hubungan kami bukan tambah baik tapi malah tanpa jauh. Doi jadi tidak perhatian lagi, cuek, sebulan hanya telepon dua kali, bahkan bisa tidak ketemu satu bulan dengan berbagai alasan kesibukan, dan alasan doi selalu bilang karena tidak bisa bukan tidak mau ketemu. Ketika saya minta jelaskan kenapa tidak bisa ketemu doi tidak bisa jawab dan hanya balas, "Hm... ."



Ini sangat membuat saya frustasi, depresi, kebawa pikiran tiap saat, mood berubah-ubah, saya berdoa sampai berkonsultasi dengan psikolog. Dan akhirnya saya memberanikan diri untuk bilang udahan dan jawaban doi hanya, "Ya sudah kalau itu yang terbaik."

Saya sedih ternyata saling sayang dan saling cinta bukan jaminan untuk dapatkan kebahagiaan. Mau bagaimana berjuang tapi kalau sudah berkaitan dengan keluarga ternyata sangat sulit, yang dari sayang ingin memiliki bisa berubah jadi bukan siapa-siapa.

Saat seseorang berkata bahwa mencintai saja sudah cukup, sudah dapat dipastikan kalau dia adalah seorang pengecut. Seorang pengecut tidak akan berani mendapatkan sesuatu yang mereka anggap tidak mungkin. Dia menganggap bahwa mencintainya saja sudah membuat dirinya bahagia. Namun, bagaimana mungkin kita bisa bahagia, saat kita tidak bisa memiliki orang yang kita cintai?

Saya percaya tidak ada satu orang pun di muka bumi ini yang merasa bahagia saat mereka tidak bisa memiliki orang yang mereka cintai.

Mereka yang saling mencintai namun tidak bisa bersama, selalu mempekerjakan otaknya untuk berimajinasi. Karena dengan berimajinasi, mereka bisa selalu bersama.


Begitu juga dengan saya ketika sedang sendiri bisa tiba-tiba muncul bayangan dia, berpikir kembali kenangan dulu pertama kali ketemu, lembutnya tangan dia menggandeng tanganku, bagaimana kami lewati hari, bagaimana rasa menggebu nya cinta kami, bagaimana rasanya disayangi dan menyayangi, rasanya ketemu saja sudah senang.

Namun, berimajinasi pun tidak cukup buat saya untuk melepas rindu. Pada akhirnya tetap kami tidak bisa bersama.

Sekarang saya lebih banyak menghabiskan waktu luang untuk tidur. Harapan dari tidur yang saya lakukan, sudah dapat ditebak. Saya ingin bertemu dan duduk bersebelahan, bertukar cerita di dalam mimpi. Meskipun hanya dalam mimpi, setidaknya saya bisa merasa saling memiliki satu sama lain seperti dulu.

Orang yang saling mencintai dan menyayangi, namun tidak bisa saling memiliki, mempunyai harapan yang sama. Mereka berharap orang yang dicintainya selalu bahagia. Tapi pada nyatanya, mereka sama-sama saling merasa sedih saat satu di antara mereka bahagia bersama orang lain.

Cinta memang bukan sekadar memiliki. Namun, layaknya kita memiliki orang yang kita cintai. Saat mata tidak bisa melihat, kita masih punya telinga untuk mendengar. Saat telinga tidak bisa mendengar, kita masih punya hati untuk merasakannya. Mungkin karena itulah mengapa Tuhan menciptakan hati untuk kita, agar bisa merasakan kasih sayang dari orang yang kita cintai.

Dia yang berusaha keras untuk mendapatkan orang yang dicintainya, akan mengubah duri-duri kaktus menjadi benang sutra. Tapi mau kaktus jadi benang atau tetap duri, sampai saat ini kami tetap tidak bisa bersama, antara kami yang saling memeluk kaktus, atau hanya saya yang memeluk kaktus. Saya tidak tahu dan mungkin dia juga tidak tahu.






(vem/nda)
What's On Fimela