Pengorbanan Seseorang Bisa Mengubah Keseluruhan Jalan Hidup Kita

Fimela diperbarui 14 Agu 2018, 13:00 WIB

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Seorang pahlawan bisa berasal dari siapa saja yang membuat pengorbanan besar dalam hidupnya.

***

Menyebutkan kata pahlawan, mungkin mengingatkan sebagian besar orang pada kata pengorbanan. Pengorbanan punya konsep yang luas sekali, dan muncul dalam berbagai bentuk kehidupan yang dijalani oleh kita. Seperti pengorbanan-pengorbanan yang terjadi dan kualami dalam hidup. Mama adalah orang pertama yang kupikirkan saat mendengar kata pengorbanan.

Di awal pernikahannya dengan ayah, mama pernah mengalami hal tragis yang sungguh tidak sanggup aku bayangan akan mampu kuhadapi bila hal tersebut menimpaku. Saat itu, mama dan ayah baru saja memilikiku sebagai putri pertama mereka setelah menikah kurang lebih 2 tahun dan sebelumnya mama sempat mengalami keguguran.

Bila bagi hampir setiap orangtua baru memiliki anak adalah anugerah dan kebahagiaan yang luar biasa mereka syukuri, sepertinya tidak begitu dengan keluarga ayah. Memiliki seorang bayi lucu dengan kulit kemerahan (baca: aku) saat itu tidak membuat nenek dari pihak ayah dan saudara-saudaranya berubah lebih menghargai mama sebagai bagian dari keluarga mereka. Entah kebencian yang mereka miliki pada mama berlandaskan apa, yang pasti pernikahan ayah dan mama bukanlah pernikahan tanpa restu, bahkan pernikahan tersebut terjadi karena perjodohan yang dilakukan para tetua dari keluarga mereka berdua.



Kebencian dan perbuatan tidak menyenangkan mereka bukan halangan besar bagi mama yang saat itu sudah memantapkan niat akan menjalani peran sebagai istri dengan sebaik-baiknya. Hanya saja, keteguhan niat mama diuji saat menjelang ulang tahunku yang pertama, ayah membawa mama pulang ke kampung halaman mereka di pulau seberang.

Kepulangan itu ternyata memiliki maksud tersembunyi, ayah berniat ‘mengembalikan’ mama pada keluarganya tanpa berdiskusi dengan mama terlebih dahulu. Pihak keluarga mama yang kaget saat mendengar maksud ayah menangis dan mempertanyakan pada mama masalah apa yang sebenarnya terjadi. Mama yang memang merasa tidak ada masalah fatal yang berarti dalam rumah tangganya, terlebih di saat mereka baru saja memilikiku yang saat itu bahkan belum genap berusia satu tahun, merasa sakit hati dan hancur mengetahui ayah bermaksud meninggalkan dirinya dan aku di kampung halaman mereka.

Sebagai seorang wanita yang baru menikah, tentu saja ego dan perasaan mama tidak dapat menerima apa yang ayah lakukan, terlebih dengan kondisi di mana aku sudah telanjur hadir di antara mereka. Mungkin, seandainya penduduk di kampung tidak sebegitunya memberikan penilaian miring terhadap wanita yang bercerai atau berstatus janda, dan juga kalau saja bukan karena memikirkan nasibku yang saat itu bahkan masih terlalu kecil untuk mengetahui nasib buruk yang akan terjadi padaku seandainya perpisahan itu terjadi, mungkin, jika bukan karena dua hal itu, terutama karena memikirkan diriku, mama akan menerima keinginan ayah dengan lapang dada walau itu menghancurkan hatinya.

Tapi sebagai seorang ibu yang ingin memberikan masa depan yang terbaik untuk anaknya, keinginan kuat seorang ibu yang akan melakukan apapun untuk memastikan anaknya tumbuh besar dalam rumah yang hangat dengan orangtua yang utuh membuat mama menahan semua rasa sakit dan malu serta menelan bulat-bulat semua penghinaan yang dilontarkan keluarga ayah saat akhirnya memutuskan kembali bersama ayah ke Bandung, kota tempat ayah membawa mama merantau tepat setelah mereka menikah.



Keputusan mama mengorbankan perasaanya, menguatkan hatinya yang hancur, semua itu demi membuatku tumbuh sebagai anak yang bahagia dan tidak merasa malu karena menyandang label sebagai anak broken home. Pengorbanan yang akhirnya terus mama lakukan sampai kedua adikku lahir, sampai kami beranjak dewasa dan sampai saat ini, di mana masing-masing dari kami memasuki usia yang cukup untuk dapat bertanggung jawab pada hidup kami sendiri. Pelajaran yang kudapat dari kisah mama itulah yang membuatku bertekad untuk menjadi perempuan kuat dan tangguh serta tidak egois dalam menjalani hidup.

Di usiaku yang sudah bukan remaja lagi, aku bertemu dengan seorang lelaki yang teramat menyayangiku. Pria ini sedari awal berusaha begitu kerasnya untuk sekadar dekat denganku yang memang cukup membatasi diri untuk hubungan yang lebih dari sekadar pertemanan dengan lawan jenis.

Hubungan kami terjalin juga karena rasa tidak tegaku melihat kebaikan hatinya. Hubungan yang kuakui berlandaskan hal yang salah itu, setidaknya dari pihakku, lambat laun berkembang menjadi hubungan serius yang berlandaskan rasa saling menyayangi. Sebagai perempuan, aku tidak akan mengingkari betapa perhatian, kesabaran, kebaikan hati dan rasa sayang nya padaku akhirnya membuatku luluh dan mampu mencintainya dengan tulus. Terlebih sedari awal hubungan ia berterus terang dengan niatnya yang tidak hanya ingin menjadikanku sekedar kekasih, ia memintaku memikirkan kemungkinan untuk menghalalkan hubungan kami kelak.

Menjalani hubungan serius dengannya adalah keputusan terbesar dan paling berisiko dalam hidupku. Selain karena perbedaan di antara kami yang membuat orangtuaku tidak merestui kami, kondisi pekerjaannya yang di mata kedua orangtuaku belum cukup mapan membuat hubungan kami begitu berat. Tapi niatannya yang tulus dan rasa optimisnya terhadap masa depan yang mungkin kami miliki membuatku mau berusaha berjuang bersamanya seberapa pun berat dan melelahkannya perjuangan kami.



Hingga memasuki tahun ke-4 hubungan kami, dia mendadak memutuskan untuk mengubah hubungan kami menjadi pertemanan saja. Keputusannya yang mendadak di suatu pagi itu ternyata merupakan bentuk pengorbanan terbesar yang dapat dia lakukan untukku.

Jauh setelahnya aku baru mengetahui semua drama penuh air mata karena putusnya hubungan kami itu dia lakukan untukku, demi kebahagiaanku, demi masa depanku yang ia harap kelak dapat menjadi lebih baik tanpanya. Memang dia sangat memahami betapa beratnya berjuang dengannya selama ini meski aku tidak pernah mengeluh sekalipun.

Selain kesibukanku bekerja sambil kuliah sehingga aku bahkan tidak pernah menikmati libur di hari Minggu, kesehatanku yang sering terganggu karena jam istirahat yang memang sangat minim, serta hubungan kami yang tak kunjung mendapat restu juga tuntutan tersirat dari kedua orangtuaku membuatku stres dan kondisiku semakin buruk.

Bermaksud meringankan kesulitanku, ia memutuskan mengakhiri semua perjuangan kami. Tentu ada masa di mana aku merasa kecewa dan dibohongi, tak mempercayai alasan di balik tindakannya. Tapi sungguh, seiring berjalannya waktu, bahkan saat memasuki tahun ketiga berakhirnya hubungan kami dia masih juga tidak berniat mencari penggantiku. Sampai saat ini sosoknya masih menjadi pemberi semangatku dalam menjalani hidup yang dari waktu ke waktu terasa semakin berat.

Melalui mama dan dia, Tuhan menunjukkan padaku betapa aku sangat dicintai. Sebegitu berharganya diriku bagi orang-orang terdekatku sampai membuat mereka mampu melakukan pengorbanan yang besar, entah itu menahan semua rasa sakit selama bertahun-tahun atau melepaskan usaha dan harapan yang telah lama dijalani.

Aku percaya, setiap kita yang peduli dan menyayangi orang-orang terdekatnya pasti pernah melakukan pengorbanan untuk orang lain, besar ataupun kecil, disadari ataupun tidak. Karenanya, bagiku pahlawan bukan cuma mereka yang secara nyata berjuang dan menumpahkan darahnya demi negara tercinta, tetapi juga mereka yang tulus ikhlas berkorban demi orang lain.

Seperti mama dan dia, yang mengubah keseluruhan jalan hidupku karena pengorbanan mereka. Menjadi pahlawan dalam kisah perjalananku.

(vem/nda)