Dilema Ibu Bekerja, Berangkat ke Kantor dengan Berlinang Air Mata

Fimela diperbarui 25 Jul 2018, 10:15 WIB

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Sejak menikah 11 tahun yang lalu, saya selalu bermimpi untuk menjadi ibu rumah tangga yang full mengurus anak-anak. Cita-cita saya adalah menjadi seorang ibu rumah tangga yang berpenghasilan bukan dari bekerja full di kantor. Walaupun aku berijazah sarjana, karier bagus, tapi itu tetap membuat saya belum sempurna. Mengapa? Karena saya meninggalkan dua anak di rumah dengan asuhan asisten rumah tangga.

"Lantas mengapa kamu tidak berhenti saja dari pekerjaanmu sekarang?" itulah yang menjadi pertanyaan saudara, kerabat, teman, tetangga yang mereka tidak mengetahui isi rumah tanggaku. Mereka seperti membeli buah-buahan, bagus di luar, tidak tahu di dalamnya seperti apa. Begitulah mereka menilai.



Saya adalah seorang wanita yang terdidik mandiri sejak kecil. Ayah dan ibu selalu mengajarkan kemandirian kepadaku, dan hal ini terbawa sampai saya berumah tangga. Awal berumah tangga, sekitar setahun kami menjalaninya, suami saya mengundurkan diri dari perusahaan tempat beliau bekerja, karena sesuatu hal yang prinsip yang tidak bisa saya sebutkan. Akhirnya beliau menganggur selama kurang lebih delapan bulan. Selama itu pula saya menjadi tulang punggung tunggal dalam keluarga. Tabungan habis, bahkan saya memiliki utang.

Setahun berikutnya suami saya sudah mengawali pekerjaan barunya, tentu dengan gaji yang belum cukup, tetapi saya tetap menerima, apapun keadaannya, berapapun uang yang dikasihkan kepada saya, saya terima dengan ikhlas, karena saya yakin rezeki dari Allah tidak akan tertukar. Mungkin Allah memberikan rezeki lebihnya kepada saya belum kepada suami saya.

Beberapa tahun kemudian, suami saya sudah mulai lancar dalam pekerjaannya. Dan sempat saya utarakan untuk mengundurkan diri di kantor, untuk mengurus anak-anak saja di rumah supaya anak-anak lebih terawat dengan baik. Dan beliau membolehkan jika saya mau mengundurkan diri. Ternyata Allah berkehendak lain. Grade saya naik karena prestasi, yang merujuk akan kenaikan gaji, fasilitas, dan tunjangan pendidikan, kesehatan dan masih beberapa lagi. Bersamaan dengan itu, suami akan dipindahtugaskan keluar pulau, waktu itu ke Kalimantan untuk waktu yang tidak terbatas. Jika suami saya tidak berkenan, beliau harus resign dari kantornya.



Akhirnya kami minta pendapat kepada orangtua kami, baik dari saya maupun dari suami. Seperti yang kami kira sebelumnya, orangtua kami tidak berkenan jika suami saya harus pindah ke luar pulau, dan akhirnya suami resign kembali. Menganggur lagi dalam kurun waktu enam bulan, dan itu membuat saya putus asa, kapan saya bisa memulai mengurus anak-anak jika kondisi kami seperti ini?

Pertanyaan kapan jadi ibu rumah tangga, kapan kamu berhenti kerja dan urus anak-anak, sampai kapan kamu mengejar karier, itu selalu ada di telinga, apalagi jika anak-anak lagi sakit, dan waktunya bersamaan dengan meeting di kantor yang tidak boleh ditinggalkan. Sesak rasanya dada, berangkat ke kantor dengan berlinang air mata, karena saya tidak punya pilihan lain.



Sejak itu saya selalu berusaha meyakinkan suami, kalau jika suatu saat saya harus berhenti bekerja, beliau harus menerima, karena ada tugas yang lebih mulia yaitu memenuhi amanah Allah, menjaga anak-anak. Jadi tolong jangan mengadili saya tidak bisa mengurus anak-anak karena sibuk bekerja.

Saya bekerja adalah untuk anak-anak dan keluarga. Saya belum bisa berhenti bekerja karena kondisi yang mengharuskan saya bekerja. Dan kami pun menginginkan selalu bisa bersama anak-anak setiap saat. Hanya saja waktunya belum bisa kami tentukan. Dan saya yakin anak-anak kami tahu dan paham kami sangat menyayangi mereka. Dan satu lagi Allah SWT lebih tahu jalan mana yang harus kami tempuh yang terbaik bagi kami.





(vem/nda)
What's On Fimela