Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***
Mungkin bagi kalian yang masih remaja, jomblo merupakan suatu aib yang menandakan bahwa seorang jomblo tidak laku. Seringkali saya mendengar bahkan pernah mengalami suatu kejadian saat dikatakan tidak laku karena belum memiliki pacar. Hal tersebut memang sudah umum diucapkan oleh teman sebaya yang menganggap sebagai suatu candaan belaka. Tetapi tidak semua orang menyukai candaan tersebut.
Bagi sebagian orangtua mungkin akan bangga bila sang anak mempunyai pacar apalagi kalau sampai gonta ganti pacar. Namun hal tersebut terbalik dengan prinsip orangtua saya. Mereka menganggap pacaran hanyalah penghancur masa depan. Memang benar adanya. Betapa banyak muda-mudi yang suram masa depannya karena berpacaran.
Bagi masyarakat di desa atau perkampungan, bila si anak masih belum menikah terlebih lagi bagi anak perempuan merupakan sebuah aib yang harus ditutupi. Mereka akan malu oleh tetangga di sekitar rumah ataupun orang lain. Walaupun sekarang zaman modern, namun masih ada sebagian masyarakat desa menganggapnya seperti itu.
Bisa dibayangkan, saat umur saya baru dua puluh tahun lebih, ada saja orang-orang yang menanyakan, "Kapan nikah? Kok lama banget? Mau sampai kapan kuliah terus? Nanti malah tidak laku." Justru pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah mengganggu konsentrasi saya dalam menempuh pendidikan dan meraih masa depan.
Walaupun banyak yang menganggap saya tidak laku, saya akan berusaha untuk tidak menanggapinya. Yang anehnya, pertanyaan tersebut justru diucapkan oleh orang lain yang tidak mempunyai hubungan kerabat dengan saya. Bahkan orangtua saya sendiri justru mendukung saya dalam menempuh pendidikan terlebih dahulu. Toh jodoh di tangan Tuhan. Tidak ditentukan oleh cepat atau lambatnya dalam mencari pasangan. Kalau memang sudah waktunya, pasti akan tiba saatnya.
Memang sebagian teman saya sudah ada yang menikah di usia muda. Bahkan ada yang setelah tamat SMA segera melangsungkan pernikahan. Namun bagi saya, membangun rumah tangga dengan orang lain bukanlah perkara mudah. Kita harus saling kenal dengan karakter masing-masing. Kita juga harus mencari seseorang yang benar-benar serius dalam menjalin suatu hubungan. Menikah itu memang mudah, tapi mempertahankannya yang sulit.
Sejatinya keberhasilan dalam membangun keluarga bukanlah didasarkan atas cepat atau lambatnya menikah. Kesiapan dalam membangun rumah tangga dan komitmen dalam mempertahankannya lah yang paling utama. Selain itu, kelanggengan rumah tangga juga diiringi oleh kemapanan dalam segi penghasilan.
Bagi saya, meniti karier dan mencapai masa depan merupakan tujuan yang paling utama. Setidaknya dengan kesuksesan karier yang dicapai, kita tidak akan pernah was-was apabila pernikahan yang dibangun gagal. Terlebih lagi bagi perempuan, akan tetap bisa menghidupi diri sendiri dan anak-anaknya apabila telah berpisah dengan suami dikarenakan memiliki karier yang sukses.