Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***
Pertanyaan, “Kapan kamu membuka hati untuk lelaki lain?” adalah kalimat mengerikan yang paling aku benci untuk kudengar, sebuah kalimat yang membungkam mulutku dan menyesakkan dadaku. Mereka yang mempertanyakan hal tersebut tak pernah memikirkan dampak dari perkataan yang mereka lontarkan. Mereka tak tahu bahwa aku sedang berdamai dengan masa laluku.
Aku adalah ibu rumah tangga yang bahagia mempunyai suami yang setia dan pengertian, tapi itu dulu sebelum wanita jalang merusak dan menodai rumah tanggaku. Aku punya dua anak putra dan putri, Riyan yang sekarang berusia 20 tahun dan Dhea yang berusia 27 tahun sudah bekerja di perusahaan swasta.
Aku dan suamiku sudah bercerai 7 tahun lalu karena sifatnya yang mendadak berubah. Aku yang selalu percaya padanya seakan kehilangan sedikit demi sedikit rasa percayaku. Aku mulai merasa curiga ketika kami sekeluarga liburan atau jalan-jalan bersama, dia menerima telepon yang kuanggap mencurigakan, entah kenapa aku berfirasat buruk mengenai hal itu.
Suatu hari ketika suami pulang seusai bekerja aku membuka pesan-pesan di ponselnya betapa kagetnya aku saat melihat ada pesan mesra yang ia kirimkan kepada wanita yang ia beri nama B. Ketika aku menanyakan pesan-pesan itu ia hanya menjawab itu hanya teman biasa dan berjanji takkan menemuinya lagi dan menghapus nomor wanita itu.
Aku hanya memendam rasa kecewa yang amat dalam pada suamiku hingga aku meneteskan air mataku. Kesempatan kedua kuberikan padanya dan aku berharap ia takkan mengulanginya lagi dan hal semacam itu takkan terjadi lagi.
Namun apa yang terjadi? Ia kembali mengkhianatiku setelah 3 bulan aku kembali membangun pondasi kepercayaanku. Ternyata sudah sebulan yang lalu ia kembali berhubungan dengan wanita itu dan aku lebih terkejut lagi ketika aku membuka pesan-pesannya lagi seperti biasa pesan itu berisi pesan-pesan mesra dan aku membuka galeri foto-foto di ponselnya, aku benar-benar sedih dan kecewa untuk kedua kalinya.
Foto yang mesra dan antara dua orang yang menempel seperti perangko di atas tempat tidur tanpa ditutupi oleh sehelai kain pun dengan menampakkan senyum kebahagiaan di depan kamera. Terlebih lagi ketika aku membukanya bersama putiku, Dhea. Ya, Dhea sudah mengetahui perubahan sikap ayahnya selama ini, dia bahkan mencari tahu sendiri mengenai masalah yang dihadapi oleh kedua orangtuanya. Sebenarnya aku tak pernah membiarkannya mengetahui masalah ini, aku selalu berusaha menutupi semua yang terjadi. Entah bagaimana Dhea bisa tahu yang aku tahu saat itu ia sudah menjadi gadis dewasa yang memahamiku dan benar-benar menguatkanku.
Sampai aku memutuskan untuk sepakat bercerai dengan suamiku dengan pertimbangan yang matang karena aku tidak ingin lebih tersakiti lagi bukan hanya aku terlebih anak-anakku, pun suamiku tak menunjukkan tanda-tanda untuk bertobat. Rasanya hatiku hancur berkeping-keping kala mengetahui suamiku justru lebih memilih wanita itu. Runtuh sudah rumah tangga yang mati-matian berusaha ku pertahankan.
Setelah tujuh tahun berlalu orangtuaku dan keluargaku dan teman-temanku yang lain selalu menghujaniku dengan pertanyaan, “Kapan kamu bisa membuka hati untuk lelaki lain?”
Berkali-kali aku menjelaskan pada mereka bahwa aku masih butuh waktu untuk menata kembali puing-puing kepercayaanku untuk seorang lelaki karena memulihkan hatiku yang mengalami kegagalan dalam membangun keluarga yang bahagia dunia dan akhirat telah pudar.
Kata “menikah” lagi tak semudah yang mereka bayangkan dengan traumaku yang mendalam dengan menjalin hubungan komitmen dengan lelaki lain. Karena aku tahu dulu aku mengenal mantan suamiku memiliki sifat yang baik, mapan, rajin salat, tampan, dan pengertian. Lelaki sebaik mantan suamiku pun bisa tergoda oleh wanita lain, dan sampai sekarang aku menganggap semua lelaki sama saja berbahaya.
Kata "kapan" itu tak bisa kujawab ketika aku menceritakan satu persatu masa laluku, mereka semua teman, kerabat, dan orangtua akhirnya bisa memahami kisah piluku. Aku tahu mereka hanya ingin aku hidup bahagia karena aku hidup sendiri di rumah sedangkan Riyan telah memasuki bangku kuliah di kota yang berbeda dengan tempat tinggalku, begitu juga dengan Dhea yang sekarang tinggal bersama suaminya. Aku akan bertahan dengan caraku sendiri tanpa membebani orang lain.
- Kenapa Wanita Susah Move On? Karena Terlalu Setia atau Keras Kepala?
- Jadi Perempuan Itu Wajib Dandan, Hm... Benarkah Begitu?
- Pernikahan di Depan Mata, Tunangan Jahatnya Malah Main Serong
- Pernikahan adalah Urusan Pribadi, Tidak Perlu Diumbar Juga di Medsos
- Wanita yang Pernah Dikhianati, Hatinya Bisa Lebih Tegar dari Karang
(vem/nda)