Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***
Aku tidak pernah tahu jika pertanyaan “Kapan?” bisa jadi momok yang begitu menyeramkan sebelumnya. Baru setelah aku merasakan sedihnya kuliah master yang tak kunjung selesai serta usia yang terus bertambah tapi tidak kunjung mendapatkan pasangan hidup yang tepat lah, aku tahu bahwa datangnya pertanyaan “Kapan?”ternyata jauh lebih menyeramkan dari hantu valak di film The Conjuring 2.
“Kapan lulus?” adalah pertanyaan menyeramkan pertama yang gencar diajukan kepadaku sejak 2016. Background datangnya pertanyaan ini kepadaku disponsori oleh molornya kuliah master yang kuambil karena thesis yang tak selesai-selesai. Tidak kunjung lulus kuliah master meski sudah 8 semester berlalu menjadi salah satu pressure point yang seringkali menjagaku dari tidur di malam hari.
Sebenarnya, bukan tak mau lulus dengan segera, tapi tanggungjawab pekerjaan yang menumpuk lah yang menghalangiku untuk segera menyelesaikan tanggungjawab thesis yang lama terabaikan. Sejujurnya, akupun menyadari bahwa separuh faktor tak kunjung lulusku datang dariku sendiri. Takut. Iya, aku takut dengan dosen pembimbingku. Aku khawatir jika beliau, yang memiliki sifat perfeksionis dengan karya mahasiswa bimbingannya, menolak usulan penelitian thesisku. Pengecut? Iya, memang. Tapi, lebih dari berendel judgement sikap penakut, pengecut, dan pertanyaan “Kapan Lulus?” aku membutuhkan semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan kuliahku tanpa menunda-nundanya lagi. Karenanya, aku berharap jika teman-teman dan orang-orang di sekitarku bisa memahami posisi dan kondisi psikologisku. Aku berharap mereka akan #STOPTANYAKAPAN dan mulai motivasi bahwa aku pasti bisa menyelesaikan tanggungjawab thesisku segera. As the starter, dear vemale readers, would you do that for me? Esa pasti bisa!
Selain “Kapan lulus?” pertanyaan berawal “Kapan?” yang jauh lebih menyeramkan daripada hantu valak selanjutnya adalah “Kapan nikah?” Bagi seseorang yang ingin menikah dengan proses ta’aruf sepertiku, pertanyaan “Kapan nikah?” adalah pertanyaan yang seringkali membuatku menangis dalam hati. Aku tidak ingin menjalani proses pacaran seperti kebanyakan orang, tapi seringkali pilihanku ini diberendel dengan “Anyi-anyi” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Pemilih.”
Ingin rasanya aku mengatakan kepada mereka yang beranggapan seperti itu bahwa aku ndak anyi-anyi. Sebab satu-satunya poin yang kujadikan dasar untuk memilih pasangan hidup adalah keimanannya pada Allah SWT. Aku mencari teman hidup yang tidak hanya mampu menjadi temanku di dunia, tapi juga di surga-Nya. Apakah menetapkan kriteria itu sebagai dasar memilih pasangan hidup bisa dikatakan pemilih? Tidak. Sebab nyatanya, begitulah yang diajarkan dalam Al-Quran.
Sebenarnya, tidak semua orang memberendelku dengan label anyi-anyi. Ada juga yang memahami pilihanku untuk menikah melalui proses ta’aruf yang benar. Tapi, merekapun tak melepaskanku dari nasihat yang menghakimi. “Kalau ta’aruf, berarti harus benar-benar membuka hati, harus terus memperbaiki diri, stop Kpop-an.” “Salat malamnya ditambah, kamu males sih.”
Apa aku harus menyebutkan usaha dan ibadahku untuk mendapatkan pasangan hidup satu per satu? Sungguh, aku sudah berusaha memperbaiki diriku—bahkan aku sempat melakukan ruqyah pernikahan atas saran orang-orang di sekitarku. Tapi, jika memang Allah belum menggariskan waktuku untuk menikah, aku bisa apa selain terus berusaha memperbaiki diri dan berdoa?
Aku berharap jika tulisan ini terpilih dan bisa diterbitkan, orang-orang yang gemar bertanya “Kapan nikah?” kepadaku dan orang-orang di sekitar mereka yang belum menikah bisa mengerti, bahwa apa yang mereka lihat dari luar tidak mewadahi keseluruhan dari kami para jofisa-Jomblo fii sabilillah. Yang kami harapkan bukan pertanyaan “Kapan nikah?” tapi doa—dan mungkin, kenalan yang bisa dikenalkan kepada kami?
Yuk, bijak dalam bertanya. #STOPTANYAKAPAN #DOAINAJA
Malang, 21 Juli 2018
- Gara-Gara Jarang Posting di Medsos, Aku Dikira Sudah Bercerai dari Suamiku
- Jangan Terlalu Pemilih Nanti Jodohnya Jauh! Eh, Gimana?
- Menikah Bukanlah Satu-Satunya Cara Mengatasi Semua Masalah Hidup
- Kapan Nikah? Mungkin Besok Kalau Tidak Hujan
- Jika Ia Tak Menepati Janjinya Lagi, Persiapkan Dirimu untuk Menjauh Darinya
(vem/nda)