Usia 35 Tahun Masih Sendiri dan Memang Tak Mau Menikah, Sebab...

Fimela diperbarui 19 Jul 2018, 13:45 WIB

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Pergi kondangan atau acara penting lainnya sepertinya menjadi momok bagiku. Pasalnya hal itu merupakan bagian paling krusial untuk ditanyai, “Kapan menikah?” Memang aku sudah termasuk kebal dengan pertanyaan itu namun ada kalanya komentar beberapa orang cukup pedas dan hal itu tak jarang membuat tersinggung atau bahkan buat sakit hati. Sedemikian putus asanya mereka menanyaiku kapan menikah setiap kali bertemu denganku. Sampai–sampai ada yang menyimpulkan bahwa aku merupakan penyuka sesama jenis lantaran tidak tertarik dengan pria manapun yang dikenalkan oleh mereka.

Bukan berarti tidak suka atau tidak tertarik dengan pria–pria yang pernah berkenalan denganku. Banyak dari mereka yang masuk ke dalam kriteria pria idaman dan ada beberapa dari mereka yang berhasil membuat aku nyaman. Hanya saja aku tidak bisa, lantaran aku sudah berkomitmen untuk tidak akan menikah. Bagiku komitmen adalah komitmen. Komitmen itu sesuatu yang harus dijalankan dan harus ditepati tidak peduli seberapa susah untuk menjalankannya. Bukankah menikah itu adalah pilihan? Bukan paksaan demi menghasilkan keturunan, bukan sesuatu yang wajib demi adanya kawan ke kondangan atau demi menghindari pertanyaan, “Kapan menikah?”

Banyak orang yang menyayangkan keputusanku ini. Banyak yang menyarankan agar aku mencoba dengan orang yang baru, mana tahu bisa jatuh cinta dan jadi jodoh. Banyak orang yang bilang kalau aku pasti butuh laki-laki karena ada kalanya wanita tidak kuat sendiri, apalagi jika usia mereka semakin tua. Mereka berkata kerap kali wanita yang sudah menua butuh satu bahu untuk bersandar lantaran hidup dirasa semakin berat sementara kekuatan wanita itu sendiri semakin rapuh. Mereka bilang untuk itulah laki-laki diciptakan, agar saling melengkapi dengan wanita. Menurutku hal itu ada benarnya juga. Namun, bagaimana jika akhirnya salah memilih pria? Bisa jadi pria itu bukan tempat yang tepat untuk kita bersandar. Malah sebaliknya, orang yang akan selalu menyusahkan kita nantinya. Apalagi jika diperhatikan saat ini, sudah sangat sedikit laki-laki yang memang benar-benar baik dan pantas untuk menjadi seorang suami. Banyak dari mereka yang pada akhirnya gagal menjadi suami yang baik. Lantaran dibutakan oleh yang namanya harta, tahta juga wanita lain.

Bagi banyak orang, pemikiranku terlalu idealis namun aku hanya berusaha bersikap realistis. Menikah bukan saja perihal cinta namun juga dibangun atas dasar visi dan tujuan yang sama. Di atas semua itu aku benar-benar sangat mengasihi mendiang tunanganku yang gagal menjadi suamiku. Aku memang sudah berkomitmen untuk sendiri selamanya. Komitmen itu kuucapkan di depan pusaranya setelahnya pemakamannya usai.

“Kapan menikah?" Pertanyaan ini dulunya kerap kali menjadi suatu momok yang menyebalkan bagiku. Menyebalkan karena aku terlalu lelah untuk menjawab panjang lebar pertanyaan semua orang. Pasalnya, semua kelompok usia tak peduli laki-laki ataupun perempuan selalu menanyakan hal itu padaku. Baik itu keluarga dekatku ataupun orang yang baru kenal denganku. Menyebalkan karena mereka juga selalu berpikiran menikah itu kewajiban dan keharusan. Suatu agenda wajib bagi orang-orang yang sudah menginjak usia sekitar 25 tahun.

Kini usiaku sudah 35 tahun, sudah sangat sedikit yang menanyakan, “Kapan menikah?” padaku. Aku tahu mereka segan lantaran tidak ingin membuatku tersinggung dan sedih. Namun sejatinya, mereka tidak tahu bahwa itu memang pilihanku yang sudah kutekadkan sejak dulu.

Sejak aku meninggalkan makam tunanganku, aku bertekad hidup sendiri karena aku percaya dari kejauhan sana dia selalu menemani aku. Sejak kepergiannya aku tidak pernah merasa sendiri karena aku selalu merasa dia ada di sampingku dan menemaniku sepanjang saat. Sampai saat ini, aku tidak butuh sosok laki-laki manapun untuk menggantikan dia. Menikah itu pilihan, bukan kewajiban!

Jangan mau terkecoh dengan pertanyaan “kapan". Jangan mau terburu-buru atau salah pilih demi menjawab pertanyaan “kapan”. Karena pada akhirnya yang akan menjalaninya adalah kamu sendiri.

(vem/nda)