Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***
Kapan menikah? Pertanyaan ini makin sering kudengar bukan hanya di hari lebaran saja. Di manapun, kapanpun bertemu. Entah kerabat, teman dekat, tetangga, bahkan teman lama yang lama sekali tidak pernah bertemu pun ikut kepo. Ada tiga golongan yang menanyakan pertanyaan sama padaku sepanjang tahun ini.
Golongan pertama adalah teman lama alias teman semasa sekolah. Teman TK, SD, SMP, maupun SMK. Untuk golongan ini aku tak akan menggubris meski sebenarnya merasa risih. Toh setelah lulus sekolah kami tidak pernah berhubungan lagi. Heran saja mereka bisa bertanya, “Kok belum menikah?” Pertanyaan macam apa itu. Ingin kujawab sesuai jadwal, ingin juga kujawab coba tanyakan pada Tuhan karena aku juga belum tahu. Lagipula apa pentingnya pernikahanku untuk mereka yang sekedar kepo? Mereka bertanya bukan karena peduli, namun ingin menyombongkan diri yang sudah bersuami. Apa yang patut mereka sombongkan?
Golongan pertama adalah teman lama alias teman semasa sekolah. Teman TK, SD, SMP, maupun SMK. Untuk golongan ini aku tak akan menggubris meski sebenarnya merasa risih. Toh setelah lulus sekolah kami tidak pernah berhubungan lagi. Heran saja mereka bisa bertanya, “Kok belum menikah?” Pertanyaan macam apa itu. Ingin kujawab sesuai jadwal, ingin juga kujawab coba tanyakan pada Tuhan karena aku juga belum tahu. Lagipula apa pentingnya pernikahanku untuk mereka yang sekedar kepo? Mereka bertanya bukan karena peduli, namun ingin menyombongkan diri yang sudah bersuami. Apa yang patut mereka sombongkan?
Golongan kedua adalah saudara dan kerabat. Jika kerabat atau para sesepuh yang bertanya, aku hanya bisa tersenyum dan menjawab mohon doa dan restu. Demi menjaga sopan santun dan menghormati ikatan persaudaraan.
Golongan ketiga adalah tetangga. Inilah golongan yang lebih pedas dari golongan pertama. Lebih parah jika itu adalah campuran antara golongan pertama dan ketiga. Teman lama yang merupakan tetangga namun tak pernah berkomunikasi. Ucapan mereka lebih pedas dari cabai rawit. Untuk golongan ketiga ini maupun campuran antara golongan pertama dan ketiga maka respon andalanku adalah permisi tanpa kata. Anggap tidak mendengar apa yang ditanyakan atau anggap tidak bertemu. Jika dianggap tidak memiliki sopan santun maka kuakui hal itu. Alasanku melakukannya adalah mereka melanggar privasiku dan aku hanya berusaha melindungi. Atas dasar apa mereka selalu bertanya dan ingin tahu. Bukan karena peduli, ingin membantu dalam ngunduh mantu, atau ingin menjadi sponsor acara.
Kenyataannya mereka yang rajin bertanya hanya datang dan pergi, berdasarkan pengalaman saat pernikahan kakakku.
Terhadap teman, kerabat, maupun tetangga sebenarnya aku ingin menjaga hubungan baik. Namun aku juga ingin ketenangan dan kedamaian. Jika mereka memiliki banyak waktu luang untuk membicarakan orang lain yang belum menikah, kenapa tidak mengurusi urusan mereka sendiri saja?
Golongan terakhir adalah keluarga sendiri. Kakakku, adikku tidak akan bertanya kapan menikah karena memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Namun beda halnya dengan ibuku. Seorang ibu akan mulai panik dan mencecar anak perempuannya yang sudah cukup umur. Dan saat aku tidak memberikan alasan yang jelas, suatu hari ibuku bekerja sama dengan kerabatku untuk menjodohkanku dengan seseorang yang belum kukenal. Alhasil orang itu mengirimiku pesan dan mengajakku berkenalan.
Aku yang tidak suka perjodohan dan perkenalan lewat sosial media tentu merasa risih. Awalnya aku membalas dengan sopan untuk menjaga nama baik ibu dan keluarga. Namun jawabanku yang sangat singkat rupanya tak dimengerti olehnya. Agar tidak terjadi kesalahpahaman berkepanjangan akhirnya aku berbicara pada ibuku.
Aku mengatakan aku tidak menginginkan dan sangat tidak menyukai hal semacam ini. Akhirnya ibuku berbicara pada kerabatku dengan baik-baik. Menyampaikan bahwa kami sekeluarga menjaga tali silaturahmi dan tali persaudaraan. Aku rasa dengan ini orang itu akan mengerti maksudku. Setelah itu kontaknya harus kublokir. Entah apa yang akan dikatakannya aku tidak ingin tahu. Aku hanya tidak ingin diganggu dengan hal semacam itu lagi.
- Jodoh Terbaik untuk Wanita Golongan Darah B? Ini Dia Orangnya!
- Berburu Jodoh via Aplikasi Kencan Online, Kenapa Tidak Menemukan Pria Baik?
- Jodoh Terbaik Untuk Wanita Golongan Darah AB? Ini Dia yang Paling Pas!
- Cara Menemukan Jodoh yang Tepat Berdasarkan Golongan Darah, Bisa Dicoba!
- 4 Tanda Bahwa si Dia Bukan Jodoh Kamu, Nggak Perlu Sedih Ladies