Kisah Sarono, Tunanetra Inspiratif yang Punya 184 Anak Asuh

Fimela diperbarui 12 Jul 2018, 12:30 WIB

Sejak tahun 1995, penglihatan bapak Sarono terus menurun. Kini, ia pun tak bisa melihat lagi. Meski diselimuti ketidaksempurnaan, ia tak pernah pantang menyerah. Ia selalu giat berusaha melakukan yang terbaik untuk dirinya maupun keluarganya. Yang membuat hati terenyuh, ia tak pernah mengeluh dengan keadaannya. Sebaliknya, ia selalu bersyukur kepada Sang Pencipta dengan apa yang dimilikinya selama ini.

Melansir dari laman Liputan6.com, kehidupan yang berliku dimulai pada tahun 1994. Saat itu istrinya mengalami sakit, sementara penglihatannya terus menurun dan akhirnya tidak bisa melihat sama sekali. Sarono dan istrinya juga divonis tak akan memiliki anak di keluarganya karena suatu hal. Tapi Tuhan Maha Baik, meski tak memiliki anak kandung, di tengah keterbatasannya Sarono kini memiliki 184 anak asuh.

Dulu, Sarono berjualan telur asin untuk menyambung hidup. Sayang, telur asin jualannya tidak begitu laku. Ia pun kemudian memutuskan untuk berjualan pisang. Menyedihkan, pisang yang ia jual juga tidak terlalu laku. Pada suatu saat berjualan pisang, di jalan ia tersandung sebuah batu hingga membuatnya terjatuh. Bukannya marah karena terjatuh, Sarono yang sabar kemudian mengambil batu yang telah melukai dirinya dan berdoa setulus hati kepada Sang Pencipta.



"Ya Allah, terima kasih ya Allah, Engkau memberi rezeki dari sini (batu-batu). Mudah-mudahan dari darah kotor ini mengeluarkan dosa-dosaku," ungkap Sarono.

Dari kejadian terjatuh karena batu ini, Sarono pun memutuskan untuk bekerja sebagai seorang pemecah batu. Batu merah, batu batako dan batu lainnya ia pungut dari toko material dan kemudian ia pecahkan. Selanjutnya, batu ini disaringnya hingga menjadi pasir dan dijualnya kepada orang yang membutuhkan.

Harga pasir yang ia jual tidak dipatok dengar harga tertentu. Asal ia dan pembeli sama-sama ikhlas, berapapun harganya ia akan terima. Setiap hari, bulan dan tahun Sarono terus giat bekerja. Hingga pada tahun 2003, di tempatnya memecah batu di sebuah pinggir jalan, ada dua orang anak yatim yang berkenalan dengannya. Dua anak yatim ini kemudian diasuh oleh Sarono dengan tulus dan ikhlas serta seadanya.

Tak disangka, ketulusan hatinya membuat jumlah anak asuhnya terus bertambah setiap tahunnya. Meski anak asuhnya terus bertambah, Sarono mengaku tak pernah kesulitan mengasuh mereka. Untuk biaya sehari-hari, selalu ada para donatur yang tulus ikhlas membantunya. Sarono mengaku bahwa ia mengasuh anak yatim karena ingin mendapat ridha dari Sang Pencipta.



Karena tinggal di rumah berukuran 10 x 3 meter, anak-anak asuh Sarono tidak bisa tinggal dengannya. Mereka hanya bermain dan makan di rumah Sarono karena sebagian besar anak masih memiliki orang tua meskipun tunggal. Beberapa anak juga masih memiliki orang tua lengkap namun tidak diurus dengan baik, Sarono lah yang kemudian membantu mengurus dan mengasuhnya.

Dari ratusan anak asuhnya, beberapa anak asuhnya sudah ada yang kuliah, ada juga yang sudah bekerja. "Ada yang udah kuliah di sana di Pasar Rebo. Ada juga yang sudah kerja di Tip Top (supermarket), gajinya 1 juta lebih. Alhamdulillah," tambah Sarono.

Sarono mengungkapkan bahwa ia bersyukur dengan hidupnya sekarang. Ia juga bangga karena meski tidak bisa melihat, ia masih dipercaya Sang Pencipta untuk menjaga, merawat dan ikut membiayai anak-anak asuhnya.
Sumber: Liputan6.com





(vem/mim)
What's On Fimela