Punya Pacar Tak Lantas Membuat Orang Berhenti Tanya 'Kapan' yang Lain

Fimela diperbarui 12 Jul 2018, 10:10 WIB

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***


Kabar berpulangnya sahabat semasa kuliah mengejutkan saya, banyak di antara teman-teman kuliah juga yang tidak menyangka bahwa dia akan pergi secepat itu. Tak pernah ada kabar bahwa dia sedang sakit parah, di media sosialpun dia tetap sering menyapa dengan hangat dan ceria. Kepergiannya yang bagi kami terlalu tiba-tiba, menyadarkan bahwa setiap manusia dikaruniakan "kapan" waktunya masing-masing. Untuk menikmati dan melalui sebuah pengalaman pun sudah diatur oleh yang Empunya Kuasa untuk dijalani oleh umatNya.

Pertanyaan kapan sudah sering dan menjadi akrab di telinga saya, terlebih semenjak tinggal jauh dari orangtua, untuk bekerja di ibu kota. Saya mulai disibukkan dengan pekerjaan dan sangat menikmatinya, bertemu dengan orang-orang baru, dan memiliki pengalaman baru. Seringkali menghabiskan waktu dalam pekerjaan dan berkumpul bersama teman-teman, membuat saya lupa untuk memiliki pasangan, dan di situlah saat pertanyaan "kapan" intens saya dengar.



“Kapan punya pacar? Sendiri aja nih?” Awalnya saya mengabaikannya, tapi semakin lama pertanyaan itu seolah terus mengejar saya. Saya mulai menhitung-hitung umur saya, seharusnya di usia sematang ini sudah seharusnya saya berumah tangga bahkan memiliki anak. Perlahan kecemasan demi kecemasan mulai menghampiri, membayangkan bahwa di masa mendatang saya akan tetap seorang diri sungguh membuat saya takut. Untuk melupakan kecemasan itu, saya mulai menarik diri jika ada yang bertanya dan memilih mengganti topik pembicaraan bahkan membatasi komunikasi dengan orang-orang yang sering bertanya seperti itu.



Bersyukur. Tak lama sesudahnya, Tuhan mengirim seseorang yang baik untuk saya, keberadaannya memberikan kelegaan di hati saya, karena berpikir orang-orang akan berhenti bertanya. Ternyata dugaan saya keliru, pertanyaan "kapan" lainnya pun berdatangan.

Sungguh sifat manusia yang tak pernah puas, namun kali ini saya berusaha untuk menjawab pertanyaan mereka dengan lebih tenang.
“Tuhan sudah mengirimkan dia untuk saya, jadi untuk kapan yang lainnya, tunggu saja waktu Tuhan. Toh semuanya juga butuh proses. Saya yakin, kalau sudah waktunya juga pasti terlaksana,” jawaban padat dan jelas berhasil membungkam pertanyaan mereka yang selalu ingin tahu.



Saya lega bahwa perlahan-lahan kecemasan terhadap pertanyaan "kapan" mereda. Saya menyadari bahwa, ada banyak cara Tuhan menjawab setiap kecemasan kita akan kapan waktunya semua yang dicita-citakan tercapai. Kapan menikah, kapan punya anak, kapan penghidupan kita jadi lebih baik, kapan semua masalah selesai.

Semua sudah dicatat lengkap dalam buku perjalanan kita selama tinggal menumpang di dunia ini. Yang harus kita lakukan adalah melakukan yang terbaik di setiap langkah yang diambil. Bukankah menikmati proses perjalanan menuju tujuan itu juga tak kalah berharganya dengan kapan tujuan itu terlaksana?







(vem/nda)
What's On Fimela