Hidup itu perjuangan dan juga sebuah pilihan. Saat ini umur saya 27 tahun ini dengan status janda yang belum dikaruniai anak. Saya berjuang demi hidup saya sendiri tetapi tidak luput pula saya juga memperjuangkan keluarga saya.
Karena sebuah kecelakaan pada kakak saya yang pertama sehingga mengalami gegar otak, rumah akhirnya terjual. Itupun ditambah biaya persalinan kakak saya yang perempuan. Kakak saya cacat fisik (tidak bisa jalan) dan dia menikahi seorang pria tunanetra. Alhamdulilah anaknya normal. Bisa jalan dan juga bisa melihat. Sebuah karunia.
Setelah rumah dijual, uang yang tersisa hanya bisa buat mengontrak/menyewa rumah saja. Itupun hanya 5 tahun. Setelah saya menganggur saya tidak bisa membantu meringankan uang kontrak rumah. Alhasil kami sekeluarga ngekos 3 kamar dengan biaya per bulan Rp500 ribu. Alhamdulilah saya sudah mendapatkan pekerjaan. Akhirnya saya ngekos sendiri yang khusus untuk cewek. Agar tidak merepotkan kedua orangtua saya.
Saya harus mandiri dengan keadaan yang sekarang ini. Gaji sebagai pegawai notaris sangat kecil. Setiap bulan hanya bisa untuk bayar sewa kos, makan, dan menyicil utang saya kepada teman saya. Sampai-sampai saya menerima jasa setrika untuk uang jajan saya. Gimana lagi Rp1 juta tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap bulannya.
Saya juga tidak punya kendaraan jadi saya pulang pergi naik angkutan umum. Saya punya utang Rp5 juta kepada teman saya untuk membeli tiket pulang untuk mama saya yang dibawa lari temannya. Mama saya pergi ke Malaysia untuk bekerja menjadi TKW. Ternyata di sana dibohongi dan diterlantarkan temannya. Sungguh miris. Siapa lagi yang diandalkan kalau bukan saya?
Waktu itu bapak kecelakaan kerja di kakinya sehingga tidak bisa mencarikan uang. Kakak cowok tidak normal karena gegar otak. Kakak perempuan cacat fisik dan suaminya hanya seorang tukang pijat. Tragedi itu cobaan berat buat saya sehingga saya nekat utang segitu banyaknya demi seorang ibu.
Alhamdulilah sampai saat ini utang saya tinggal Rp2 juta. Allah selalu bersama dengan umat-Nya yang sabar. Jadi keseharianku seperti hidup sendiri. Saya berharap mendapat pekerjaan yang gajinya cukup untuk mengontrak rumah biar bisa kumpul bareng lagi. Tidak terpisah-pisah seperti ini.