Aku Hamil Sebelum Nikah, Suatu Hari Suami Membawa Anak dari Selingkuhannya

Fimela diperbarui 25 Jun 2018, 13:00 WIB

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Apa yang terlintas tentang arti kata perceraian?
Banyak hal untuk jawabannya, banyak kalimat untuk menjabarkannya  dan banyak kata untuk mengutarakannya dengan banyak rasa sakit yang bergumul di hati bahwa kata itu sangat menyakitkan dan menakutkan.

Perceraian berarti berpisah dan meninggalkan kenangan yang entah harus kamu jaga atau kamu akan lupakan, saya rasa tidak ada pasangan yang ingin bercerai termasuk saya tapi saya ingin melakukannya karena ada keadaan yang membuat saya ingin adanya perceraian meskipun kata itu tidak pernah terjadi dalam hidup saya. Dan pada akhirnya yang harus diingat adalah ada sebuah kewajiban untuk saya, khususnya menjaga hal yang tidak ingin saya jaga dan ingin saya lupakan seumur hidup tapi menjadi kewajiban saya sekarang untuk melakukannya.

Menjadi seorang ibu dengan satu anak adalah rasa syukur yang selalu saya utarakan kepada sang pencipta. Saya adalah wanita berumur 36 tahun. Saya menikah karena MBA (married by accident) alias hamil sebelum menikah. Tidak ada yang saya sesali karena saya mengandung anak dari laki-laki yang sangat saya cintai. Kami menikah secara sederhana saat kandungan saya berumur 5 bulan. Rasa malu dan omongan orang-orang sekitar tidak mempengaruhi niat kami menikah dan bahagia menyelimuti kehidupan saya. Saya merasa menjadi istri laki-laki yang sangat saya cintai seperti a dream comes true dan sekali lagi tidak ada penyesalan meskipun saya tahu telah mempermalukan keluarga. Setelah menikah saya ikut suami mengontrak jauh dari keluarga meskipun masih dalam satu kota yang sama.



Anak kami lahir setelah 3 bulan pernikahan, iya tepatnya 8 bulan kandungan usia kehamilan saya. Oleh karena itu saran dari dokter, saya harus melakukan operasi caesar untuk menyelamatkan putra pertama kami. Hari itu adalah hari terberat dalam hidup saya, karena suami yang sangat saya cintai seperti tidak bertanggung jawab atas keselamatan saya dan calon bayi. Dia meninggalkan saya di saat saya harus berjuang melawan hidup atau mati di ruang operasi.

Mungkin karma telah membuat keluarga saya malu sedang Tuhan berikan kepada saya. Satu per satu kesedihan itu datang, selain ditinggal suami entah kemana, saya juga harus menerima bahwa saya tidak mempunyai uang sepeser pun untuk administrasi operasi caesar. Dengan air mata memohon saya menelepon kakak saya untuk membantu mencarikan dana yang tidak sedikit untuk operasi kelahiran. Alhamdulillah, Tuhan Maha Baik, saya dan bayi saya lahir dengan sehat meskipun bayi saya harus masuk ruang inkubator selama seminggu.

Setelah melahirkan, saya memutuskan untuk kembali ke keluarga. Saya menyadari seburuk-buruknya saya di mata keluarga, keluarga adalah tempat kembali terbaik yang mau menerima saya selebar-lebarnya. Kurang lebih dua minggu setelah saya melahirkan, suami saya menghubungi dan meminta maaf karena tidak menemani ketika saya melahirkan. Alasan demi alasan dia utarakan kenapa harus meninggalkan di hari saya berjuang melawan kematian.



Mungkin karena besar rasa cinta saya terhadap suami, saya sangat mudah memaafkan dan percaya setiap kata yang dia utarakan. Meskipun keluarga saya tidak setuju atas sikap dan keputusan saya untuk menerima suami saya kembali tapi selalu ada hal yang akhirnya keluarga mengalah dan terpaksa menyetujui. Tapi satu hal yang keluarga saya tidak setuju adalah saya hidup kembali mengontrak bersama suami saya. Atas persetujuan tersebut, suami saya juga tinggal bersama keluarga saya.

Empat tahun kehidupan rumah tangga saya berjalan naik turun, perselisihan, pertengkaran dan akhirnya hari di mana rasa paling sakit itu datang. Hari di mana suami saya membawa anak perempuan berumur satu tahun dan menyuruh saya untuk menjaganya. Tak ada air mata di pipi saya, hanya ada amarah yang tidak bisa saya utarakan dari mulut. Rasa marah yang begitu sesak, sangat sesak di hati. Anak perempuan yang ternyata adalah hasil dari hubungan gelap suami saya dengan wanita lain dan wanita tersebut meninggalkan anaknya begitu saja di kontrakan mereka. Yang terpikirkan adalah apa salah saya, Tuhan?

Kenapa saya harus menjaga anak yang seharusnya saya benci, anak dari wanita yang telah merusak rumah tangga saya. Anak yang setiap saya melihatnya ingin rasanya saya... .



Tuhan, salahkan saya membenci anak yang tak tahu apa-apa? Kenapa kehidupan saya seperti sinetron yang berepisode-episode tak ada ujung temunya?

Sampai hari ini, perceraian belum terjadi antara saya dan suami. Saya memang bodoh tapi saya juga tidak sanggup melihat keluarga suami saya yang begitu baik memperlakukan saya dan anak saya. Mereka selalu meminta maaf kepada saya dan keluarga saya atas sikap jahat anaknya (suami saya). Mereka selalu mengikhlaskan jika adanya perceraian tapi keputusan itu sampai saat ini belum terealisasikan. Suami saya masih mempertahankan pernikahan yang buruk ini dan saya harus menjaga putri yang seharusnya tidak saya jaga, yang tawanya menyakitkan karena mengingatkan kepada wanita yang telah menghancurkan keluarga saya.



Saya tidak tahu rencana apalagi yang Tuhan berikan untuk takdir dalam hidup saya. Yang saya lakukan sekarang adalah saya berjanji membahagiakan dan harus menjaga keluarga saya dan kedua anak. Semoga saya tidak akan mempermalukan mereka lagi. Dan saya sudah tidak peduli, kembali atau tidak kembalinya suami saya ke rumah, saya tidak ingin bergantung kepada selain Tuhan dan keluarga.





(vem/nda)
What's On Fimela