Hati-Hati Memilih Pengasuh Bayi, Jangan Sampai Membahayakan Nyawa si Kecil

Fimela diperbarui 13 Jun 2018, 13:45 WIB

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Assalamu'alaikum Vemale,

Terkadang hidup memang suka berhadapan dengan pilihan yang sulit, yang membuat kita terpaksa harus mencoba menjalani, melewati dan bertarung dengan situasi yang ada. Setelah kelahiran anak kedua aku hampir 9 bulan menganggur, dari yang dulu menjadi ibu bekerja menjadi benar-benar ibu rumah tangga seutuhnya. Banyak sukanya tapi juga tidak sedikit dukanya, karena terbiasa dengan double income menjadi single income membuat harus putar otak mengolah pos keuangan yang ada. Tuntutan ekonomi membuat aku berpikir kembali untuk bekerja kembali, karena bukan hanya perut keluarga kecil kami saja yang harus aku penuhi. Ada kedua orangtua yang membutuhkan baktiku untuk bisa menghidupi dan mensejahterakan mereka.

Aku memutuskan mencari pekerjaan kembali, dengan bekal ijazah D3 aku akhirnya menemukan pekerjaan yang sesuai keinginanku. Berat rasanya meninggalkan baby yang masih 9 bulan lagi lucu-lucunya dan anak pertamaku yang masih berumur 3 tahun. Tekadku sudah bulat, aku korbankan semua agar dapur kami tetap mengepul seperti orang orang.

Aku dikasih waktu seminggu untuk bisa mendapatkan pengasuh anakku, berbekal kenalan dengan tetangga aku bisa mendapatkan pengasuh anakku. Ada perasaan was-was dan tak tega aku menerima orang baru mengasuh anak-anakku, toh dia juga sudah ibu-ibu pasti dia lebih berpengalaman pikirku. Aku tepis semua prasangka yang ada agar aku kuat bisa melepas kedua anakku dan aku percayakan kepada si pengasuh dengan minta bantuan kakak yang juga punya baby untuk mengawasinya.



Berjalannya waktu, anakku yang pertama tidak mau ikut si pengasuh dia lebih memilih ikut kakak u yang sudah dia kenal. Entah itu pertanda atau hanya anakku saja yang susah bersosialisasi dengan orang baru anakku yang pertama tidak mau didekati dengan ibu pengasuh itu. Akhirnya si pengasuh hanya pegang baby-ku, awalnya aku dan suami berusaha tidak menaruh curiga apapun kepadanya, karena aku juga butuh dia untuk menjaga anakku.

Hari berganti hari, setiap pagi si pengasuh datang mengambil anakku dan perlengkapan makan dan lainnya. Anakku belum menemukan chemistry dengan si pengasuh, ketika ditinggal seakan dia meronta, ”Mommy jangan tinggalkan aku." Tapi aku lawan rasa tak tega itu lagi-lagi demi pekerjaan dan dapur.

Hampir satu bulan anakku diasuhnya, anakku sakit-sakitan setiap minggu aku harus ke dokter, jujur pertahananku rasanya ingin runtuh ingin aku peluk mereka setiap hari tanpa harus meninggalkannya. Dari yang pilek, batuk panas dan yang paling parah telinganya sampai keluar cairan.



Dokter bilang si anak kurang minum, panas dalam dan lemas seperti dehidrasi. Stok ASIP-ku banyak. Cuma aku tidak tahu, si ibu pengasuh telaten tidak memberinya tetes demi tetes, kakakku hanya sering nengok kalau anakku yang sudah belajar berdiri sering ditinggal di halaman rumahnya dan dititipkan ke tetangga sedangkan si pengasuh sering bepergian dengan pacarnya. Si pengasuh juga pernah cerita kalau anakku tidur lama, hampir 5 jam tanpa bangun. Kakakku menduga anakku dikasih obat tidur biar dia bisa bepergian, tapi aku masih berusaha tak memperdulikan omongan-omongan yang ada, karena aku masih belum menemukan pengganti dia kalau aku pecat dia.

Di bulan ketiga, setelah usai libur lebaran tahun 2017 aku masih mempercayakan kepada si pengasuh itu. Akan tetapi ada yang berbeda dihari itu, si pengasuh agak lebih muram ketika aku titipkan anakku. Pagi itu juga anakku tidak sepertinya, dia agak rewel.  Insting bayi memang peka, hari itu ternyata si pengasuh lagi tidak stabil emosinya tinggi dia mengembalikan anakku kepada kakakku. Dan benar saja tak berlangsung lama si pengasuhku berantem dengan pacarnya di depan umum, teriak-teriak, tonjok-tonjokan dikerumunin orang banyak tanpa ada rasa malu sedikitpun.



Keadaan anakku seperti syok, badannya panas, dia rewel ternyata kelaparan karena ketika disuapi dia benar-benar begitu lahap, suhu badannya pun kembali normal ketika sudah kenyang. Aku ditelepon agar segera pulang, karena pekerjaanku yang tak bisa aku tinggalkan akhirnya suamiku yang pulang kantor melihat kondisi yang ada.

Ya Allah, kalau aku boleh memilih, aku akan memilih tetap menjaga titipan-titipan Mu. Aku tidak tahu nasib anakku kalau si pengasuh itu lebih lama lagi bekerja dengan keluargaku. Tapi aku tidak berdaya, ingin rasanya aku resign dari pekerjaan tapi aku tidak bisa orangtuaku butuh pengobatan juga.

Pengahasilan suami belum cukup jika harus memenuhi semuanya, sedangkan kakakku hanya ibu rumah tangga biasa saja. Dan Allah Maha Baik ketika niat kita baik, Allah buka jalan-Nya secara perlahan.  

Sampai sekarang alhamduliah aku masih bisa bekerja dengan tenang tanpa harus menelantarkan anak-anakku dan bisa terus berbakti dengan orangtuaku. Suamiku yang punya waktu fleksibel lebih bisa ikut memantau anak-anakku, aku juga sekarang punya pengasuh yang baik yang sudah kami anggap sebagai kakak kami sendiri. Setiap pagi dia ke rumah dan menjaga anak-anakku di rumah. Dengan kasih sayangnya anak-anakku pun lengket dengan dia. Alhamdulillah.

(vem/nda)