Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.
***
Ketika aku duduk di bangku kelas satu SMP Mama menitipkanku kepada keluarga. Alhasil, aku benar-benar dipisahkan dengan keenam saudaraku. Kami jarang bertemu, kalau pun bertemu itu hanya satu kali sebulan saja. Kami sangat canggung untuk memulai percakapan. Kalau pun kami saling tertawa itu hanya karena ada-ada hal lucu yang dibuat orang.
Memasuki SMA keadaan pun masih saja sama. Papa menitipkanku di rumah keluarga yang di kota. Katanya supaya proses daya saing belajarku semakin meningkat dan tetap berprestasi. Suatu hari di sekolah, Papa menjemputku tiba-tiba. Menyuruhku mengemasi barang dan kembali ke desa. Kutanya kenapa, Papa hanya bilang nanti saja. Aku benar-benar tak mengerti. Hingga, ketika sampai di desa, kulihat banyak orang hadir di rumahku, keenam saudaraku menangis. Tapi, tak ada bendera. Jelas ini bukan tanda-tanda ada orang yang meninggal. Aku melihat Mama berlutut di depan kakak pertamaku. Sampai aku tahu kakakku hamil di luar nikah dan meminta restu untuk menikah.
Yang membuatku tak berdaya kakak perempuan yang menjadi panutanku yang masih kuliah memilih laki-laki yang seumuran dengan Papa. Tahun 2009 keluargaku benar-benar dijuluki keluarga yang broken home. Namun, bagiku kata broken home itu bukanlah satu-satunya alasan untuk terus membuat keluargaku berduka. Karena pada saat itu papa membawaku lagi ke kota dan melanjutkan studiku dan tidak perlu berlarut dalam kesedihan.
2009, saudara laki-lakiku memilih merantau, tak kuat melihat Papa yang dililit utang, ekonomi mengalami kehancuran semenjak kakak memilih jalan hidupnya, sebab Mama hari itu sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Aku bahkan tidak tahu kepergian saudara laki-lakiku ini menuju kota Jakarta.
Di tahun 2017, aku masih melanjutkan studiku di Jakarta. Aku giat belajar supaya papa bisa melihat bahwa masih ada harapan di keluargaku, masih banyak janji yang ingin buktikan pada Papa. Termasuk bekerja sambil kuliah. Hari itu sepulang acara kegiatan out-bond kampus, aku mengecek ponselku, ada pesan baru masuk dan dua panggilan tak terjawab dengan nomor yang tak kukenal.
"Dek, kamu udah pulang kuliah belum? Kalau ada waktu tolong datang ke RS ya. Abang akan segera dioperasi. Jangan kasih tahu Papa dan Mama. Abang tunggu.
Abangmu - Ipan."
Aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa, mataku hanya semakin memanas. Adik macam apa aku ini, dalam kota yang sama tapi tak pernah bertegur sapa. Nomornya bahkan tak tersimpan di ponselku. Aku merasa bersalah.
Sampai pukul 01.30 aku sampai di rumah sakit. Kulihat abangku dengan sepuas-puasnya. Kuciumi keningnya. Operasinya berjalan lancar. Hanya ada kami berdua tanpa keluarga, tanpa Papa dan Mama. Aku menjaganya meski kadang aku merasa dia masih asing, aku tak tahu apa kesukaannya. Yang kumengerti hari itu di perantauan kami berjuang bersama.
Untuk kesembuhannya, aku menemaninya, membersihkan badannya, dan menjaganya dengan segenap hatiku. Aku beruntung memilikimu, meski aku tak pernah menjadi teman penuh bermain semasa kita kecil. Aku menyayangimu, Bang. Tetaplah menjadi sayapku, cepatlah sembuh. Aku merindukan hubungan kakak-adik secara nyata.
- Putriku Bukan Anak Down Syndrome, Potensinya Lebih Hebat dari Kelemahannya
- Ceritakan Kisahmu Jadi Penjaga di Hidupmu dalam Lomba Menulis #JagainKamu
- Salat Jadi Penolong Pertamaku untuk Sembuh dari Fobia Menakutkan Ini
- Bila Niat Hijrah Cuma untuk Menarik Perhatian Pria, Hati Akan Sakit Sendiri
- Dikenalkan ke Keluarga Bukan Jaminan Hubungan Akan Berakhir di Pelaminan
(vem/nda)