Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.
***
Hi Vemale.com!
Aku bersyukur bisa berbagi kisah pembelajaran untuk menjadi lebih baik.
Kisah ini berlangsung tiga tahun lalu, saat itu aku berusia 16 tahun dan masih duduk di bangku SMA. Semula aku hanya gadis biasa yang tidak mengenakan hijab, bahkan aku terbilang sering meninggalkan salat, mengaji pun juga jarang, aku seperti orang yang rajin beribadah jika ada maunya saja.
Sampai aku bertemu dengan dia, teman seangkatanku tetapi kami berbeda jurusan. Dia adalah anak pondok yang bersekolah di tempat yang sama denganku, tanpa diragukan aku tahu pengetahuan agamanya jelas lebih banyak dibandingkan aku yang salat saja sering terlewati. Singkat cerita, kami berteman walau berbeda kelas.
Dia laki-laki tampan yang baik, sopan, rajin beribadah, serta sangat menghargai perempuan, walau terkadang dia juga bersikap jahil. Interaksi yang aku lakukan dengannya bisa dibilang cukup minim, hanya beberapa kali kami mengobrol, itu pun hanya pembahasan tentang sekolah dan agama saja, tapi aku sangat menikmati saat-saat itu. Bersamaan saat itu, aku juga sedang dekat dengan seorang laki-laki lain. Lelaki itu juga teman seangkatanku, dan dia menyukaiku, tapi entah kenapa aku tidak bisa menerima perasaannya. Alasannya karena diam-diam aku sudah jatuh hati dengan dia yang sangat taat kepada Tuhan-Nya.
Sekitar akhir semester dua kelas 10, aku memutuskan untuk mengenakan hijab, aku memantapkan hati untuk selalu mengenakan hijab baik di sekolah atau pun di luar sekolah. Hijab yang aku kenakan adalah hijab yang menjulur panjang hingga menutupi dada, aku mengganti semua celana ketat dan pakaian terbuka itu dengan rok yang longgar, dan pakaian yang longgar pula.
Aku berusaha untuk selalu salat lima waktu, bahkan aku mulai melaksanakan salat malam sebagai tambahan ibadah, aku juga berusaha meluangkan waktu setiap hari untuk mengaji setidaknya sedikit demi sedikit aku bisa memperbaiki bacaan tajwidku. Lalu, bagaimana perasaanku padanya? Aku yang saat itu terlalu mudah jatuh hati, berani menamakan perasaan yang belum halal itu sebuah CINTA. Aku merasa sudah benar-benar jatuh cinta padanya, bahkan bodohnya aku selalu berharap kelak dia yang akan menjadi jodohku.
Di sepertiga malam selalu terselip namanya dalam doa ku, dia menjadi salah satu topik pembicaraanku dengan Rabb-ku. Hubunganku dengannya masih biasa-biasa saja, tapi aku merasa bahagia saat dia melirikku ketika aku memakai hijab yang menutupi dada, aku merasa senang ketika dia tersenyum saat mendengar bacaan mengajiku lebih baik dari sebelumya, aku merasa sangat tersanjung saat dia menyukai perilaku ku yang menjadi lebih lembut dan anggun. Aku benar-benar bahagia ketika aku dan dia bisa saling berbalas pesan lewat media sosial.
Aku bahkan berpikir mungkin Allah mengirimkan dia memang untukku, menakdirkan dia untuk bersamaku, menuntunku ke jalan yang lebih baik, dan lebih dekat dengan Rabb-ku. Sampai pada aku mengetahui kenyataan pahit, yang membuat hatiku benar-benar hancur.
Kejadian itu saat aku kelas 11, dia yang aku cintai dan aku pikir setidaknya memiliki perasaan padaku, ternyata menyimpan perasaan suka terhadap teman sekelasku. Aku benar-benar patah hati, aku hanya menangis di dalam kamar dan meminta jawaban kepada Allah dengan semua yang terjadi padaku. Aku marah dan kecewa, aku merasa dua tahun waktu untuk mencintainya berlalu sia-sia tanpa membuahkan hasil.
Hubunganku dengannya pun semakin lama makin jauh, aku tidak lagi tersenyum saat berpapasan dengannya, aku tidak lagi mengobrol dan mendiskusikan masalah sekolah dengannya. Aku bertambah kecewa saat dia menjadi lebih dekat dengan teman sekelasku itu. Aku memang bodoh saat itu, aku bahkan berdoa pada Allah agar aku bisa dekat dengannya, aku berdoa jika dia memang jodohku maka Allah harus mendekatkannya lagi padaku.
Tapi, terkadang sesuatu yang kita anggap baik dan amat kita cintai ternyata buruk untuk kita, sebaliknya sesuatu yang kita anggap buruk dan tidak kita sukai ternyata sangat baik untuk kita. Doa yang selalu aku panjatkan di sepertiga malamku seperti tidak menemukan jawaban, dia yang aku cintai, Allah membuatnya semakin jauh dariku. Aku bertambah kecewa, dan rasa sakit hati yang setiap hari aku rasakan semakin menjadi kala mlihat dia dengan teman sekelasku.
Sampai pada suatu malam aku bersimpuh memohon petunjuk kepada Allah, aku salat malam dan berharap menemukan ketenangan hati. Lama aku berpikir dengan semua yang terjadi, kenaikan kelas 12 aku masih saja sama dibelenggu perasaan yang menyesakkan. Hijabku yang semula panjang berubah menjadi lebih pendek, aku kembali memakai celana dan meninggalkan rok longgarku, tapi untungnya aku masih menjaga salat dan mengajiku.
Aku merasa Allah menamparku saat melihat teman-temanku yang lain lebih sibuk dengan sekolah dan tes masuk perguruan tinggi negeri, sedangkan apa yang aku lakukan hanyalah membuang waktu saja, terus menangisi apa yang sebenarnya tidak aku mengerti. Seseorang mengatakan bahwa niat lah awal dari semua tindakan yang kita ambil, dari sana aku terus berpikir apa yang salah denganku hingga aku merasa tersiksa dengan belenggu yang kunamakan cinta ini.
Di pertengahan semester 5, aku mulai menyadari bahwa apa yang aku lakukan salah. Hijrah yang dengan bangga aku atas namakan karena Allah, ternyata bukan benar-benar tulus kulakukan karena Allah. Masih terselip di dalamnya sebuah maksud lain, aku memakai hijab panjang hanya untuk membuatnya tertarik padaku, aku berusaha keras mengubah perilakuku yang pecicilan menjadi lembut dan anggun hanya untuk membuatnya terpesona padaku, aku menjaga salat dan memperbaiki bacaan tajwidku hanya untuk membuatnya menyukaiku.
Sebenarnya itulah dua tahun kebodohan yang aku lakukan, aku tak ubahnya perempuan jahiliyah yang rela melakukan apa pun untuk menarik hati seorang lelaki. Mungkin Allah marah padaku yang lebih mencintai hamba-Nya, Allah menegurku dengan memberikan aku tamparan, dua tahun bukan waktu yang singkat atas semua perbuatan dosa yang sama sekali tidak aku sadari. Setelah kesalahan yang aku lakukan, setiap malam aku menangis memohon ampunan Allah, memohon supaya Allah menunjukkan jalan kebenaran untukku, memohon agar Allah menghilangkan perasaan yang belum halal ini, aku berdoa agar diberi ketenangan serta keikhlasan hati setelah semua yang terjadi.
Alhamdulillah, aku begitu bersyukur atas waktu dan pelajaran yang diberikan Allah, untuk menyadarkanku dari hijrah yang salah dan memberikan petunjuk ke jalan yang lebih baik. Aku kembali memperbaiki cara berhijab dan berpakaianku, melakukan semua ibadah dan hal kebaikan dengan niat tulus karena Allah. Aku mencoba untuk mendekatkan diri pada Allah, dan lebih fokus pada UN yang akan dilaksanakan.
Hatiku lebih tenang dan merasa aman atas segala perlindungan dan kebaikan Allah, dan tanpa aku duga Allah memberikan hadiah indah dengan diterimanya aku di Universitas Negeri melalui jalur SNMPTN. Allah, begitu banyak harusnya nikmat dari-Nya yang harus aku syukuri, rasanya lega saat hati ini mampu menerima dengan ikhlas, dan memaafkan kesalahan masa lalu.
Aku berdoa semoga tidak lagi terjebak pada nafsu yang dulu kusebut dengan cinta, aku hanya meminta Allah selalu membimbingku ke jalan yang benar dan semoga bisa menemukan cinta yang sebenarnya kelak. Kini, aku merasa bersyukur dan akan lebih fokus untuk belajar di PTN, sebelum Allah nanti mengirimkan seseorang yang memang telah ditakdirkan untukku.
- Aku Selingkuh karena Sakit Hati pada Suami Tapi Malah Berujung Penyesalan
- Salat Jadi Penolong Pertamaku untuk Sembuh dari Fobia Menakutkan Ini
- Dikenalkan ke Keluarga Bukan Jaminan Hubungan Akan Berakhir di Pelaminan
- Nikah Muda Tersiksa Lalu Menjanda, Saking Stresnya Sampai Ingin Bunuh Diri
- Untuk Bisa Memaafkan, Ibaratkan Dirimu Seperti Air
(vem/nda)