Terlahir Tanpa Kaki, Dulu Dicaci Tapi Kini Sukses Raih Beasiswa Kedokteran

Fimela diperbarui 21 Mei 2018, 10:50 WIB

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Aku terlahir dari keluarga yang ekonominya sangat jauh dari kata berkecukupan. Ibuku hanyalah pedagang sayur keliling, sedangkan ayah bekerja sebagai buruh angkut di pasar. Hasil dari ibu berjualan sayur dan ayah yang bekerja sebagai buruh angkut, terkadang tak dapat mencukupi kebutuhan kami sehari-hari.

Terkadang ibu terpaksa harus mengutang di warung, demi membeli beras atau kebutuhan lainnya. Berjualan sayur keliling sangatlah tidak sama seperti pedagang-pedagang sayur di pasar, ibu harus berkeliling dengan sepeda demi menjajakan sayuran. Tidak jarang sekali sayuran yang ibu bawa masih utuh, ujung-ujungnya akan layu dan tidak bisa dijual kembali.

Keluargaku mungkin bisa dikatakan yang paling miskin di desa ini. Bagaimana tidak, terkadang kami hanya dapat makan nasi satu kali sehari, itu pun tanpa lauk. Selain mendapat cobaan ekonomi yang sangat sulit, orangtuaku  mendapat cobaan yang berat juga. Cobaan berupa memiliki anak yang tidak sempurna fisiknya seperti diriku ini. Aku terlahir tanpa kedua kaki, kondisi yang seperti inilah yang membuatku tak bisa banyak membantu ibu dan ayah. Dan kondisi seperti ini juga yang telah membuat orangtuaku mendapat banyak cacian. Maklum, aku tinggal di desa di mana orang yang tidak sempurna fisiknya sepertiku akan mudah sekali mendapat cacian orang.



Saat aku duduk di sekolah dasar, memang banyak sekali teman-teman yang tidak bisa menerimaku dengan baik. Selalu saja mereka lontarkan kata-kata yang buruk terhadapku. Begitu juga saat aku duduk di bangku sekolah menengah pertama, tak ada bedanya dengan nasibku saat di sekolah dasar.

Cacian yang datang bertubi-tubi menjadikanku hampir patah semangat, rasanya dengan kondisi yang seperti ini aku tak punya masa depan yang cerah. Ibu dan Ayah yang mengetahui tentang keputusasaanku ini tetap memberikanku semangat. Katanya, dengan aku berputus asa itu takkan bisa mengubah takdir menjadi baik, jika terus meratapi nasib saja, nasib ya tidak akan berubah jika kita tidak mau berusaha mengubahnya. Kata-kata mereka berhasil menyalakan api semangatku kembali. Mulai saat itu, aku tak pernah lagi menghiraukan ejekan teman-temanku. Dan mulai dari situlah aku akan membuktikan kepada banyak orang, bahwa yang tidak sempurna hanya fisikku saja, tidak dengan masa depanku.

Saat aku duduk di bangku sekolah menengah atas, di sinilah api semangatku semakin membara. Semangat tersebut berhasil menjadikanku juara kelas berturut-turut saat itu, sampai aku pernah ditunjuk untuk mewakili sekolah pada Olimpiade Sains Nasional. Dengan tekad yang kuat untuk membanggakan sekolah, orangtua, dan teman-teman aku berhasil meraih juara 1. Sungguh rasanya bagaikan mimpi, begitu baiknya Tuhan memberikan hadiah ini. Dari situlah mulai banyak teman-teman yang bisa akrab denganku, juga dengan orang-orang di sekitar rumahku mereka mulai menerimaku dengan baik di lingkungannya.



Hadiah yang Tuhan berikan tidak berhenti di situ, dari kompetisi-kompetisi yang sering aku ikuti, ada salah satu kompetisi yang memberikan pemenangnya berupa beasiswa kedokteran. Dan lagi-lagi Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya, aku berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi tersebut. Selain beasiswa yang kudapatkan, ada donatur yang bersedia memberikan dua kaki palsu untukku. Betapa sangat bersyukurnya aku dengan nikmat Tuhan yang sangat banyak sekali Ia berikan. Orangtuaku tak dapat menahan air mata bahagianya. Begitu juga dengan diriku. Sungguh sangatlah besar karunia Tuhan yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bersabar dan mau berusaha.



Semua yang aku dapatkan saat ini bukanlah sebuah kebetulan, semuanya karena perjuangan dan kasih sayang Tuhan. Jika aku ingat lagi, seandainya dahulu aku menyerah begitu saja dalam menghadapi kehidupan yang berat, Tuhan pasti tidak akan memberiku semua ini, karena hanya hamba-Nya yang ingin mengubah nasib maka Ia akan mengubah nasib hamba-Nya tersebut.

Aku semakin percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Dan Tuhan memberi cobaan bukan karena kita lemah, tapi Tuhan tahu bahwa sebenarnya kita kuat. Karena di balik semua cobaan itu, sebenarnya Tuhan sudah mempersiapkan hadiah terbaik jika kita mampu menghadapi cobaan-Nya.




(vem/nda)
What's On Fimela