Hubungan 15 Tahun Berakhir karena Hadirnya Perempuan Lain

Fimela diperbarui 20 Mei 2018, 10:00 WIB

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Aku bertanya-tanya. Selalu. Bahkan mungkin hampir setiap hari. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang belum aku lakukan? Apa yang tidak aku pelajari? Apa yang kurang? Apa aku telah melakukan sebuah kesalahan? Apa aku tidak cukup baik? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya berakhir dalam pikiranku yang kemudian menghilang dalam sebuah tanda tanya.

Aku sudah 15 tahun bersamanya. Apapun, bukan. Segalanya telah aku lakukan. Kita telah berbagi rasa, kesedihan, kebahagiaan, bahkan luka bersama. Saat itu, aku berpikir bahwa aku dan dia adalah sepasang jiwa yang ditakdirkan bersama. Aku selalu berpikir seperti itu dan mungkin hal itu juga yang menjadi lukaku.

Dulu saat rasa kita masih sama, kita adalah orang-orang yang penuh kebahagiaan. Penuh dengan kasih dan cinta yang bahkan akan membuat orang lain iri kepada kita. Seandainya aku bisa membuatmu kembali mengingat masa-masa itu, masa di mana saat kita pertama kali bertemu. Saat kau dengan  malu-malu mengajakku berkenalan, meminta nomor teleponku dan melompat kegirangan saat kau mendapatkannya, kau kemudian tersenyum dengan wajah merah saat menyadari bahwa aku tertawa kecil melihatmu. Seandainya aku bisa mengingatkanmu kembali pada saat itu. Saat kau kemudian memutuskan untuk melamarku.



Kau tahu? Aku telah mencoba segalanya. Menjadi seperti wanita yang selama ini kau impikan. Seorang wanita yang bisa kau banggakan di hadapan keluarga maupun teman-temanmu. Aku telah mencobanya, Aku selalu mencobanya. Aku selalu mencoba menjadi seorang ibu yang akan membuat anak-anak kita bangga. Ya, aku tidak pernah berhenti mencoba. Tapi sekarang, itu seperti tidak ada gunanya lagi, bukan? Aku telah sangat lelah mencoba. Aku merasa sia-sia. Aku merasa patah. Bukan patah karena mencoba, tapi karena kau tidak pernah melihat apa yang telah aku coba lakukan untukmu. Untuk kita.  

Aku tidak menyalahkan Tuhan atas apa yang telah terjadi pada kita. Meskipun dulu, aku sempat melayangkan doa-doa protes di malam aku mengetahui bahwa kau bukan lagi bagian dari diriku. Aku ingin menyalahkan perempuan itu, perempuan yang menurutmu telah memberikan cinta yang kau inginkan. Perempuan yang menurutmu bisa memberikan bahagia yang tidak bisa aku berikan. Perempuan yang bagimu dapat menyempurnakanmu. Perempuan yang... perempuan yang merebutmu dariku.



Perempuan yang berhasil mencuri rasamu. Perempuan yang pada akhirnya membuat jarak di antara kita. Kau tahu? Ini terasa lucu tapi juga sangat menyakitkan. Ya lucu, lucu karena bagaimana bisa seorang perempuan melakukan hal seperti itu pada perempuan lainnya. Bagaimana ia tega mencuri mimpi dan kebahagiaan perempuan lain dan kemudian membangun kebahagiannya di atas luka yang ia ciptakan. Dan ya, ini juga menyakitkan karena kau memilih untuk pergi bersamanya. Aku ingin menyalahkanmu tapi aku tidak mengerti, mengapa aku tidak bisa melakukannya.

Saat itu, aku mulai berpikir bahwa rasa bisa pudar seiring berjalannya waktu. Tidak peduli rasa cintamu sebesar apa, rasa itu bisa saja menghilang tiba-tiba. Entah bagaimana, waktu bisa mengubah segalanya. Mungkin dia mulai bosan? Atau mungkin aku tidak bisa menjadi seperti yang dia inginkan? Mungkin aku telah membuatnya kecewa? Mungkin usahaku kurang? Atau mungkin aku tidak secantik perempuan lain?



Dulu, aku selalu berpikir seperti itu. Bahwa dia pergi karena aku yang tidak cukup baik untuk dirinya. Bahwa aku tidak cukup mencoba untuk tetap membuatnya tinggal. Bahwa aku yang memang bersalah atas apa yang terjadi pada kita. Dulu... aku hanya terus menyalahkan diriku dan keadaan. Sampai kemudian aku tidak menemukan apapun untuk bisa kusalahkan lagi.

Pada akhirnya aku sadar, bahwa semua yang kita inginkan, belum tentu dapat menjadi milik kita. Tidak peduli sebesar apapun usahamu untuk  memiliki atau mempertahankannya, jika memang bukan untukmu, maka ia tetap akan pergi. Mereka bilang, mungkin karena dia tidak cukup baik untukku, ya atau aku yang tidak cukup baik untuknya, bisa saja seperti itu. Aku tidak bisa memaksa hatinya untuk tetap tinggal. Aku juga tidak bisa memaksa hatinya untuk berubah. Aku tidak bisa apa-apa jika seseorang memang ingin pergi. Aku hanya bisa belajar untuk mengerti, bahwa “kita” bukanlah jalanku dan dia.

Mungkin luka ini akan sulit untuk sembuh dan akan kembali menyakitkan sesekali. Tapi aku tahu, waktu juga adalah penyembuh yang hebat. Aku hanya harus mulai belajar memaafkan dan melepaskan. Suatu hari nanti, aku pun akan benar-benar melupakannya. Aku percaya, Tuhan telah menuliskan cerita kita seindah mungkin. Meski terkadang ada luka di dalamnya tapi itu bukan untuk menyakiti, ia hanya sebagai pembelajaran untuk kita. Mungkin agar kita lebih sabar? Lebih bijak? Atau agar kita bisa menemukan sesuatu yang memang tepat untuk kita. Untuk saat ini aku hanya berharap, semoga kau bahagia dan doakan juga agar aku bisa seperti itu.

(vem/nda)