Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.
***
Ternyata 11 tahun menikah belum membuat suamiku (Mas Kris) membuka hatinya untuk keluargaku. Entah mulai kapan Mas Kris tidak menyukai Ayah dan kakak perempuanku (belum menikah). Tapi sewaktu kami akan menikah dulu sampai 5 tahun pernikahanku, Mas Kris terlihat baik-baik saja, baik dengan Ayahku maupun dengan kakakku.
Kami hidup serumah, di rumah orangtuaku, tentu atas izin dari Mas Kris, jadi tinggal di rumahku bukan atas kemauanku sendiri, itu kesepakatan kami. Sampai Ibu meninggal dunia, semakin terlihat jelas sikap Mas Kris kepada Ayah dan kakakku. Ketidaksukaannya membuatku tidak nyaman, kadang aku harus dihadapkan pada pilihan yang menurutku susah.
Hari demi hari, kami satu rumah, tetapi mereka tidak pernah bertegur sapa. Pernah kutanyakan pada Mas Kris, apa yang membuatnya sangat tidak suka pada Ayah dan kakakku, dan jawabannya sangat menyesakkan dada. Mas Kris bilang dari dulu dia tidak pernah suka dengan keduanya. Setelah mendengar jawaban itu, air mata ini tak dapat dibendung, apalagi setiap hari melihat orang-orang yang aku sayangi semakin jauh. Sesak rasanya dada ini menahan air mata yang dengan sekuat hati kutahan agar tidak tumpah.
Semakin Ayah menua, semakin beliau terlihat rapuh. Ayah memang seorang yang keras, dan aku tahu tidak semua orang bisa menerima sikap orangtua yang keras. Hanya, apa karena sikap kerasnya Ayah sehingga suamiku tidak menyukainya? Ya Allah, betapa sakit hati ini menahan rasa kecewa yang amat dalam.
Pernah Ayah menanyakan, “Dik (panggilan buatku), tolong sebutkan sikap Ayah mana yang membuat suamimu kecewa, kalau memang sikap aAah yang keras, dan itu membuat suamimu tidak suka, Ayah akan ubah, Ayah nggak akan banyak bicara, tolong mintakan maaf kepada suamimu ya." Bagai ditampar dengan bara api, sakit, perih dan rasanya mau berontak.
Ayah semakin sering diam, sedangkan Mas Kris tidak pernah berubah, bersikap acuh dan tidak peduli. Aku mulai membencinya, aku ingin berteriak, menantangnya, dan meluapkan semua rasa sakit hatiku, bisikan setan mulai meracuni setiap waktu. Ditambah, bulan Januari yang lalu ayah pergi meninggalkan kami. Ya Allah, begitu beratnya Engkau mengujiku, belum sempat aku membahagiakannya, tetapi Engkau sudah memanggilnya.
Mungkin Ayah sudah mengetahui jika beliau akan dipanggil oleh Alloh SWT, beliau meminta maaf kepada suamiku melalui aku. Di samping jenazahnya kupeluk beliau erat, kutidur di sampingnya (seperti biasa jika beliau lagi sakit, aku akan tidur besamanya ), kuciumi wajahnya yang tidur dengan tenang.
Mas Kris mengangkat tubuhku dari samping, aku mencoba memberitahunya, aku hanya ingin ada di sampingnya sementara ini, tetapi dia tetap berusaha menarik tubuhku dengan kuat. Aku langsung berbalik dan mendorongnya sangat kuat. Sampai keluargaku menahan tubuhku yang seolah mendapat bantuan setan, sangat kuat. Aku bilang kepadanya, “Aku hanya ingin menemani ayahku untuk yang terakhir kalinya, jika kamu keberatan silahkan keluar ruangan, dan kamu tidak pernah tahu rasanya hatiku selama ini, seperti kau bunuh secara perlahan."
Aku semakin terpuruk, rasa benci semakin tumbuh, dan ingin membalas semua sikapnya. Seminggu kemudian, seorang sahabat lamaku mengirim pesan, menyampaikan bela sungkawa, atas meninggalnya ayahku, dan sedikit dia berkata tetapi besar artinya buatku. “Sahabat, tolong ingat akan napas yang mengalir dalam dirimu, siapa yang memberi, ini adalah ujian buatmu agar kesabaranmu yang selama ini sudah kamu usahakan semakin meningkat. Allah sangat menyayangimu, kembalilah bersujud kepada-Nya, agar dirimu tenang menyikapi semua ini. Aku berharap kamu tidak membalas sakit hatimu dengan bersikap yang sama, kalahkan sikapnya dengan kesabaranmu yang luasnya seperti lautan. Anak-anakmu tidak boleh tumbuh dengan seorang Ibu yang pendendam. Apa kamu lupa tujuan kita menikah dulu, kita akan sama sama berjuang menuju jannah, persahabatan kita tidak di dunia saja."
Dia sahabatku, seakan tahu semua yang kurasakan, seketika itu, aku sadar, ada amanah yang harus kupertanggungjawabkan juga, kudidik dengan baik, agar hatinya tidak keras seperti batu. Sikapku mulai mencair, aku mulai bicara halus dan melayani suami seperti sebelumnya.
Niatku sudah bulat, aku kembali ke jalan Allah, akan kuterima dengan ikhlas sikapnya, sampai Allah memberinya hidayah.
Dan beberapa bulan terakhir Allah menjawab doaku, Mas Kris sedikit berubah, beliau mulai memberikan perhatiannya sedikit, mulai peduli dengan apa yang terjadi dirumah. Salatnya tepat waktu dan bicaranya tidak keras.
Ya Allah, beginikah cara Engkau mengujiku. Kau ambil separuh nyawaku, tapi Kau kembalikan secara perlahan-lahan dan sangat indah. Aku tahu Ya Allah, Engkau mengujiku untuk melihat keimananku, Kau ingatkan aku akan tujuanku, dan kusadar sekarang, kerasnya hati suamiku adalah jalan yang Engkau berikan untukku menuju surga-Mu, jannah-Mu.
Ya Allah, izinkan aku mencium wangi surga-Mu kelak, bertemu dengan ayah, ibuku, dan keluargaku.
Amin-amin ya Robbal Alamin.
- Kurelakan Dirimu Bahagia di Pelukan Wanita Pilihan Ibumu
- Ikhlas Lepaskan Barisan Para Mantan, Temukan Pria yang Lebih Baik Kemudian
- Pria yang Bertindak Kasar dan Ketahuan Selingkuh Tak Layak Dipertahankan
- Saat Cinta Berakhir Luka, Jangan Menyiksa Dirimu Hidup dalam Rasa Bersalah
- Untuk Kawan yang Pernah Membenciku, Semoga Tuhan Melembutkan Hatimu
(vem/nda)