Rumah Berdekatan dengan Adik Ipar, Hubunganku Dengannya Malah Tidak Akur

Fimela diperbarui 17 Mei 2018, 13:45 WIB

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Ini cerita saya dengan adik ipar saya pada tahun 2013. Saya tinggal dekat dengan keluarga suami, yaitu ibu mertua dan adik ipar saya.  Kami masing-masing  tinggal di rumah sendiri, masih dalam satu komplek, sehingga jarak rumah kami sangat dekat. Rumah yang berjarak dekat, ternyata tidak menjamin hubungan saya dan adik ipar saya lantas dekat pula. Padahal saya berharap, hubungan kami bisa dekat layaknya kakak adik, mengingat semua keluarga jauh dari saya. Ya sejak kuliah hingga menikah saya sudah menjadi anak rantau.

Berawal dari perkataannya soal mengasuh bayi yang membuat saya sedih. Ada prinsip nilai yang berbeda antara saya dengan dia karena saya adalah ibu bekerja dan dia ibu rumah tangga. Saya memang bukan tipe yang bisa mendebat langsung sesuatu jika berbicara. Makanya ketika dia berbicara saya hanya bisa diam, yang pada akhirnya menyisakan kesedihan di dalam hati saya sendiri. Waktu itu memang saya sedang hamil, jadi saya merasa, mungkin waktu itu saya terlalu emosional karena pengaruh hormon, sehingga perkataannya terlalu saya masukkan ke dalam hati.



Tetapi, ternyata tidak berhenti sampai di situ saja, masih ada hal lain dari perkataannya yang benar-benar membuat saya sedih, bahkan saya sampai menangis. Saya dibilang akan menyusahkan mertua karena akan menitipkan anak kepada mertua saat saya kembali bekerja. Itu semua tidak benar, karena saya dan suami sudah sepakat akan menitipkan anak kami di daycare saja. Dan masih banyak lagi hal lain yang dia ucapkan kepada saya, yang memang menyakiti hati saya. Hingga puncaknya, saat saya melahirkan, dia tidak datang menjenguk saya dan bayi saya, padahal saya tahu, dia baru saja ke rumah mertua saya. Apa salahnya juga sekalian mampir ke rumah saya? Karena hal ini, saya semakin merasa bahwa ketidakhadirannya adalah bukti dia benar-benar tidak suka dengan saya.

Tentang permasalahan ini, dari awal saya banyak berkomunikasi dengan suami saya. Mencoba mengerti adik ipar saya lewat suami. Sebelum menikah, memang saya tidak terlalu banyak mengenal si adik ipar ini. Kami berbicara, mencari solusi, supaya ini tidak berlarut-larut. Saya pun memotivasi diri saya sendiri, agar banyak bersabar dan menyadari bahwa memang saya tidak bisa membuat semua orang suka kepada saya, termasuk keluarga sendiri.

Menyadari bahwa orang yang tidak suka kepada saya, hanya akan melihat diri saya dari sisi keburukan bukan kebaikan saya. Saya mencoba berdamai dengan diri saya sendiri agar dapat mudah memaafkan adik ipar saya ini, meskipun dia sebenarnya tidak berinisiatif meminta maaf terlebih dahulu. Saya mencoba introspeksi diri saya sendiri juga, dan menyadari bahwa saya juga tidak luput dari kesalahan sebagai manusia. Akhirnya, saya dan suami memutuskan saat Idul Fitri tahun 2014 adalah saat yang tepat untuk saling bermaafan. Atau lebih tepatnya, saya akan memaafkan semua hal-hal menyakitkan yang telah diucapkan oleh adik ipar saya.

Tak peduli  dia minta maaf atau tidak, yang jelas saya ingin memaafkan saja, karena tidak enak rasanya ada sesuatu yang mengganjal dalam hati untuk waktu yang lama. Saya ingin mengikhlaskan semua perkataan yang menyakitkan dan kesedihan yang saya alami.



Saat saya memaafkan adik ipar saya, saya merasa hati saya bersih kembali dan sangat lega. Terlepas apakah dia masih tidak suka dengan saya atau tidak, saya tidak memikirkan hal itu lagi. Yang penting saya terus berbuat baik saja kepadanya dan berharap suatu saat ia menyadari kesalahannya, suatu saat saya berharap ia akan menjadi saudara perempuan layaknya saudara perempuan kandung saya di mana dia bisa menjadi tempat bercerita dan berbagi kisah. Ah, bukannya kami sama-sama perempuan? Sudah seharusnya sesama perempuan harus saling menguatkan, terlebih sudah menjadi satu keluarga.

Saat ini, hubungan kami baik, meskipun tidak dekat. Kunci agar ikhlas dengan semua ini adalah, tidak membiarkan perkataan yang menyakitkan berlama-lama menumpuk di dalam hati. Jika sedih ya wajar saja, tapi harus cepat-cepat ingat kembali, bahwa saya tidak dapat membuat semua orang lain suka kepada saya. Selain itu, saya juga berusaha  mengontrol perasaan, terus berpikiran positif dan terus berbuat baik kepadanya. Biar Allah aja yang tahu niat baik saya dan menilai kebaikan tersebut. Karena hanya hal itu yang dapat saya lakukan dalam hubungan ini.





(vem/nda)
What's On Fimela