Karena Gerobak Ibu, Aku Bisa Meraih Gelar Sarjana Hukum

Fimela diperbarui 29 Mar 2018, 09:30 WIB

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Aku adalah anak desa, yang bercita-cita tinggi dan tak selalu pantang menyerah untuk mendapatkan yang aku mau. Namun semua tak lepas dari pengaruh Ibuku. Mengapa Ibuku? karena beliau selalu memberiku wejangan bahwa tak ada kata menyerah untuk jadi yang terhebat.

Ketika aku lulus SMA terjadi perbedaan pendapat antara Ibu dan Ayahku. Ketika itu Ayahku menghendaki agar aku bekerja saja tak usah melanjutkan pendidikan karena menurutnya anak perempuan hanya ditakdirkan jadi ibu rumah tangga dan tak perlu kuliah. Tetapi Ibuku punya pandangan lain, menurut beliau laki-laki atau perempuan sama-sama harus mengenyam pendidikan tinggi. Dan Ibuku bertekad untuk menguliahkan aku walau tanpa persetujuan ayahku. Ibu selalu mendukung langkahku. Karena doa seorang Ibu tak pernah meninggalkan aku, sebab itulah aku berani melanjutkan kuliah.



Aku kuliah di salah satu universitas ternama di Kota Solo. Aku mengambil jurusan ilmu hukum, karena aku bercita-cita ingin menegakkan keadilan dan kelak aku ingin menjadi seorang hakim yang bisa memutus perkara seadil-adilnya tanpa adanya diskriminasi apapun. Namun halangan begitu berat aku selalu diejek tetangga-tetanggaku, mereka selalu bertanya kuliah untuk apa? Sekarang sarjana banyak yang nganggur. Celotehan tetangga selalu terdengar di telinga, karena memang tradisi di desaku anak perempuan lulus SD atau SMP langsung menikah. Dan aku satu-satunya anak perempuan yang menempuh kuliah. Ayahku pun sampai saat ini tak begitu senang melihat aku kuliah karena masih bertanya-tanya kelak aku mau jadi apa. Namun, aku tak pernah hilang semangat karena Ibuku tak pernah berhenti mendoakan dan mendukung di setiap perjuanganku.

Ibuku hanyalah seorang pedagang pecel keliling di Jakarta, namun semenjak aku kuliah Ibuku menambah dagangannya agar uang yang didapat juga bertambah agar bisa membiayai kuliahku. Karena memang aku hanya dibiayai oleh Ibuku sementara ayahku membiayai sekolah adikku yang masih SMK. Sejak aku kuliah Ibu juga berjualan aneka bubur. Ada bubur sumsum, kacang ijo, dan lain-lain. Semua dagangan tersebut dibawa keliling menggunakan gerobak. Sehingga setiap hari tanpa kenal lelah Ibuku mendorong gerobaknya untuk menjual dagangannya. Saat aku menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan Ibuku untuk membiayai kuliahku, maka aku semakin yakin bahwa kelak aku bisa membuatnya bangga karena semangatku semakin membara ketika tangan Ibuku semakin kekar karena tak pernah libur untuk mendorong gerobak berisi dagangannya.

Aku tak pernah malu mengakui tentang pekerjaan orangtuaku walau aku di kampus berteman dengan anak-anak orang kaya dan berpangkat. Yang aku pikirkan hanyalah aku harus bisa segera lulus dan bisa bekerja agar Ibuku tak lagi mendorong gerobak setiap hari. Aku ingin menjadikan usia senja kedua orangtuaku sangat indah dan tak perlu bekerja berat-berat, aku ingin membuatnya bangga sekaligus membuktikan bahwa wanita juga bisa berkarya.



Alhamdulillah usaha keras Ibuku tak sia-sia, aku berhasil meraih gelar sarjana hukum dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,88. Setelah lulus kuliah aku berencana untuk mendaftar menjadi calon hakim. Aku berani mengambil keputusan untuk menjadi cakim adalah karena Ibuku, karena doanya selalu dilantunkan buat aku. Pada dasarnya semua yang ada di dunia ini akan meninggalkan kita, namun ada satu hal yang tak pernah meninggalkan kita, yaitu doa seorang Ibu.

Semoga ceritaku ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi bahwa wanita juga berhak untuk berpendidikan tinggi asalkan semua dijalani bersama restu Ibu. Aku bangga menjadi Sarjana Hukum yang dihasilkan oleh seorang pedagang pecel dan dibiayai dengan gerobak dorong.




(vem/nda)