Terlahir dari Pernikahan yang Tak Diinginkan, Sungguh Ini Bukan Inginku

Fimela diperbarui 29 Mar 2018, 17:40 WIB

Perempuan merupakan satu-satunya sosok makhluk yang Tuhan ciptakan di muka bumi dengan berbagai keindahan. Tangis yang lahir dari matanya merupakan bentuk kelemahan dan kekuatan yang dapat membangkitkan ia dalam keadaan-keadaan buruk. Senyumnya adalah awal dari harapan dan kebangkitan untuk hidupnya. Di hari peringatan perempuan ini, aku ingin menceritakan tentang kehidupanku.    

Perempuan hebat menurut definisiku sendiri ialah ketika perempuan tersebut mampu meraih cita-cita dan cinta tak peduli berapa banyak badai yang menerpa ia akan tetap teguh untuk meraih mimpi. Aku menyebut diriku sebagai perempuan hebat sebagai bentuk apresiasi kepada diriku atas hidup yang telah kujalani selama 23 tahun. Aku lahir dari sebuah pernikahan yang tak pernah diinginkan oleh banyak orang. Ibu merupakan istri siri dari ayah.

Ayah memilih menduakan ibu tiriku karena ibu tiriku sudah tak bisa melayani ayah lagi. Ibu tiriku sakit–sakitan sehingga itu yang menjadi alasan kuat ayah menikah lagi. Tumbuh dan besar dari pernikahan siri merupakan hal yang menyakitkan untukku, karena seringkali aku mendapat ucapan dan perilaku buruk dari kakak-kakak tiriku ibu tiri maupun orang–orang di luar sana.

Pernikahan ayah dan ibuku tak berjalan harmonis, mungkin ibu tak sanggup menjadi istri kedua. Akhirnya mereka berpisah. Saat itu, aku masih kecil. Hak asuh diberikan kepada ibu, sesekali aku berkunjung ke rumah ayah untuk menebus rasa rindu dan meminta uang sekolah. Di rumah ayah tinggal dengan ibu tiri dan kakak–kakak tiriku. Ibu tiriku sangat membenciku. Terkadang aku hanya duduk di depan teras rumah hingga ayah pulang kerja.

Beranjak dewasa aku diminta ayah untuk tinggal bersama untuk membantu merawat ibu tiriku yang sakit–sakitan. Walaupun aku merawat ibu tiriku tapi itu tak mengubah ibu tiriku menjadi sayang padaku. Semakin hari kondisi ibu tiriku makin kritis. Sebelum ia menghembuskan napas terakhir, ia berpesan untuk merawat ayah dan hal yang paling membuatku pilu, ia meminta ayah untuk mengalihkan semua harta dari pernikahan ke kakak-kakak tiriku. Ia sangat khawatir bahwa aku akan menguasai harta yang dimiliki ayah. Dengan tenang aku menjawab semua pesan ibu tiriku, “Bu, aku akan menjaga Ayah sekuatku dan semampuku. Ibu jangan khawatir, aku tidak akan menguasai apa yang dimiliki Ayah. Aku hanya ingin memperoleh pendidikan sama seperti anak-anak lainnya, setelah pendidikanku selesai aku tidak akan meminta apa-apa lagi dari ayah.”  

Esoknya ibu tiriku menghembuskan napas terakhir. Aku sangat sedih, aku tidak pernah membencinya sedikit pun. Aku menyadari sepenuhnya bahwa kehadiranku di kehidupannya yang membuat ia amat membenciku. Sepeninggalan beliau aku berusaha menepati janji padanya dengan hidup secara sederhana. Terkadang untuk menutupi kebutuhan hidup aku selingi untuk kerja part time. Hal itu aku lakukan bukan karena ayah tak mampu memberi uang tapi karena aku tidak ingin mendapat gunjingan–gunjingan buruk dari kakak tiriku dan menghindari ketakutan almh. ibu tiri bahwa aku akan menguasai dan menghabiskan uang ayah.

Sampai saat ini aku telah menyelesaikan pendidikan di sebuah perguruan tinggi negeri. Lewat tulisan ini aku ingin berpesan kepada semua perempuan di dunia, “Seorang anak yang lahir ke dunia tidak bisa memilih siapa orang tuanya, bagaimana ia lahir dan seperti apa kehidupan yang akan ia jalani. Berhentilah menilai kami yang terlahir sebagai anak di bawah tangan atau anak–anak yang lahir di luar pernikahan buruk. Kami sama seperti anak–anak lainnya yang ingin tumbuh dan berkembang dalam keadaan fisik dan psikis yang sehat."

Untuk perempuan-perempuan yang kelak akan menjadi ibu, rencanakanlah secara cerdas bagaimana kelak anak kalian akan terlahir. Jangan biarkan anak-anak kalian terluka batinnya karena pilihan yang harusnya tak dijalani. Hanya pada perempuan cerdas anak- anak yang cerdas terlahir maka berikanlah kehidupan yang layak untuk dilakoni.

Itulah alasan yang membuatku, menyebut aku sebagai perempuan yang hebat karena aku telah berhasil melewati kehidupan yang diberikan Tuhan dan orangtuaku dengan baik sama seperti anak–anak normal lainnya.

(vem/nda)