Sakit Hati Ini, Pacar Minta Putus karena Malu dengan Tubuhku yang Pendek

Fimela diperbarui 28 Mar 2018, 13:00 WIB

Kejadian ini terjadi sekitar 4 tahun lalu, tepatnya pada 2014, di mana aku berpikir bahwa ia akan menjadi partner hidup terbaik yang Tuhan berikan.

Kami sudah saling kenal sejak SMP karena pernah sekelas di tahun pertama. Bisa dibilang, kami cukup dekat. Setahun kenal dan merasa nyaman, ia akhirnya menyatakan perasaan kepada aku. Tidak perlu pikir panjang, akhirnya kami mulai berpacaran. Kala itu, lagu yang menjadi theme song hubungan kami adalah Sahabat Jadi Cinta dari Zigaz yang menurut kami sangat menggambarkan bagaimana awal hubungan kami hingga berpacaran.

Walaupun begitu, hubungan aku dengan lelaki yang tidak ingin kusebut namanya di sini itu tidak selalu berjalan mulus hingga akhirnya kami memutuskan untuk putus setelah 5 bulan berpacaran. Tidak hanya putus cinta, persahabatan kami juga berakhir.



Singkat cerita, ia kembali mendekatiku setelah kelulusan. Awalnya aku ragu, apalagi sudah tidak satu sekolah, yang berarti kami akan sangat jarang bertemu. Aku bersekolah di sekolah kejuruan kawasan Kebayoran Baru sedangkan ia bersekolah di sekolah kejuruan kawasan Pasarminggu. Cukup jauh, bukan? Ya, bisa dibilang, kalau kami balikan, maka kami akan menjalani “LDR”. Namun, atas nama “masih sayang”, aku akhirnya menerima ia kembali sebagai pacar. Di masa putih abu-abu ini, ia juga terlihat lebih tulus dengan selalu menawarkan diri untuk mengantarkan aku pulang. Sekalian ketemu, pastinya.

Namun, hal ini terulang kembali. Aku dan dia kembali putus setelah kurang lebih 4 bulan balikan. Putus yang kedua ini membuat aku sangat benci dengan dia karena tidak ada kata putus namun ia beraninya menambahkan kata “single” di bio Twitter-nya. Tidak hanya itu, ia juga mendekati teman lama kami di SMP yang kebetulan satu tongkrongan dengannya dulu. Ah, sungguh aku benci tetapi tidak ingin sama sekali mengontaknya duluan. Dia saja sudah mengatakan bahwa dirinya single, berarti aku bukan siapa-siapanya lagi dong?

Ok, cukup dengan dia. Saat kelas 2 SMK, aku naksir lelaki lain yang kebetulan adalah kakak kelasku. Bisa dibilang, aku cukup berani dengan selalu mengontak dia dan membiarkan satu kelas bahkan beberapa guru tahu bahwa aku naksir dia. Kalau diingat, jadi malu sendiri! Namun, rasa suka itu bertepuk sebelah tangan dan aku harus menerima fakta itu dengan lapang dada.



Aku memasuki tahun ketiga di masa putih abu-abu dengan penuh tantangan. Aku benci matematika, tetapi aku harus mendapatkan nilai bagus untuk lulus. Setiap harinya aku fokus belajar sampai konsentrasi aku diuji kembali oleh kedatangan dia, sang mantan. Melihat namanya muncul di inbox ponsel membuat aku ingat akan hubungan yang pernah kita lalui dan tentu saja, teman-temanku melarang keras aku balikan dengannya. “Udah dua kali lo ditinggalin, masa mau kayak gitu lagi? Ibarat baca novel dua kali, ending-nya sama aja!” Tetapi... masa bodo lah, aku benci dia namun aku masih sangat sayang dengan dia hingga akhirnya kami memutuskan untuk balikan lagi di awal 2014.

Aku lihat, ia semakin dewasa. Pola pikirnya, sikapnya, bahkan perencanaan masa depannya. Kami banyak ngobrol tentang jurusan kuliah apa yang akan kami ambil, bisnis apa yang akan kami jalankan dan bagaimana kehidupan kami setelah menikah. Oke, aku tahu topik itu terlalu cepat kami bicarakan karena usia kami saat itu baru 17 tahun tetapi bagaimana dong, kami kan, saling sayang!



Beberapa bulan pacaran, ia mengajak aku bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Dengan bangga ia memamerkan bahwa aku pacarnya dan itu membuat aku semakin sayang dengan dia hingga suatu hari, ada yang aneh dari dia.

Ia mulai meminta aku pakai celana jeans dan sepatu sneakers. Padahal, ia tahu bahwa aku tidak suka pakai celana jeans dan sepatu bertali yang ribet. Selama jalan dengan dia ke mana pun, aku selalu pakai legging dan sandal Bali atau flat shoes. Namun, entah kenapa ia mulai mengatur cara aku berpakaian bahkan mengirimkan referensi dari Google untuk aku tiru. “Pengen deh, lihat kamu pakai outfit kayak gini,” ujarnya di Line. Aku masih bersikeras padanya kalau aku tidak ingin diatur. Aku saja tidak pernah mengatur cara berpakaian dia, masa dia ngatur aku? Kala itu, aku berani minta putus karena tidak betah dengan aturan dia tetapi ia memohon pada aku agar kami tetap berpacaran dan akhirnya minta maaf sudah menjadi tukang ngatur.

Aku kira hubungan kami akan berjalan baik setelah itu tetapi nyatanya, ia kembali bersikap aneh. Tiba-tiba, ia minta putus! Aku panik, padahal hubungan kami adem ayem. Saat kutanya, begini alasannya, “Aku sama kamu beda tinggi badannya. Teman-teman aku suka ejek kamu pendek, aku malu,” Ya ampun! Aku langsung menangis. Aku tahu, sekolah kejuruan dia memang sangat mengutamakan penampilan bahkan menyeleksi murid dari tinggi badan, tetapi apakah murid-muridnya juga harus memiliki pola pikir demikian? Tanpa ragu, aku minta putus dengannya. Dia mengatakan bahwa kami tidak harus putus tetapi ia akan membelikan aku vitamin peninggi badan. Aku benar-benar muak! Aku tidak habis pikir, sejak SMP kami sudah saling kenal dan putus nyambung, tiba-tiba ia minta putus hanya karena tinggi badan?



Sejak saat itu, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku blokir seluruh kontaknya dan menghapus foto-foto kami. Sejenak, aku down dengan perkataannya, namun, aku harus bangkit.

Aku memang pendek, tetapi Tuhan memberikan aku kelebihan. Layaknya pisau tumpul, aku mengasah kemampuan dan kreativitasku dengan mengambil jurusan Penerbitan – Fotografi di kampus. Aku juga menekuni kembali hobi menulis yang telah aku sukai sejak kecil. Tidak hanya itu, aku kembali aktif mengikuti lomba bahasa Inggris dan mencari jajan tambahan dengan mengambil magang. Sampai tulisan ini ditulis dan dibaca oleh orang-orang, aku telah banyak bertemu orang hebat yang tidak menilai diriku dari fisik dan merupakan suatu kebanggaan bagi diriku bisa bekerjasama dengan mereka.

Sedangkan dia? Sudah hampir 4 tahun aku tidak berkomunikasi dengannya. Entahlah, aku sama sekali tidak peduli. Yang aku pedulikan saat ini adalah diriku yang harus terus berkembang dan tidak ambil pusing dengan komentar atau nyinyiran orang seperti dia. Keep learning, doing the positive things and never forget that I am possible!



(vem/nda)