Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.
***
“You can do it!” itulah semangat yang selalu saya gunakan untuk memotivasi diri saya sendiri ketika saya merasa tidak yakin dengan kemampuan yang saya miliki. Saya bukan tipe wanita yang nekat saat mengambil keputusan, justru saya tipe yang sangat hati-hati dan saking hati-hatinya justru menjadi ragu ketika akan melangkah.
Cerita saya bermula saat saya harus resign dari pekerjaan tetap saya di dunia keuangan. Tepatnya, dua tahun yang lalu, ketika saya harus menjaga ibu yang sakit stroke dan mau tidak mau saya lah yang bertugas merawat beliau karena saya satu-satunya anak perempuan di keluarga saya.
Waktu itu, ibu saya harus bolak-balik rawat inap, terapi, dan check-up. Otomatis, waktu saya juga terkuras habis di rumah sakit, dan kinerja saya di kantor tentunya tidak maksimal, meskipun saya tetap berusaha untuk selalu profesional. Namun, berjalannya waktu dengan banyak pertimbangan, karena bekerja selama 8 jam sehari bahkan lebih, ternyata membuat saya sangat kelelahan. Akhirnya sebuah keputusan besar harus saya ambil, meskipun itu adalah pilihan yang sangat sulit.
Singkat cerita, saya pun mantap memilih meninggalkan pekerjaan tetap saya. Pikiran saya waktu itu hanya sesimpel ini, “Kapan lagi saya berbakti kepada orangtua, kalau tidak sekarang ini?” Pekerjaan lain pasti bisa dicari dan diusahakan lagi, tapi saat-saat berharga bersama dengan orangtua tentu tidak bisa diulang lagi. Saya pun berharap, siapa tahu dengan kasih sayang yang saya berikan selama saya memberikan sepenuhnya waktu saya untuk menjaga Ibu saya di rumah, mampu membantu pemulihan kesehatan ibu.
Sekitar bulan Desember 2016, setelah saya selesai menyelesaikan laporan keuangan, saya dengan tekad bulat menghadap pimpinan saya dan mengajukan surat resign. Awalnya, pimpinan saya sempat terkejut dan menyarankan untuk supaya saya tetap bekerja, bahkan beliau bersedia membantu pekerjaan saya, tapi keputusan saya sudah final. Saya tetap harus resign dan pimpinan saya tidak bisa memaksa untuk tetap tinggal. Sebulan berikutnya sesuai dengan peraturan kantor, saya pun benar-benar keluar dari perusahaan tersebut.
Setelah saya benar-benar menganggur, saya tidak punya gambaran apa-apa tentang pekerjaan apa, yang nantinya akan saya kerjakan. Saya hanya berpikir, saya harus segera mencari pekerjaan freelance yang sesuai dengan bakat saya dengan waktu yang fleksibel. Kebetulan saya punya kemampuan di dunia kepenulisan yang sudah lama saya geluti, tapi belum benar-benar menghasilkan uang, karena saya hanya menganggapnya sebagai hobi semata tanpa berpikir untuk mencari uang di bidang ini.
Kenyataannya, saya tidak pernah menyangka kalau hobi saya di dunia fiksi mampu menghasilkan uang. Berawal dari tawaran besar-besaran dari salah satu website novel yang mencari penulis novel untuk website-nya dengan format cerita bersambung. Saya pun dengan antusias mengikutinya, mengirimkan sebuah sinopsis cerita saya beserta bab awal cerita saya tersebut.
Berkat Tuhan dan doa ibu dan bapak saya, cerita saya ternyata mampu menarik minat editor di website tersebut, sehingga saya pun mendapatkan kontrak kerjasama dari mereka. Saya sempat gemetar saat membuka email balasan dari mereka, apalagi fee yang mereka tawarkan cukup besar bagi saya yang masih tergolong penulis pemula. Apalagi kalau ditambah dengan bonus yang akan saya dapatkan, jika novel saya masuk Top 20, nilainya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji saya di kantor sebelumnya. Tentu pekerjaan ini lebih menguntungkan, karena bisa dikerjakan di mana saja dan kapan saja, yang terpenting taat terhadap deadline yang mereka berikan.
Tanpa pikir panjang, saya pun menandatangani kontrak tersebut, dan langsung mengirimkan email balasan dan menyatakan bersedia untuk bekerjasama. Perjalanan karier saya yang baru ternyata tidak mulus begitu saja. Awal mula saya menulis novel di website tersebut, posisi saya tidak punya laptop atau komputer di rumah, karena selama ini saya selalu menggunakan fasilitas kantor, sehingga waktu bekerja disana, merasa tidak perlu memiliki sendiri. Tapi, untuk saat ini tentu saya butuh senjata utama saya, yaitu laptop, notebook ataupun komputer. Sebenarnya bisa saya langsung membeli laptop yang harganya tidak terlalu mahal. Tapi waktu dipikir lagi, saya harus berhemat, karena saya lebih mementingkan biaya untuk kesehatan ibu yang tentunya memerlukan biaya tidak sedikit.
Saya tidak kehabisan akal, saya memutuskan untuk mengetik cerita saya lewat aplikasi Word yang ada di ponsel saya. Dengan berbekal ponsel Blackberry lama saya, saya bisa menyelesaikan 25 bab dalam sebulan dengan rata-rata per bab 7-9 lembar.
Saya pun awalnya tidak menyangka bisa melakukannya, tapi karena semangat dan komitmen atas kontrak yang sudah saya tanda tangani, saya ternyata mampu menyelesaikan apa yang terlihat mustahil bagi saya pribadi dan mungkin juga orang lain. Jujur, saya cukup kesulitan mengetik cerita dengan layar yang super kecil, di samping tidak hemat waktu, juga otomatis cepat lelah terutama jemari ini yang bisa kaku. Meskipun sebenarnya ada keuntungannya juga, dengan memakai ponsel saya lebih bisa mengetik cerita di mana-mana. Misalnya, saat menunggu antrian dokter, atau nebus obat bahkan ketika sedang menjaga Ibu di rumah sakit. Tentu tidak akan praktis kalau kemana-mana saya membawa laptop.
Tantangan berlanjut, di minggu kedua setelah cerita saya tayang, peraturan yang ada di website tersebut mengharuskan saya untuk promosi cerita, supaya semakin banyak pengunjung website yang membaca cerita saya. Ada sistem rating yang membuat saya harus selalu ada di posisi aman, kalau tidak cerita saya akan ditamatkan lebih cepat, dan kontrak bisa saja diputus.
Saya harus putar otak mengerahkan semua imajinasi saya, demi memikirkan dan menghasilkan plot cerita yang mampu menggelitik rasa penasaran pembaca untuk terus membaca cerita saya sampai ending. Itu tantangan yang lumayan berat bagi saya, di samping harus memahami betul penggunaan kata, tanda baca, dan meminimalis adanya typo, supaya tidak bolak balik revisi sebelum dinyatakan layak untuk terbit. Tidak jarang, saya harus bangun lebih pagi karena otak masih fresh untuk melanjutkan tulisan saya sekaligus memeriksa kesalahan-kesalahan penulisan saya tersendiri. Apalagi jika deadline dimajukan secara mendadak, saya harus tetap ikuti aturan yang mereka buat dengan mengumpulkan draft cerita tepat waktu, karena saya sudah menandatangani kontrak tersebut.
Benar kata pepatah, “HASIL TIDAK AKAN MENGKHIANATI USAHA." Dengan doa dan dibarengi kerja keras yang seimbang serta tidak pernah mengenal kata menyerah, usaha yang saya lakukan tidak sia-sia. Saya dapat menyelesaikan novel saya dengan menarik pembaca yang cukup banyak dan menghasilkan uang yang lumayan besar menurut saya. Selain itu juga, saya bisa menjaga ibu dan lambat laun kesehatan Ibu juga lebih baik.
Sebuah perjalanan dan keputusan hidup yang tidak saya sangka sebelumnya. Tuhan mengizinkan saya keluar dari zona nyaman pekerjaan lama saya sampai akhirnya saya harus berjuang dari nol, dan mendapatkan pekerjaan yang tidak disangka lewat hobi saya.
Perjalanan karier saya pun berlanjut, di luar dugaan, website tempat saya bernaung, mendadak tidak melanjutkan kontrak kepada semua penulis berbayar di website-nya karena banyak penulis baru yang bersedia tidak berbayar, asalkan ceritanya tayang di website tersebut. Otomatis itu tamparan keras bagi saya, karena saya sudah merasa aman. Mau tidak mau kembali saya harus putar otak untuk tetap bisa menghasilkan uang. Saya pun melakukan banyak pekerjaan sampingan seperti menjadi reseller produk fashion, sampai makanan ringan, tapi ternyata hasilnya tidak maksimal. Saya pun memulai usaha di bidang makanan. Saya memproduksi bumbu pecel dan menjualnya dibantu oleh teman.
Usaha produksi pecel kecil-kecilan saya, mulai lumayan banyak pelanggan. Tapi sayangnya, di tengah perjalanan, ibu kembali masuk rumah sakit, terkena serangan stroke yang kedua. Otomatis, saya kembali mondar-mandir rumah dan rumah sakit. Saya kewalahan saat harus menjaga ibu juga dibarengi menerima pesanan bumbu pecel. Saya pun memutuskan untuk off dulu dari usaha tersebut.
Saya lagi-lagi putar otak mencari sumber uang baru. Saya mencoba untuk mengirimkan cerpen saya ke salah satu website majalah, karena saya mendengar majalah tersebut memberikan fee yang lumayan untuk cerpen yang layak muat. Ternyata tulisan saya tidak langsung diterima. Baru tulisan yang kedua diterima, dan saya mendapatkan honor dari pemuatan cerita tersebut. Tapi, selanjutnya, tulisan saya di media lain, tidak kunjung dimuat, sementara saya semakin butuh uang dan juga tabungan saya semakin berkurang.
Sampai, ada satu titik dimana, uang di tabungan habis, sampai saya menjual perhiasan saya, saya masih belum mendapatkan pekerjaan pasti. Di tengah kegalauan tersebut, ada seorang teman yang tiba-tiba menghubungi saya, ia menawari saya pekerjaan, pekerjaan yang sama sekali di luar bidang saya, yaitu menjadi vocal coach di salah satu sekolah vocal ternama di kota saya.
Saya pun tertawa, dan mengatakan, “Tawaran apa ini? Bagaimana mungkin, saya mampu?” Tapi teman saya tersebut mengatakan dan meyakinkan kalau saya pasti mampu, karena saya punya dasar bisa menyanyi dan tergabung dalam salah satu tim paduan suara di Malang, intinya soal nada jelas saya peka. Teman saya terus meyakinkan dan merayu untuk mencoba dulu.
Entah mengapa hati nurani saya pun mengatakan, baiklah tidak ada salahnya dicoba, selama ada kesempatan, kenapa tidak? Urusan nanti saya ditolak yang penting saya mencoba dulu. Hari itu juga, saya pun janjian dengan teman saya, dan pergi ke tempat les vocal tersebut.
Saya bertemu langsung dengan si owner-nya dan seperti biasa, saya sempat di interview dengan pertanyaan dasar, dan kemudian, saya pun dites untuk menyanyi. Awalnya si owner tersebut terlihat ragu setelah saya menyelesaikan lagu yang pertama. Saya pun diminta menyanyikan sebuah lagu lagi. Setelah saya turuti, tanpa pikir panjang, beliau langsung mengiyakan. Jujur, saya langsung tercengang tidak percaya. Hati kecil saya bertanya spontan, “Tidak salah ya, saya diterima?”
Hari itu juga, sekitar pukul 14.00, setelah owner tersebut menjelaskan aturan kerja, gaji, bahkan jadwal mengajar, saya langsung diperkenalkan sebagai guru baru, dan langsung mengajar, dengan di dampingi oleh sang owner. Sama sekali tidak ada persiapan apa-apa, karena pada saat berangkat, saya hanya mengira interview biasa dan tidak berharap besar akan diterima, karena saya cukup tahu diri dengan kemampuan saya. Tapi, sungguh di luar dugaan, saya justru masuk di dalam pekerjaan yang saya tidak pernah geluti sebelumnya. Orang yang biasanya bergulat dengan komputer dan hitung menghitung laba rugi, banting setir menjadi seorang pengajar, yang hari-harinya diisi dengan menyanyi, teknik pernapasan, dan kepekaan nada.
Jujur, saya cukup kesulitan, karena saya harus bekerja lebih keras, supaya bisa sejajar dengan para senior yang sudah lebih dari 3 tahun menjadi pengajar di sana. Hari-hari yang sebelumnya diisi dengan dunia fiksi, berubah menjadi dunia tarik suara, istilah-istilah menyanyi seperti resonansi, artikulasi, vibrasi, dan sebagainya. Tidak jarang, karena masih baru, saya pun dipandang sebelah mata oleh orangtua murid. Bahkan, ada seorang anak yang tidak mau diajar oleh saya yang adalah guru baru. Selama kurang lebih dua minggu berjalan, saya lumayan stres, dan ingin menyerah saja. Tapi, saat kembali melihat ibu yang butuh masih terus membutuhkan biaya perawatan, check-up yang sekarang harus rutin dua kali sebulan, saya pun mencoba bertahan dan terus belajar. “You can do it!” demikian saya selalu meyakinkan di hati.
Yang membuat saya kuat sampai sekarang adalah dukungan keluarga, sahabat dan terutama Tuhan. Doa yang tidak pernah putus saya panjatkan kepada Tuhan, adalah charger saya ketika saya merasa lemah dan tidak berdaya. Sekarang, saya sudah empat bulan bekerja sebagai vocal coach, kalau dibilang sudah mulai beradaptasi dan enjoy, jelas belum sepenuhnya. Tapi ada progress yang saya rasakan atas usaha keras saya selama ini. Murid-murid yang mulai nyaman dengan saya, bahkan sampai tidak mau diganti oleh guru lain, juga orangtua murid yang akhirnya respect kepada saya, setelah melihat hasil kerja saya, karena saya berusaha memberikan yang terbaik.
Dari perjalanan hidup ini, saya pun menyadari, penting menjadi seorang wanita yang multitasking, karena kita tidak pernah tahu perjalanan hidup ke depan. Boleh jadi sekarang kita nyaman dengan apa yang sudah kita dapatkan, tapi seringkali, hidup akan menggoncangkan atau membawa kita ada di posisi yang tidak kita inginkan. Jika kita tidak segera tanggap dan cepat dalam mengambil keputusan saat kesempatan datang, maka semua kesempatan itu akan terbuang sia-sia dan keterpurukan yang kita hadapi tidak akan terselesaikan.
Pesan saya kepada semua wanita di luar sana, apapun profesinya, apapun pekerjaan yang sekarang dilakukan, jangan pernah berhenti untuk mengembangkan diri, berusaha untuk multitasking dan melakukan banyak hal yang bisa saja nantinya akan membantu kita saat kita terpuruk. Tetap tanamkan keyakinan dalam diri sendiri kalau mampu melakukannya.
Setiap pilihan pasti diikuti oleh risiko, tapi setiap risiko pasti ada solusinya. Jangan pernah takut keluar dari zona nyaman kalaupun itu harus dilakukan untuk melompat lebih tinggi, karena selama ada usaha pasti ada jalan, dan bahkan kalau kita yakin, yang kita lakukan justru bisa jadi di luar ekspektasi.
- Siapa Bilang Nikah Muda Itu Merepotkan dan Bikin Karier Terhambat?
- Berhenti Jadi TKW, Aku Menjadi Pemilik Kafe
- Penyakit Itu Muncul Lagi Saat Aku Sudah Jadi Ibu dan Wanita Karier
- Hadirnya Anak Membuatku Seolah Terlahir Kembali Jadi Wanita yang Lebih Kuat
- Aku Memilih Lanjut Kuliah, karena Tak Mau Beranak Dua di Usia Muda
(vem/nda)