Wanita Tak Perlu Takut Kesepian, Selalu Ada Kekuatan di Balik Kesendirian

Fimela diperbarui 08 Mar 2018, 19:30 WIB

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Didapuk menjadi ketua majelis pengesahan undang-undang di salah satu organisasi ekstrakurikuler saat itu, hampir tidak bisa percaya kalau aku mampu. Bahkan masalah yang timbul setelahnya justru membuat aku menyadari bahwa Tuhan selalu punya cerita di setiap goresan hitam-Nya.

Sudah seminggu berlalu setelah rapat pengesahan dan serah terima struktur organisasi baru, tapi tanda-tanda keadaan membaik tidaklah terjadi. Sebelum aku menerima tawaran itu, penasihat ekstrakurikuler telah mewanti-wanti jika tugas ini akan menimbulkan risiko terganggunya komunikasi atau bahkan hubunganku satu tim. Namun aku terlalu percaya terhadap kawan-kawanku, meyakini mereka akan tetap berpikir dewasa dan mengambil sisi positifnya.

Ternyata berbulan-bulan kawan satu tim menghindari hingga terang-terangan menganggap aku tidak ada. Ada beberapa kawan yang masih berbaik hati menyapa, hanya saat tertentu saja, ketika kami hanya berdua. Ya sudah pikirku, yang penting aku belajar dengan benar dan segera lulus biar aku bisa menutup buku yang tidak bagus ini.

Di setiap waktu istirahat bahkan pulang sekolah, aku selalu sendirian membaca buku atau komik dan tidak pernah ikut nongkrong lagi. Tapi itu bukan karena teman-teman satu tim ekskulku. Hal yang membuat aku begitu karena Ibuku keluar masuk rumah sakit pada waktu itu, jadi fokusku hanya kepada Ibu dan ujian akhir kelulusan saja.



Beberapa kali kesempatan diberi tugas kelompok, tidak satupun dari kawan setim ekstrakurikulermau mengajakku. Ya, mereka satu organisasi juga satu kelas. Tidak jarang juga aku kerjakan saja sendiri, lalu aku ajak paksa kawan-kawan “bandel” di kelas supaya jadi anggota kelompok, tentu itu menguntungkan mereka kan.

Di saat hari-hari mendekati ujian, Tuhan ternyata masih penasaran terhadapku, si anak yatim yang tidak mempunyai harapan untuk mengukir cerita indah masa SMA, karena bakatku dalam berkomunikasi dan berhubungan baik dengan semua orang, membuat seorang yang kuanggap sahabat kala itu menjadi iri dan dengki. Bahkan sebelumnya Ibuku, entah dari mana beliau bilang untuk berhenti baik terhadap “sahabatku" itu. Yang sampai terkuak bahwa dia lah yang menghasut kawan-kawanku, karena dia takut tidak ada teman lagi kalau semuanya dekat denganku.

Lalu, Ibu meninggal dunia. Satu bulan aku kena tifus dan tidak masuk sekolah. Kawan-kawanku mengakui dan meminta maaf telah berlaku tidak baik terhadapku. Aku maafkan, tapi aku jadi terbiasa melakukan apa-apa sendiri. Mengambil rapor kelulusan pun aku sendiri, ah sekarang jadi aku yang iri melihat kawan-kawanku bersama orangtuanya. Tanpa ada air mata atau raut muka sedih malah aku merasa teramat sangat senang karena bisa dapat ranking pertama di kelas, justru wali kelasku yang matanya berkaca-kaca menyadari kesulitan keadaanku dan meminta maaf karena beliau merasa tidak bisa memberikan dukungan lebih.



Kegagalan pertemananku di SMA menjadi tolak ukur aku berteman di kuliah, aku hanya punya satu orang yang aku anggap sahabat. Dia adalah Nia, dukungan darinya dan orangtuanya menjadi suplemen penguat aku menjalani hidup sebagai anak perantauan. Tidak sedikit bantuan yang aku terima dari satu-satunya kakak kandungku dan mereka. Kehidupan perkuliahan pun terlewati dengan manis dan banyak cerita, hingga saat ini sudah 12 tahun aku masih bersahabat dengan Nia dan Tuhan mengirimkan kelima sahabatku yang lain. Tidak pernah akan bosan aku belajar dari kejadian yang buruk yang sudah mendewasakan kami.

Perawakan dan pembawaanku yang sudah alaminya begini juga mengantarkan aku dengan mudah mendapatkan pekerjaan pertama di salah satu perusahaan Jepang di Jakarta. Karena ini perusahaan baru dirintis, bahkan karena tidak ada staf office boy/girl, kami sebagai staf merangkap jadi tukang bersih-bersih. Anehnya kami sangat menikmati pekerjaan kami, dan solid satu sama lain. Tapi itu berhenti ketika seorang staf baru yang mahir berbahasa Mandarin mulai mengambil hati atasan kami. Hampir semua schedule untuk seminar perorangan dia yang mengatur, termasuk schedule-ku. Aku hanya dipaksa puas dengan seminar dalam kota, sedangkan dia dan kawan-kawannya bisa seminar ke luar kota. Kejadian demi kejadian ketidakadilan kami terima, awalnya aku masih tidak mempersalahkan, selama aku kerja sesuai dengan aturan dan aku tidak harus terlibat dalam politik kotornya.



Hubungan pekerjaanku dengan klien juga semakin bagus dan bisa dijaga dengan lancar. Sampai satu waktu, atasanku mempercayakan seminar di luar kota yang cukup menyemangati kami, khususnya aku. Formulir dinas dan segala kebutuhan untuk seminar sudah kami lengkapi, tinggal menunggu hari esok berangkat. Sorenya aku mendapat kabar bukan dari atasanku, kalau hanya aku yang tidak boleh jadi ikut seminar. Wow. Dari sanalah aku merasa mataku terbuka, this is not right, sudah hampir dua tahun dan aku baru sadar kalau karierku dihambat dan pengalamanku terbatasi.

Malam harinya aku menangis kesal, dan bertekad untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya aku ditawari pekerjaan di sebuah perusahaan Jepang ternama yang membuka divisi baru di bidang fashion. Kuluangkan waktu untuk menyampaikan surat pengunduran diri kepada atasan yang selama ini selalu menghindar untuk bertemu denganku. Ah, ku sudah tidak peduli. Aku hanya menyampaikan rasa terima kasihku dan meminta maaf karena tidak bisa lebih lama mengemban pekerjaan di sana. Atasanku akhirnya jujur, kalau dia sebenarnya menyadari konflik yang terjadi oleh dominannya salah seorang staf. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena perusahaan mengalami kenaikan yang cukup baik. Aku hanya tersenyum dan menjabat tangan dengan mantap.



Oh Tuhan, Engkau memang Maha Baik dan Pemurah. Semenjak aku diterima di perusahaan baru ini, gajiku meningkat dua kali lipat. Tahun pertama aku terima kenaikan gaji hampir 30% dan dua kali bonus. Aku bersyukur mendapatkan atasan dan manajer hingga rekan kerja yang sangat memotivasiku untuk berkembang. Yang aku pikirkan bagaimana caranya bisa membuktikan kepada pekerjaanku yang lama, I’m possible, aku mampu melakukan pekerjaan lebih baik dengan tanpa melakukan politik kotor.

Sudah dua kali aku berangkat ke Jepang dan mampu menunaikan umroh ke tanah suci. Tolong jangan anggap aku sombong, karena aku tidak dapat berbagi penghasilanku dengan orangtuaku yang sudah meninggal. Tapi aku hanya bisa menyemangati kalian di luar sana, berhenti takut untuk mengambil keputusan dan risiko untuk bisa lebih baik lagi. Niatkan semuanya demi kenaikan derajat kalian di dunia dan akhirat, bukan dendam atau pamer semata. Dan jangan remehkan siapapun, semua orang berhak untuk berkembang. Tetap semangat ya!




(vem/nda)