Malam itu, Tuhan mengizinkanku untuk sejenak mengistirahatkan perasaan yang baru saja terdampar di sudut yang keliru. Ruang kamarku yang menjadi saksi bisu atas tangisku, Tuhan tahu betapa hatiku patah waktu itu. Akan tetapi aku selalu yakin bahwa Tuhanku akan menepati janji, bahwa Dia sedang mendewasakan diri dengan jalan terbaik mematahkan hati.
BACA JUGA: Doa Melunakkan Hati Seseorang Beserta Arti
Bersama air mata aku melangitkan doa yang semoga mampu mengetuk pintu surga, membasuh segala nestapa hingga nanti waktunya tiba. Aku meminta bahwa setelah ini, semoga ada pria yang bersedia menetap dan melabuhkan hatinya padaku. Ya, jika kita pernah dengar, “Doa orang yang sedang patah hati didengar Tuhan,” maka itu sangat berlaku bagiku. Tak lama setelah itu takdir Tuhan datang untukku, aku bertemu seorang pria yang sosoknya sempat mengusik hatiku di sebuah pertemuan organisasi. Dia tak melihatku apalagi memperhatikanku, tetapi aku memperhatikannya, dan berusaha mencari tahu tentangnya. Pada waktu itu aku merasa bahwa entah kapan cepat atau lambat aku dekat dengannya. Rasa itu bukan sekedar khayalan, sampai sekarang pun aku tak pernah mengerti kenapa aku bisa seyakin itu mengira bahwa dia lah pria atas jawaban doaku.
Beberapa hari berlalu, saat kami kembali bertemu di sebuah acara, dia melihatku dan sempat memperhatikannku karena keheranan dengan tingkahku yang suka banget selfie. Aku sempat meminta tolong padanya mengambil beberapa gambar untukku, dari situ dia sedikit mengenalku. Yah, dalam benakku terbesit setidaknya hari ini dia melihatku. Perlahan aku mulai menemukan titik kebahagiaan, bahagia karena setidaknya aku tidak patah lagi seperti sebelumnya. Suatu saat, aku memberanikan diri mengirim pesan singkat untuknya sekedar menyapa dan ingin menjadi temannya. Dia merespon dengan sangat baik akan tetapi beberapa hari setelahnya dia “delete my number”, entah tidak sengaja atau aku memang tidak begitu penting baginya. Sempat patah lagi, dan aku kembali berusaha meyakinkan hatiku dengan menghadirkan kalimat “nothing is impossible bagi Tuhan” agar berkenan mendekatkan aku dengannya jika dia adalah jawaban atas doaku sebelumnya. Ya, lagi-lagi Tuhan menggerakkan hatinya untuk menghubungiku, dia meminta temanku untuk mengirimkan nomorku padanya. Dari sinilah temanku bercerita bahwa dia meminta nomorku karena sebelumnya nomorku tidak ia simpan.
Beberapa waktu kemudian, dia mengirim pesan singkat untukku. Dengan sangat malas aku membalas pesan singkatnya, meskipun sebelumnya aku mengharap dia untuk menghubungiku, tetapi tetap saja aku merasa kecewa apalagi dia bercerita tentang seorang wanita yang sedang dekat dengannya. Yah, aku hanya temannya yang dikenal beberapa waktu yang lalu dan sama sekali aku tak berhak melarang dia dekat dengan siapapun, tetapi hatiku merasa sakit waktu itu. Dan lagi, aku harus berdiri sendiri merapikan sisa rasa kecewa yang membuatku sedikit merasakan sesak. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik atas setiap ceritanya, dan sudahlah aku tak mau menaruh lagi harapan bahwa dia jawaban atas doaku sebelumnya, aku ingin menjadi sebatas sahabatnya. Waktu berganti, hari-hari terlewati dengan suka hati karena ada sahabat di kehidupan ini yang selalu mendampingi, ya dia menjadi sahabatku sehingga aku dan dia saling bertukar cerita dan pengalaman, juga saling menguatkan saat menghadapi duka. Suatu waktu yang tidak pernah kuduga, dia menemuiku dan mengatakan bahwa aku begitu penting dalam hidupnya sehingga dia bermaksud menjadikanku pendamping baginya. Doaukl terkabul, bukankah ini yang aku minta sebelumnya pada Tuhanku? Tetapi tak kusangka secepat ini dia mengatakan itu, aku sedang menempuh pendidikan SMA waktu itu, dan masih ada banyak mimpi yang harus kucapai. Aku masih ingin menempuh program sarjana terlebih dahulu, aku masih ingin bersama orangtuaku, aku belum begitu matang dan siap menikah di usia yang begitu muda, di bawah 21 Tahun waktu itu. Aku meminta maaf padanya, dan meminta waktu untuk menyelesaikan mimpiku terlebih dahulu. Aku hanya yakin, jika dia memang jodohku, Tuhan akan jaga dia hanya untukku, begitu sebaliknya. Dia pun menghargai keinginanku, dan atas kehendak Tuhan dia bersedia menunggu kesiapanku.Kami melewati waktu demi waktu sebagai sahabat seperti sebelumnya, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa kebersamaan itu membuat kami semakin dekat dan saling membutuhkan satu sama lain. Hari lebaran, aku sempatkan ke rumah dia untuk bersilaturahmi begitu juga dia sempat berkunjung ke rumahku, dari sini aku sedikit tahu tentang keluarganya. Dia empat bersaudara dan dia anak sulung. Tiga tahun terlewati, aku tidak menyangka dia masih saja menungguku hingga suatu hari adik perempuannya yang kedua seusiaku dikhitbah, adiknya boleh menikah dengan syarat salah satu saudaranya harus ada yang menikah terlebih dahulu karena sebuah aturan adat yang aku sendiri tidak tahu dari mana sumbernya. Sebab itu, orangtuanya mendesaknya untuk segera menikah terlebih dahulu, karena aku belum menyelesaikan studiku dia meminta waktu untuk kembali menungguku. Pada akhirnya, adiknya gagal menikah karena adat yang belum bisa terpenuhi. Selama dalam masa penantian ini, aku selalu meyakinkan hatiku bahwa jika benar ia adalah jawaban atas doaku maka Tuhan akan jaga dia hanya untukku. Di kemudian hari, ada wanita lain yang juga menyukainya, sehingga orangtuanya pun mempertanyakan kembali perihal hubungannya denganku, mengapa dia masih saja menungguku yang entah kapan aku menyelesaikan studiku padahal telah ada wanita yang bersedia mendampinginya selain aku.
Dia masih saja meminta waktu untuk menungguku. Aku masih pada keyakinanku bahwa jika dia jodohku, Tuhan akan jaga dia hanya untukku meski ada wanita lain yang lebih baik dariku.Aku dan dia melewati setiap ujian berbekal sabar dan keyakinan atas ketetapan Tuhan nanti. Setahun kemudian setelah itu, tidak disangka ibunya yang sebelumnya baik-baik saja dengan hubungan kami, tiba-tiba tak merestui karena adat tentang daerah asal yang tidak boleh disatukan. Aku dan dia sempat patah karena itu, aku takut kehilangan dia begitu juga dia yang takut kehilangan aku.Ya, selama aku ada pada keyakinan awalku sembari menyelesaikan studiku aku hanya bisa meminta pada Tuhan untuk menguatkan aku bila aku harus kehilangannya. Dengan usaha meyakinkan ibu, dan terus senantiasa meminta pertolongan pada Tuhan dan yakin, lagi-lagi Tuhan memberikan kasihnya tanpa batas, ibunya merestui dengan syarat dia tidak boleh melibatkan keluarganya dalam pernikahan nanti. Sebenarnya ibunya menyukaiku tetapi adat yang kata orang tidak membolehkan hubunganku dengannya.
Aku tidak tahu menahu soal adat tersebut, yang aku tahu segala yang terjadi adalah kehendak Tuhan dan atas kuasaNya, jadi tidak perlu khawatir atas setiap kejadian di masa yang akan datang, yang aku tahu kita hambaNya senantiasa berusaha sabar serta ikhlas menerima takdirNya. Meskipun aku yakin segala ketetapan telah di tentukan olehNya apabila di lingkungan kita masih berlaku adat seperti itu, jika dilakukan akan mengakibatkan seperti ini, itu dan sebagainya. Maka kewajiban bagiku adalah menghormatinya. Setelah beberapa bulan, Tuhan berkehendak memanggil ibunya tercinta kembali ke pangkuanNya. Aku tidak mengira bahwa ibunya akan secepat ini kembali padaNya. Aku berusaha menguatkan dia atas ujian in. Ibu yang begitu dia cintai yang hanya memberi restu tanpa mau dilibatkan dalam pernikahannya karena sebuah adat yang tidak membolehkan asal daerah kami. Kini, ia benar-benar-benar tidak akan terlibat dalam pernikahan anak sulungnya. Empat tahun sudah berlalu dengan begitu banyak cerita di dalamnya dan studiku hampir selesai tinggal tiga bulan lagi. Terimakasih telah bersedia menantiku selama ini, meski ada kesempatan bagimu dan banyak alasan untuk bisa meninggalkanku, tetapi kau memilih untuk tinggal dan menungguku. Banyak cerita yang belum tertuang, karena cerita kita kadang tak bisa terdeskripsikan, hanya saja aku meminta untuk sabarlah bersamaku di setiap putaran waktu. Dan untuk almarhumah ibumu, terima kasih atas kasih yang pernah tertuang untukku semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa dan memberi tempat terbaik di sisiNya. "Ada kesempatan dan berbagai alasan seseorang untuk meninggalkanmu, tetapi ia memilih untuk tinggal dan bercengkrama dengan kesabaran atas berbagai ujian, sejatinya dia nahkoda sebuah kehidupan yang bijak." (Blitar, 25 Februari 2018)
(vem/nda)