Mencintai dalam Diam adalah Cinta yang Indah tapi Sering Menyakitkan

Fimela diperbarui 27 Feb 2018, 09:30 WIB

Setiap wanita memiliki kisah cintanya masing-masing. Ada yang penuh liku, luka, hingga akhir kisah yang mungkin tak pernah diduga. Seperti kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini.

***

Kau akan selalu menjadi pangeran senjaku, yang selalu bisa kulihat tanpa aku memelukmu. Cukup aku merasakan hawa dan cahayanya tanpa bisa memelukmu aku menyukainya. Kita selalu bertemu, dalam pertemuan yang sering kali tak terencanakan. Aku tak pernah mengajakmu bertemu, begitupun dirimu. Kita tak pernah merencanakannya, tapi kau datang begitu saja.

Cinta memang tak bisa terencana, ia bisa datang begitu saja, bahkan bermula dari banyaknya dan akumulasi pertengkaran. Seperti aku dan dirimu, bermula dari rasa kejengkelan atas langkahmu memilih mengemban amanah, tapi sering kali tak berjalan dengan baik, aku muncul sebagai penasihat sekaligus orang yang selalu memarahimu banyak hal ketika salah langkah, selalu berada di belakangmu saat banyak orang mencibir langkahmu. Aku merasakan itu kewajibanku sebagai kawanmu, bertugas menjadi pengingatmu ketika salah. Namun waktu memang bisa menimbulkan cinta, selalu berada di belakangnya dalam menasihati dan menjadi sosok yang sering kali memarahimu. Menimbulkan rasa yang berbeda, aku seringkali mengkhawatirkanmu tanpa kutahu. Rasa itu muncul secara tiba-tiba, bahwa aku mencintaimu.



Langkahku untuk turut andil, dan peduli atas kejadian yang kau alami membuatku masuk dalam pusaran cinta tanpa tuan. Hingga detik ini, kau tak pernah tahu bahwa aku mencintaimu. Hingga detik ini kau masih mengirimiku pesan untuk bercerita banyak hal, aku tak pernah memberitahumu. Aku menyadari keindahan mencintai dalam diam adalah cinta yang indah yang sering menyakitkan, cinta sedih. Namun inilah menjadi ujian kesabaranku, bahwa dalam prosesnya sabar dan doa lah menjadi obatnya. Keindahan itu datang seiring aku memupuk rasa sabar atas cinta yang aku tak tahu sebenarnya kapan datang, kepada pangeran senjaku.

Dia yang selalu kutemui dalam pusaran pergaulanku, kita dipertemukan dalam banyak kegiatan. Aku tak pernah merencanakannya, apalagi dirimu. Aku juga tak tahu, siapa yang merencanakannnya, atau sudah lebih jauh lagi ternyata Tuhan yang sudah merencanakannya? Raga yang bersama, membuat rasa cinta dan sabarku main diuji. Aku tak boleh menampakkannya secara terang-terangan, cintaku harus kusimpan dalam sabar dan doaku. Sampai suatu saat, kau lah yang menyadarinya, yang juga mengatakan bahwa kau juga mencintaiku.



Aku memilih cinta dalam diam, menguji kesabaranku untuk terus berjuang dalam kebaikan. Aku yakin suatu masa, kamu akan menyadarinya, jika bukan kamu yang datang menanyakan kabar hati dan bagaimana cintaku? Aku yakin bahwa ada pengganti yang lebih tepat daripada kamu. Namun untuk saat ini, masih kamulah pangeran senjaku, yang selalu kudoakan, agar genggaman Tuhan menyertai kita, membuat skenario kita bersama dalam kebaikan, mulai dari mengajar anak jalanan, kegiatan sosial, politik, kepanitiaan, hingga penelitian yang sedang kita jalani.

Untukmu pangeran senjaku, teruslah begitu tersenyum dan tertawa. Jangan tunjukkan kesedihanmu, aku tak menyukainya, karena sedihmu juga sedihku. Seperti waktu itu, saat kakimu cedera, kemudian tiba-tiba kakiku juga cedera, Tuhan saja tak mengizinkan dirimu merasakan sakit sendirian, aku juga merasakannya. Karena nyatanya, cinta itu hadir bahkan sebelum kau miliki, yang akan terus kurawat, tanpa kamu tahu.

Sampai suatu saat rasa itu akan benar-benar bertuan, aku sedang menunggu langkahmu saja, bersamaan dengan proses yang sedang disiapkan Tuhan. Aku yakin, kebersamaan kita yang semakin sering sudah direncanakan oleh Tuhan, aku tak pernah dikecewakan oleh-Nya atas segala sesuatu yang telah kudoakan. Aku yakin, bahwa kamu akan datang dan kita rawat bersama cinta yang sudah kutanam dan kurawat, sejak kau belum kumiliki.




(vem/nda)