Tak semua orang berani mencintai. Bahkan ada yang merasa "tidak berhak" untuk dicintai meski sebenarnya dirinya memiliki hati yang begitu tulus. Seperti kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini.
***
Aku memang terlahir tidak sempurna, tetapi bukan berarti batinku tidak mengharapkan hal yang sama. Aku ingin mencinta. Mencinta dengan degup-degup dan rindu yang bermekaran malu di dada. Aku ingin mencinta mencurahkan kasih tetapi bukan terkesan mengiba. Aku ingin dicintai bukan dikasihani. Aku ingin cintaku membawa senyum di sepanjang jalanku melangkah, bukan aib yang harus kusembunyikan.
Aku terlahir dengan penyakit bawaan, sehingga untuk berjalan pun mesti dipapah. Sejak kecil teman-teman perempuanku selalu sigap menuntun tangan kanan dan kiriku. Berawal dari tangan itulah aku mendapat banyak teman. Dan berawal dari tangan itu pula aku mendapat beberapa sahabat. Senyum ramah mereka membuatku sangat merasa bahagia sekaligus haru ketika dibantu. Namun semua berubah saat aku memasuki sekolah menengah.
Salah seorang temanku bertanya apakah aku pernah jatuh cinta pada laki-laki? Awalnya aku menganggap pertanyaan ini sebagai tema gosip anak ABG biasa. Namun ia bertanya lagi apakah aku menyukai sesama perempuan? Sontak aku terlonjak, namun hanya bisa terdiam kesal. Apakah karena memiliki fisik yang tak sama aku pun harus merasakan perasaan yang tak sama pula? Setelah kejadian itu beberapa temanku menanyakan hal yang serupa, bahkan kakakku menanyakan hal yang demikian pula.
Pertanyaannya adalah dapatkah seseorang menangkal rasuknya cinta? Cinta itu sesuatu yang alamiah bukan? Manusia dengan ras manapun dengan kondisi fisik seperti apapun pasti pernah merasakannya. Bahkan hewan sekalipun memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya. Sama halnya denganku. Dan sialnya aku termasuk orang yang mudah suka, kagum, jika belum dapat dikategorikan dalam taraf cinta. Namun, pastaskah aku mencinta? Pantas pulakah aku dicinta?
Aku mudah kagum pada pria berkepribadian dewasa. Apalagi sejak kecil figur ayah begitu pudar. Ketika rasa itu datang aku menjadi was-was, takut, gelisah. Aku takut orang itu tahu dan berpikiran aneh padaku. Aku takut orang itu malah menjauhiku. Aku takut orang itu merasa jijik padaku. Aku merasa cintaku adalah aibku sendiri. Kucoba menutupinya agar tak tampak.
Ketika bertemu dengan orang yang kusuka, aku akan berusaha bersikap acuh, jutek, agar orang tak curiga. Aku juga membatasi pergaulanku dengan lelaki. Selama bersekolah aku hanya beberapa kali bercakap dengan teman laki-laki saat kerja kelompok, itupun kalau terpaksa. Hal itu berlaku hingga aku beranjak dewasa. Karena tak biasa aku cenderung kaku dan galak ketika bertemu teman pria. Tanpa sadar aku sering menaikkan suaraku ketika berbicara dengan mereka. Aku baru tahu ketika teman perempuanku menegur soal hal itu. Padahal aku tidak bermaksud melakukannya. Aku berusaha menahan gejolak di dada.
Aku biasa memendam rasaku. Terkadang ketika teman-teman mengendusnya aku berusaha menyangkal. Terkadang pula aku memilih diam. Pernah suatu ketika aku mengagumi teman pria yang selalu membantuku. Ia pintar, lembut, dan berjiwa pemimpin. Teman-temanku yang lain rupanya mengendus dan menggoda pria itu. Awalnya dia hanya tertawa, tapi aku tahu lambat laun seiring berjalannya hari ia mulai menjauh dan tak pernah lagi mengajak bicara.
Pernah pula suatu ketika di kelas, temanku ditanya siapa orang yang disukainya. Ia lalu menyebut namaku. Aku pun terkesiap di tengah riuh rendah sorak sorai. Namun selepas kelas usai ia buru-buru datang kepadaku dan berkata bahwa ia hanya menyukai kepandaianku. Ia bahkan berkali-berkali meyakinkan agar aku tak salah paham. Mungkin dia malu. Mungkin pula ia takut. Begitu pula aku. Aku takut orang-orang yang kukagumi tak membalas perasaanku. Tapi aku lebih takut lagi jika perasaanku ini membuat mereka tak lagi menjadi temanku. Mungkin terkadang cinta memang harus dipendam dan dinyanyikan dalam kebisuan.
- Menikah Muda dengan Pria Psikopat, Siksaan Fisik dan Psikis Kualami
- Dijerat Utang dan Dikhianati Suami Sendiri, Bolehkah Aku Bunuh Diri?
- Saat Poligami Jadi Prinsip Untukmu, Tapi Bukan Pilihan Untukku
- Bersahabat dengan Pria Makin Menyesakkan Dada Saat Muncul Perasaan Cinta
- Kalau Sudah Jodoh, Semua Serba Tak Terduga dan Cepat Terjadinya