Kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini begitu menyentuh hati. Dari kisahnya, kita akan mendapat pelajaran penting soal cinta yang sejati.
***
Tahun 1993 adalah tahun di mana kedua orangtuaku melaksanakan janji suci mereka. Sebuah pernikahan atas dasar cinta yang begitu kuat menuju rumah tangga yang sangat berbahagia. Pernikahan yang menjadi idaman semua orang, menjadi inspirasi bagi para kerabat. Ayah dan ibu bersatu dengan cinta, kasih, sayang serta ketulusan yang begitu besar. Genggaman tangan yang begitu erat serta langkah kaki yang bertujuan sama berusaha menjadi sepasang suami istri yang selalu taat kepada Sang Maha Kuasa.
Tahun 1994, lahirlah kakak laki-lakiku yang begitu tampan. Buah hati pertama ayah dan ibu. Hadirnya kakakku pada saat itu menjadikan kebahagiaan mereka sangat lengkap. Tawa bersatu, pelukan hangat, saling menguatkan, saling menjaga dan melindungi. Sampai pada akhirnya di bulan November 1997, lahirlah aku, seorang anak perempuan yang juga hadir menjadi penambah kebahagiaan dalam hidup ayah, ibu dan kakakku.
Empat orang berada dalam satu atap yang penuh kedamaian, kenyamanan dan kesejahteraan. Keseharian begitu berwarna, tidak mampu diucapkan dengan kata-kata sesempurna apa kehidupanku saat itu bersama mereka.
Namun, kebahagiaan perlahan hilang, saat aku berumur 3 tahun, ayah memiliki tumor pada kakinya. Tentunya aku masih belum mengerti dengan keadaan saat itu. Aku masih polos, masih anak kecil yang hanya memikirkan kesenangan semata. Ayah selalu berusaha menyembunyikan sakitnya demi melihat putra dan putrinya tetap tersenyum. Ayah yang sudah mengalami kesulitan dalam berjalan, tetap berusaha untuk menemaniku bermain balon, berlari kecil, memelukku kala permainan semakin terasa seru.
Ayah masih sanggup untuk menemani kakakku bermain bola di lapangan, menemani kakakku melakukan aktivitas kesukaannya. Sampai pada akhirnya, kaki ayah semakin parah, tumornya kian membesar. Dan hanya tongkat yang mampu menopang tubuhnya. Aku masih berdiri dengan kaku, menatap ayah yang kini hanya menghabiskan waktunya dengan berbaring di atas tempat tidur dan kadang duduk sejenak di sofa kesayangannya.
Dengan tatapan yang penuh arti, ayah tersenyum kepadaku, seolah memberi pertanda bahwa dirinya baik-baik saja. Dan ketika ayah sudah semakin lemah, dia dibawa ke berbagai rumah sakit, pengobatan demi pengobatan yang dilewatinya, tidak pernah membuat ayah meneteskan air matanya sedikit pun, meski rasa sakit sudah membesar dirasakannya. Ibu, kakak dan aku selalu mendampinginya, menemani harinya di rumah sakit, bercanda gurau dan bercerita bersama mengenai kehidupan yang akan baik-baik saja jika kami selalu bersama. Aku yakin, apa yang ayah ucapkan adalah sebuah kata-kata membangkitkan kami yang sedang bersedih akibat sakit yang diterimanya.
Setelah begitu lama menahan sakitnya, kini ayah sudah terlepas dari tumor itu. Ayah tidak merasakan sakit lagi dan ayah sudah bahagia di sana. Tahun 2001 ayah meninggalkan kami semua. Ayah telah pergi dan kembali kepada Allah SWT. Allah begitu menyayangi ayah sehingga ayah dipanggil saat dirinya merasakan sakit yang luar biasa di dunia ini.
Allah selalu memberikan apa yang hamba-Nya butuhkan. Termasuk apa yang dibutuhkan oleh ayah, yaitu sebuah kesembuhan. Kini kami hanya bertiga, saling memberikan semangat demi terciptanya sebuah kebahagiaan.
Tahun 2018 telah tiba, kini aku menjadi seorang gadis yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya. Penyemangatku hingga saat ini adalah ibu dan kakakku. Mereka adalah teman setia setiap waktu yang kujalani. Dan setelah aku beranjak dewasa saat ini, aku baru memahami makna cinta yang sesungguhnya. Sebuah cinta yang tidak hanya diutarakan melalui ucapan tetapi diterapkan dalam kehidupan.
Cinta yang luar biasa adalah cinta ibuku kepada ayahku. Ibu hanya mencintai ayah, sampai sejauh ini ibu masih mencintai ayah, cinta yang tidak akan pernah hilang, cinta yang tidak akan pudar. Aku begitu kagum akan cinta ibu, memberikan kasih sayang kepadaku dan kakakku, mencintai ayah melalui hati, dan ibu selalu mengirimkan doa kepada ayahku.
Ibu, darimu aku mengetahui bahwa cinta itu suci dan abadi. Ayah, aku merindukanmu sampai detik ini cinta dan rindu itu menjadi satu dan semakin membesar. Ayah, darimu aku belajar bahwa kekuatan yang luar biasa adalah jiwa yang mampu menerima keadaan dengan ikhlas. Ayah, tunggulah sejenak lagi anak-anakmu akan sukses dan memberikan kebanggaan serta kebahagiaan dan menghadirkan senyuman termanis dari cinta sejatimu, yaitu ibu.
- Salahkah Aku yang Mencintai Papa Tiriku?
- Yang Berat dalam Cinta Itu Bukan Pengorbanan, Tapi Memaafkan Pengkhianatan
- Cinta Sejati Ibuku Mengalahkan Kekuatan Dukun Nenekku
- Ketika Kehilangan Rasa Percaya Diri Membuat Hidupku Seakan Tak Berarti
- Tak Pacaran, Menikah di Usia 34 Tahun dengan Pria yang Dikenal di Internet
(vem/nda)