Cinta seorang ayah adalah cinta terhebat. Seperti kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini. Membaca kisah ini akan mengingatkan kita akan sebuah pelajaran penting dalam kehidupan.
***
Bapak adalah seorang pensiunan tentara. Beliau lahir tahun 1945, usianya seusia dengan kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah orang yang sangat cinta keluarga, seorang pekerja keras yang sudah melewati banyak asam garam kehidupan.
Selalu ada kisah yang disampaikan saat seseorang menanyakan pengalaman hidupnya. Masa kecil hingga remaja yang begitu berat, kekurangan yang menyakitkan, masa bergabung dalam tentara yang penuh kenangan, cerita tentang perang Timor timur, perbatasan Indonesia Serawak, kehidupan tentara dan banyak lagi. Kulit Bapakku sudah sangat keriput, rambutnya sudah memutih, semakin kurus dan lemah. Sakit asam urat yang datang tiap bulan membuat beliau harus ikhlas mengonsumsi obat setiap hari.
Keluarga kami adalah keluarga besar. Ada 9 anak dan aku adalah anak ke-5. Masih ingat masa sekolah yang penuh dengan kesederhanaan. Sering tak ikut kegiatan sekolah karena membutuhkan biaya lagi sedangkan makan adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Aku tak pernah cerita kalau ada study tourdi sekolah atau kegiatan ekstrakurikuler yang mengharuskan membeli perlengkapan dengan biaya yang cukup tinggi. Berusaha untuk memahami kondisi keluarga dengan segala keterbatasan.
Tak hanya mengandalkan uang pensiunnya, Bapak mencari sumber keuangan lain dengan berjualan kangkung dan sayuran. Kadang jika aku sedang ada di rumah, aku suka membantu Bapak membersihkan sayurannya. Jam 2 dini hari Bapak pergi ke pasar dan pulang dengan membawa oleh-oleh jajanan pasar. Kue klepon kesukaan adik atau kepala ikan tongkol. Walau lelah tapi Bapak tetap berusaha memenuhi segala kebutuhan anaknya.
Satu demi satu anak-anak Bapak menikah. Setelah memiliki keluarga mereka sibuk dengan keluarganya masing-masing dan Bapak masih harus berjuang membesarkan aku dan adik-adikku. Aku sempat bekerja di sebuah pabrik garmen dengan posisi yang cukup baik. Aku juga berhasil menyelesaikan kuliah di sekolah tinggi ekonomi. Posisi yang aman, gaji yang lumayan membuatku bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Aku yang masih muda, dengan jiwa petualang dan idealisme tinggi tak mensyukuri pekerjaan yang aku miliki. Aku berniat keluar dari perusahaan itu dan mencari pekerjaan lain yang lebih nyaman walau dengan gaji lebih rendah.
Bapak tak pernah melarangku untuk resign. Beliau hanya bilang jika itu keinginanmu, lakukan lah. Bapak tak berani berbicara langsung padaku untuk tetap bertahan bekerja di perusahaan. Aku sempat berpikir jika Bapak memintaku untuk bertahan, maka aku tidak akan resign,tapi Bapak tidak pernah melakukannya. Beliau hanya bilang jika itu yang terbaik maka lakukanlah.
Sejak keluar kerja kondisi keuangan kami kembali terpuruk. Aku tak peduli, aku hanya merasa lebih baik karena bisa diterima sebagai guru di sebuah sekolah swasta. Aku merasa lebih hebat, tapi aku tak pernah bisa membantu kebutuhan keluarga lagi karena upah yang aku dapatkan jauh lebih kecil dari upahku di tempat kerja sebelumnya. Bapak tak pernah mengeluhkan itu, keluargaku hidup seadanya lagi.
Hingga aku pun menikah dan berpisah dari Bapak. Suatu hari Bapak datang mengunjungiku di sekolah tempat aku mengajar. Aku kaget karena sudah beberapa bulan belum mengunjungi beliau. Bapak datang hanya untuk memberiku beberapa butir buah manggis. Aku lihat wajah Bapak pucat dan tangannya gemetar. Di usia 73 tahun beliau masih sanggup menunggangi sepeda motor, menempuh jarak 25 km.
Aku sempat memberikan sebuah amplop berisi uang untuk Bapak. Refleks Bapak mengusap air matanya. Aku kaget. Baru kali ini aku lihat Bapak menangis. Ada apakah? Apakah aku menyinggung perasaan Bapak?
Setelah Bapak pergi hatiku teringat Bapak terus. Jika punya rezeki yang lebih banyak, aku ingin memberi yang lebih banyak lagi untuk Bapak. Malam harinya aku dapat pesan WhatsApp dari adik. Adikku bilang sudah beberapa hari Bapak tidak makan karena tidak punya uang.
Aku menangis. Menangisi ketidakmampuanku, menangis untuk keputusan egoisku. Maafkan aku Bapak, banyak cinta untuk engkau. Semoga tidak ada kata terlambat dan penyesalan lagi. Aku ingin menghapus dukamu, menyayangimu sepenuh jiwa ragaku.
Aku ingin menghapus lelahmu sebelum semuanya terlambat. Aku anakmu yang sepenuh jiwa raga menyayangimu.
- Yang Lama Pacaran Bisa Kalah dengan yang Melamar Duluan
- Kasih Sayang Orang Tua Itulah Cinta Sejati yang Sebenarnya
- Beda Usia 13 Tahun dan Nikah Tanpa Pacaran, Hanya Maut yang Bisa Memisahkan
- Walau Tak Mesra Bermanja, Terimakasih Telah Memelihara Cinta Kita
- Bayangan Mantan Terus Terbawa Sampai Menikah, Kenapa Kenangan Begitu Kejam?