Ibu Mendidikku Jadi Wanita Tangguh, Tapi Kini Diam-Diam Aku Menangisinya

Fimela diperbarui 19 Feb 2018, 18:45 WIB

Cinta seorang ibu adalah cinta yang paling luar biasa. Seperti kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini. Membaca kisah ini kita akan menitikkan air mata dan kembali teringat akan betapa luar biasanya sosok ibu kita sendiri.

***

Dear Vemale,

Aku memiliki kisah cinta yang luar biasa. Dengan orang yang luar biasa, dialah Ibuku. Wanita paling tegar yang pernah aku temui di dunia ini. Dia yang mengajariku banyak hal mengenai hidup. Membuatku tegar ketika aku sedang terpuruk. Dia yang merelakan segalanya demi diriku. Bahkan aku ingin menangis ketika aku akan menulis kisah ini. Apabila suatu saat nanti aku sukses, berdiri di atas sebuah panggung megah atau sebuah podium penghargaan, aku akan menyebutkan namanya dengan jelas, manusia yang berada di balik semua kesuksesanku kini.

Dari kecil aku memang dididik menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Ibuku memang sangat keras dalam mendidik. Jika nilaiku jelek maka dia lah yang pertama kali memarahiku. Hidup kami sangat sulit, untuk makan saja susah. Sekolah selalu telat membayar SPP, jika ada acara sekolah aku lah yang paling pertama mengatakan tidak ikut karena tidak punya uang. Bisa sekolah saja kami sudah beruntung.

Aku adalah korban bullying dari zaman sekolah TK hingga SMA. Dan tahukah kamu siapa yang paling depan membelaku? Dia lah ibuku. Dia selalu menguatkan aku bahwa aku adalah manusia yang paling berguna dibanding mereka yang mem-bully-ku. Ketika aku merasa bahwa dunia tidak berpihak kepadaku, dia lah yang terdepan membela dan menguatkan aku.

Pernah ketika aku di bangku SMA, aku terlibat kasus perkelahian dengan kakak kelas dan beberapa teman sekelasku. Ibuku paham betul bahwa aku di posisi paling lemah di sini. Aku tidak akan melakukan jika tidak disenggol duluan. Ibuku percaya bahwa aku tidak bersalah di sini, apalagi aku tidak pernah mencari gara-gara dengan siapapun. Aku benar-benar hancur di sini, dan bahkan banyak guru tidak memercayaiku. Mereka semua mengecapku sebagai anak nakal tanpa bukti yang jelas. Ibuku mendatangi semua orang yang terlibat pelabrakan itu. Ibuku marah dan tidak terima. Hingga Ibuku datang ke sekolah untuk menyelesaikan sendiri permasalahanku. Dan terbukti bahwa di sini aku hanya menjadi korban ketidaksukaan mereka kepadaku.

Ketika di kelas 2 SMA, semua orang semakin membenciku. Semua orang menghancurkan hidupku pada saat itu. Semua guru juga mengecapku anak nakal dan tidak berguna. Beruntung aku memiliki beberapa sahabat baik dan Ibuku. Ibuku mengatakan padaku bahwa semua ini sementara. Jika kamu dendam, balaslah dengan prestasi. Tutuplah mulut mereka dengan prestasimu, bungkam mereka dengan keberhasilanmu. Tidak apa kalau kini kamu dihancurkan, tapi jangan sekali-kali kamu membalas dengan perlakukan yang sama terhadap mereka karena itu hanya akan membuat derajatmu sama rendahnya dengan mereka. Bungkam mereka dengan prestasi! Seketika itu aku mulai berubah.Aku mulai fokus dengan sekolahku, dan aku membiarkan cemoohan mereka menggelantung di telingaku.

Di semester pertama aku berhasil masuk tiga besar di kelasku. Apakah mereka berhenti mencemoohku? Tidak, bahkan badai terus-menerus menyerang, bahkan ada guru yang meragukanku. Tapi aku sangat bersyukur Ibuku ada disampingku. Aku terus berprestasi hingga kelulusanku. Aku berdiri di sebuah panggung di mana hanya anak-anak yang berprestasi yang bisa berdiri di sana dan mendapatkan penghargaan.

Yang pertama aku lihat dari atas panggung adalah ibuku. Dia tersenyum bangga padaku, dan aku tersenyum berterimakasih padanya. Tiba saatnya pendaftaran kuliah, sulit memang karena aku tidak berhasil masuk jalur undangan. Ketika aku mengikuti tes masuk perguruan tinggi dan berkali-kali gagal, ibuku lah yang pertama membelaku dan menyemangatiku. Ketika semua temanku sudah lolos dan aku belum, dia lah yang menguatkan aku dan percaya padaku bahwa aku bisa. Hingga pada akhirnya aku diterima di universitas negeri dengan jurusan yang keren pula.

Ibuku bangga padaku. Bukan karena aku diterima di universitas bergengsi tapi karena melihatku tidak pantang menyerah dalam berusaha. Hal tersebut juga berlanjut hingga kelulusanku. Aku berhasil mendapatkan predikat cumlaudedengan lulus dalam kurun 3 tahun 5 bulan. Dan aku berhasil masuk jalur undangan program pascasarjana sebelum upacara kelulusan.

Tiba saatnya ketika ibuku tertimpa musibah. Ibuku mengidap penyakit yang sudah parah dan hampir komplikasi. Sebelumnya ibuku tidak tahu dengan penyakitnya. Dan aku sadar kini tibalah aku yang membalas semua pengabdiannya padaku. Aku mengurusnya sebisaku, aku merawatnya dengan baik.

Hal menyedihkan adalah ketika melihat dia menangis karena menahan sakit. Siapa yang kuat melihat ibunya menangis? Aku harus menyembunyikan air mataku di balik punggungnya. Aku terus berusaha mendapatkan keringanan biaya operasi, kesana kemari mencari berkas-berkas untuk mengajukan ketidakmampuan. Dan aku sempat ditolak beberapa rumah sakit. Untungnya ada rumah sakit yang bersedia mengobati ibuku.

Setiap malam aku menangis melihat wajah pucat ibuku. Aku rela melakukan apapun demi bisa menyembuhkan ibuku. Hingga tiba saatnya ibuku berjuang di ruang operasi. Aku menunggu selama 4 jam lebih. Setelah keluar dari ruang operasi, aku melihat ibuku belum sadarkan diri. Anehnya aku sangat ingin menangis saat itu, bahkan aku tidak ingin melihatnya.

Aku memutuskan untuk berkeliling rumah sakit agar orang lain tidak tahu kalau aku menangis. Belum pernah aku merasakan dadaku sesesak itu. Aku terus berkeliling rumah sakit sambil menahan air mata hingga aku siap melihat ibuku yang terbaring lemah di tempat tidur. Pasca operasi, aku terus merawat ibuku dengan baik.

Aku berjanji kepadanya bahwa aku akan menjadi orang sukses, aku akan menggaungkan namanya ketika suatu saat nanti aku mendapatkan kesuksesanku di depan semua orang. Dan aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena Dia telah mengirimkan malaikat padaku.

Dia lah Ibuku yang sangat aku cintai. Inilah kisah cinta yang aku dedikasikan kepada Ibuku sang malaikat pelindungku.

(vem/nda)