Semenjak berdiri di tahun 2015, SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion) telah mengusung jargon; do not divorce, or be good single parents. Sebuah pernyataan yang didasari dan bermuatan rasa keprihatinan akan jumlah single parents, terutama yang diakibatkan oleh perceraian, yang semakin hari semakin meningkat jumlahnya di seluruh penjuru negeri, baik di penjuru kota maupun di pelosok desa.
Selain itu secara tersirat, jargon ini juga menyampaikan kepada semua pihak, yang telah memilih perceraian sebagai akhir dari perkawinannya, untuk tetap menjadi orang tua yang baik bagi anak–anak mereka. Lalu bagaimanakah orang tua yang baik bagi anak–anak, apalagi jika perceraian telah terjadi antara sepasang orang tua dan memunculkan para single parentsyang harus tetap bertanggung jawab atas kehidupan anak–anak mereka selanjutnya?
Jika mendasarkan pada kriteria–kriteria atau pemahaman, yang selama ini ada tentang sosok orang tua yang baik, para single parents tentulah telah memiliki disadvantages atau ‘cacat’ atau ‘kekurangan’ mereka sendiri. Karena dengan perceraian yang telah mereka lakukan, maka sebentuk ‘kegagalan’ telah dicatatkan dalam lembar sejarah mereka sebagai manusia dan sekaligus sebagai orang tua bagi anak–anak mereka. Penilaian tentang ‘kegagalan’ ini, bukan saja berasal dari orang–orang lain di sekitar, namun juga dari anak–anak mereka sendiri yang juga telah turut menjadi ‘korban kegagalan’ keduanya dalam membina rumah tangga dan mempertahankan perkawinan mereka.
Kesedihan, kekecewaan dan bahkan kemarahan adalah perasaan–perasaan yang biasanya dimiliki oleh para anak–anak broken home ini dalam menyikapi ‘kegagalan’ orang tua mereka. Perasaan yang tidak semerta–merta bisa mereka lampiaskan kepada kedua orang tuanya, namun justru cenderung lebih sering dipendam dan disimpan rapat–rapat oleh mereka dari keduanya. Sampai suatu saat meledak karena tak mampu lagi untuk menahan desakan kecamuk perasaan di dalam diri yang tak terlampiaskan dalam kurun waktu yang lama. Lalu bagaimana dengan makna dari harapan yang terkandung dalam jargon “or be good single parents” yang selama ini diusung sebagai benih ‘semangat’ berkomunitas dalam SPINMOTION? Sebuah komunitas yang beranggotakan para single parents dengan beragam latar belakang mereka masing–masing?
Penjelasannya sederhana saja, dan jika diperbolehkan mengawalinya dengan mengutip salah satu kalimat bijak tentang deskripsi menjadi orang tua yang baik, maka;
“The sign of great parenting is not the child’s behavior. The sign of truly great parenting is the parent’s behavior.” – Andy Smithson –
Hal ini bisa ditafsirkan bahwa untuk mengasuh dan mendidik anak–anak, serta menjadikan mereka anak–anak yang baik di dalam keluarga, yang dibutuhkan di awal adalah keteladanan dari para orang tua mereka. Termasuk dari para single parents kepada anak–anak mereka. Baik para single parents yang ditinggal wafat oleh pasangan mereka atau mereka yang menjadi single parentskarena perceraian. Terlebih jika mengingat bahwa perceraian itu sendiri telah dianggap sebagai sebentuk ‘aib’ yang tidak patut untuk ditiru oleh anak–anak di kemudian hari di saat mereka dewasa dan menjalani hidup rumah tangga mereka.
Perilaku yang didasari budi pekerti yang tinggi dari para orang tua, adalah faktor terpenting dalam mempengaruhi perkembangan pola pikir sekaligus mengasah nurani anak–anak, serta metode untuk menjadikan mereka sebagai individu–individu yang berkualitas, baik jasmani terutama rohani. Konsistensi adalah langkah selanjutnya, di mana orang tua hendaknya menanamkan prinsip–prinsip hidup yang dengan disiplin dan secara berkesinambungan terus diimplementasikan dan dijaga keberlangsungannya.
Mustahil kiranya jika orang tua meminta anak–anak untuk berperilaku sesuai yang dikehendaki, namun orang tua justru tak konsisten dalam menjalankannya sendiri. Hal ini akan menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada diri anak–anak, memunculkan sifat plin–plan serta oportunis sekaligus menjadi pribadi yang tak memiliki serta memegang kuat prinsip dan norma kebaikan di dalam hidupnya.
Dalam kasus para single parents yang masih berkomitmen untuk membesarkan anak–anak mereka secara bersama–sama dengan mantan pasangan masing–masing, perlu adanya langkah-langkah kerja sama dan kesamaan visi dalam mengasuh dan mendidik anak–anak mereka. Coparenting yang dilakukan bersama–sama, hendaknya mengacu pada kepentingan anak–anak dibandingkan pada upaya menempatkan ego dan kepentingan pribadi di atas hal yang lainnya.
Ironisnya, banyak pihak merasa bahwa tugasnya sebagai orang tua telah berhenti di saat perceraian terjadi dan di saat hak asuh di’menang’kan oleh pihak lainnya. Seolah setelah itu, kewajibannya untuk membesarkan, mengasuh dan mendidik anak–anak mereka telah usai. Ini adalah sebentuk kekeliruan sikap yang kemudian memunculkan problem pengasuhan anak di kemudian hari. Sekalipun bercerai, sepasang orang tua tetaplah masing–masing memiliki tugas dan kewajiban yang harus diembannya. Hal ini mutlak dan tak bisa disangkal dengan dalih atau alasan apapun. Apalagi jika memandang bahwa setiap anak bagi orang tua adalah ‘titipan’ dari Tuhan Sang Maha Pencipta, maka berarti bahwa pertanggungjawabannya atas titipan ini juga sampai nanti di hadapan Tuhan Yang Maha Berkuasa dan Maha Mengadili seluruh umat manusia.
Akhirnya, jika dipertanyakan kembali, bagaimanakah ‘good single parents’ yang dimaksudkan dalam jargon SPINMOTION sejak komunitas ini didirikan? Maka jawaban paling logisnya adalah; “Berpalinglah dan tanyakan kepada anak–anak masing–masing, yang sejatinya paling memiliki hak untuk mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang terbaik dari para orang tua mereka yang baik. Termasuk para orang tua yang harus menjadi single parents, karena suatu sebab dan alasan yang tak terelakkan.”
So…do not divorce, or be good single parents!
(vem/feb)