5 Mitos Larangan Pernikahan Berdasarkan Adat Jawa, Percaya Nggak Sih?

Fimela diperbarui 19 Feb 2018, 12:30 WIB

Menikah merupakan impian dari hampir semua orang. Pernikahan dengan orang tercinta, atas restu orang tua dan semesta setidaknya akan membuat seseorang merasa begitu bahagia dan bersyukur. Tapi sayangnya, tidak semua orang bisa menikah dengan orang tercinta dengan hati bahagia dan berbunga-bunga.

Beberapa orang harus tabah karena harus menelan kekecewaan atas gagalnya pernikahannya dengan orang tercinta. Gagalnya pernikahan yang terjadi karena larangan-larangan yang ada mulai dari larangan orang tua hingga larangan adat yang menjadi kepercayaannya serta keluarga besarnya. Di Jawa sendiri, ada beberapa larangan pernikahan yang berdasarkan adat dan masih banyak dipercaya hingga saat ini.

Larangan pernikahan berdasarkan adat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

Menikah di Bulan Syuro (Muharram)
Bagi masyarakat Jawa, menikah di bulan Syuro atau Muharram harus dihindari. Bulan ini dipercaya sebagai bulan keramat sehingga jangan sampai untuk menggelar hajatan apalagi pernikahan di bulan ini. Jika larangan ini dilanggar, masyarakat percaya akan datang malapetaka atau musibah bagi pasangan yang menggelar pernikahan serta kedua keluarga besar mereka.

Posisi Rumah Berhadapan
Di beberapa daerah terutama di Jawa Timur, posisi rumah calon mempelai yang saling berhadapan dilarang untuk menikah. Jika kedua calon mempelai tetap menikah, dikhawatirkan akan datang berbagai masalah di kehidupan rumah tangga mereka. Kalau memang keduanya tetap ingin menikah, solusinya adalah salah satu rumah calon mempelai direnovasi hingga posisinya tidak lagi berhadapan. Atau, salah satu calon mempelai dibuang dari keluarganya dan diangkat oleh kerabat mereka yang posisi rumahnya tidak berhadapan dengan calon mempelai lainnya.



Pernikahan Jilu/Lusan (Siji karo Telu/Katelu dan Sepisan)
Sebagian besar masyarakat Jawa menilai bahwa pernikahan Jilu atau Siji karo Telu yakni pernikahan anak nomor satu dan anak nomor tiga sebaiknya dihindari. Beberapa masyarakat percaya jika pernikahan ini akan mendatangkan banyak cobaan dan masalah di dalamnya jika tetap dilangsungkan. Perbedaan karakter yang terlalu jauh dari anak nomor 1 dan anak nomor 3 juga menjadi pertimbangan penuh kenapa pernikahan ini sebaiknya dihindari.

Pernikahan Siji Jejer Telu (Pernikahan Satu Berjejer Tiga)
Jika pernikahan Jilu adalah pernikahan anak nomor 1 dan anak nomor 3, yang dimaksud pernikahan siji jejer telu adalah ketika kedua calon mempelai sama-sama anak nomor 1 dan salah satu orang tua mereka juga anak nomor 1 di keluarganya. Jika pernikahan ini tetap dilangsungkan, sebagian masyarakat percaya bahwa pernikahan ini akan mendatangkan sial dan malapetaka.

Weton Jodoh
Ketika hendak melangsungkan pernikahan, di masyarakat Jawa akan ada yang namanya perhitungan weton jodoh atau kecocokan pasangan. Akan ada beberapa weton yang nantinya tidak bisa cocok atau berjodoh. Karena ketidakcocokan ini, beberapa masyarakat percaya jika pernikahan tersebut sebaiknya tidak dilangsungkan atau dibatalkan saja.

Itulah beberapa larangan pernikahan di Jawa berdasarkan adat. Selain larangan di atas, masih ada larangan lain seperti larangan pernikahan ngalor ngulon (rumah mempelai arahnya ke utara dan ke barat), larangan pernikahan untuk anak dari keluarga yang baru saja memiliki acara menikahkan untuk pertama kali dengan anak dari keluarga yang sudah memiliki acara menikahkan anaknya untuk ke tiga kalinya hingga larangan pernikahan dua mempelai yang rumahnya menyeberang sungai tertentu.

Meski ada beberapa larangan pernikahan di adat Jawa, selama diniati dengan niat tulus ikhlas dan mempercayakan semuanya pada Tuhan semata, pernikahan tersebut akan baik-baik saja.



(vem/mim)