Shannon Schmoll, Michigan State University
Pada 31 Januari 2018 malam, masyarakat Indonesia dapat menikmati empat fenomena alam sekaligus: bulan purnama, gerhana bulan total, bulan biru dan supermoon.
Berikut empat hal yang perlu diketahui mengenai fenomena langka itu:
1. Penyebab Bulan terlihat penuh
Sebagaimana Bumi, separuh permukaan Bulan diterangi oleh Matahari pada suatu waktu. Karena Bulan mengorbit Bumi, maka kita tidak selalu dapat melihat seluruh sisi yang diterangi mentari.
Ketika seluruh sisi Bulan yang diterangi dapat terlihat, itulah bulan purnama, yang terjadi tiap 29,5 hari ketika Bulan berhadapan langsung dengan Matahari relatif ke Bumi. Tanggal 31 Januari akan menjadi bulan purnama berikutnya dalam siklus Bulan.
2. Pengertian gerhana bulan
Orbit Bulan miring sekitar 5 derajat relatif dari orbit Bumi. Jadi, Bulan kerap berada sedikit di atas atau di bawah jalur orbit Bumi terhadap Matahari. Namun dua kali dalam satu siklus, Bulan melintasi orbit kita.
Bila perlintasan itu sejalan dengan bulan purnama, maka bulan akan masuk ke bayang-bayang Bumi, menghasilkan gerhana bulan total. Karena Bulan perlu berada di balik Bumi, relatif terhadap Matahari, gerhana bulan hanya bisa terjadi saat bulan purnama.
Untuk menyaksikan gerhana, kita perlu berada di bagian Bumi yang mengalami malam; gerhana ini utamanya akan terlihat di Asia, Australia, Amerika Utara dan Pasifik.
Di Amerika Utara, gerhana bulan selanjutnya akan terlihat pada 21 Januari 2019.
3. Bulan biru yang terlihat merah
Ketika gerhana terjadi, Bulan tampak menggelap seiring bergerak ke dalam bayang-bayang Bumi yang disebut umbra. Saat bulan berada dalam bayangan, ia tidak sepenuhnya menjadi gelap; alih-alih ia tampak merah akibat proses yang disebut hamburan Rayleigh.
Molekul-molekul gas di atmosfer Bumi menyebarkan gelombang cahaya biru dari Matahari, sedangkan gelombang cahaya yang lebih merah langsung melewatinya.
Inilah mengapa kita memiliki langit biru serta Matahari terbit dan terbenam yang merah. Ketika Matahari berada tinggi di langit, cahaya merah langsung menerobos ke tanah, sedangkan cahaya biru disebarkan ke berbagai arah, membuatnya lebih mungkin tertangkap mata ketika kita melihat sekeliling.
Saat Matahari terbenam, sudut Matahari lebih rendah di langit dan cahaya merah pun melintas langsung ke dalam mata kita, sedangkan cahaya biru tersebar menjauhi garis penglihatan.
Dalam kasus gerhana bulan, cahaya Matahari yang mengelilingi Bumi melewati atmosfer kita dan dibiaskan ke Bulan. Cahaya biru disaring keluar, sehingga Bulan terlihat kemerahan selama gerhana.
Di atas semua itu, bulan purnama pada 31 Januari juga dianggap sebagai bulan biru. Apakah itu?
Ada dua definisi soal bulan biru. Yang pertama adalah ketika ada bulan purnama kedua dalam satu bulan. Karena ada 29,5 hari di antara dua bulan purnama, biasanya kita hanya meiliki satu purnama per bulan.
Tetapi satu bulan biasanya berlangsung lebih lama dari 29,5 hari, sehingga kadang terjadi dua gerhana dalam satu bulan. Kita sudah mengalami satu purnama pada tanggal 1 Januari, dan yang kedua akan terjadi pada 31 Januari, menjadikannya bulan biru.
Dengan definisi ini, maka bulan biru berikutnya terjadi pada Maret, sementara Februari tidak ada bulan purnama.
Definisi bulan biru yang kedua adalah bulan ketiga dalam satu musim di mana terdapat empat bulan, yang terjadi tiap 2,7 tahun. Kita hanya akan punya tiga pada musim dingin ini, jadi bulan purnama 31 Januari bukanlah bulan biru menurut definisi ini. Para penikmat bintang harus menunggu sampai 18 Mei 2019 untuk definisi bulan biru asli yang lebih tua ini.
4. Supermoon yang super besar
Yang membuat tambah istimewa, gerhana bulan ini juga akan menjadi supermoon.
Orbit bulan tidak bulat sempurna, yang berarti jaraknya dari Bumi berbeda saat ia menjalani satu siklus. Titik terdekat di orbitnya disebut apsis. Bulan purnama yang terjadi dekat apsis disebut supermoon oleh beberapa orang.
Ini terjadi pada bulan purnama kita sebelumnya bulan ini pada 1 Januari, dan akan terjadi lagi pada 31 Januari.
Karena jaraknya mendekat, Bulan tampak sedikit lebih besar dan lebih terang. Umumnya, perbedaan purnama biasa dengan supermoon sulit dikenali kecuali bila kita melihat dua gambar yang bersisian.
Ada tradisi lama dalam memberikan bulan nama-nama yang berbeda. Untuk bulan biru yang terlihat kemerahan, lebih besar dan lebih terang, mungkin seharusnya bulan purnama berikutnya kita namakan bulan ungu super.
Bulannya sendiri tidak akan terlihat benar-benar ungu (atau memakai jubah seperti Superman), tetapi 31 Januari adalah waktu yang tepat untuk menatap ke atas dan menikmati langit malam.
Shannon Schmoll, Director, Abrams Planetarium, Department of Physics and Astronomy, Michigan State University
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
(vem/kee)