Andai Saja Ibu Masih Ada untuk Mendampingi Kehamilan Pertamaku

Fimela diperbarui 27 Jan 2018, 14:30 WIB

Apa resolusimu tahun ini? Apakah seperti resolusi sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba New Year New Me ini?

***

Sebuah kesempurnaan dalam hidup seorang wanita selain dapat menikah dengan pria yang dicintainya adalah mengetahui bahwa dirinya akan menjadi seorang ibu. Setelah empat bulan pernikahan, apalagi yang dinanti selain hadirnya sang buah hati? Rasanya sempurna jika bisa membahagiakan suami tercinta dengan memberikan keturunan untuknya. Sebuah kebahagiaan tak terkira bagi diriku yang juga seorang wanita bahwa di dalam rahimku ini telah tertanam seorang janin yang kelak akan mengisi hari-hari kami hingga tua nanti.

Rindu memang, selama empat bulan penantian dengan perasaan tak menentu. Apalagi keadaan kami yang memang hanya berdua saja di rumah, dan jauh dari keluarga, serta aku yang lebih sering sendiri di rumah karena suamiku yang sedang sibuk menjalankan penelitiannya di luar kota. Hal itu semakin membuatku merasa kesepian, dan mulai merindukan hadirnya sosok malaikat kecil di rumah ini.

Dua bulan awal pernikahan kami memang tidak terlalu menjadi persoalan bagiku. Namun setelah memasuki bulan ke tiga, hatiku mulai was-was. Hampir di setiap sujud, doa, sering ku lantunkan keinginanku ini pada Yang Maha Kuasa. Terlebih di bulan keempat aku lebih sering berdoa sambil menangis, meminta agar aku bisa memiliki keturunan, hingga di awal tahun 2018 aku dinyatakan positif hamil.

“Selamat ya Vir, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ibu."
“Semoga ibu dan calon debay sehat selalu ya, dilancarkan hingga persalinan."
Beberapa pesan masuk via whatsapp memberikan ucapan selamat perihal kehamilanku.
“Makannya dijaga ya Vir, jangan terlalu capek, rajin makan sayur, minum susu, buah-buahan,” kata bibi saat kami berbicara di telepon.
“Iya bi, Vira pasti akan lebih menjaga pola makan,” jawabku.
“Seandainya Ibumu masih ada, pasti dia akan senang sekali mendengar kabar ini Vir," kudengar isak tangis bibi di seberang sana.
“Ya, tentu saja bi,” jawabku lirih.

Setelah kepergian Ibu dua tahun yang lalu, bibi lah wanita yang paling berperan penting dalam hidupku. Beliau lah yang selalu memberikan perhatian lebih padaku. Beliau sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.



Di kehamilan pertamaku, jauh dari keluarga, jauh dari tanah kelahiran, menuntutku untuk semakin kuat menjalani kehidupan. Pasti akan banyak sekali suka duka di masa-masa kehamilanku ini. Terkadang aku iri pada mereka yang masih memiliki seorang ibu, terutama saat mengandung seperti ini. Ada yang mengingatkan untuk ini dan itu, ada yang membuatkan sup hangat, ada yang memberi wejangan tentang kehamilan, ada doa yang tentunya takkan putus. Hingga aku merasa mengapa Ibu harus pergi secepat ini? Padahal aku masih membutuhkan banyak masukan darinya, tentang bagaimana mengurus rumah tangga, mendidik anak, dan masih banyak hal yang belum aku mengerti tentang kehidupan menjadi seorang istri sekaligus Ibu.

Kau tahu diriku yang masih awam ini? Untuk yang pertama kalinya tak didatangi tamu bulanan, berikut dengan rasa mual, sakit kepala, yang muncul tiba-tiba. Menerka, mencari tahu lewat artikel-artikel yang beredar di internet, bertanya-tanya, ”Apakah aku hamil?”

Kemudian dengan penuh rasa penasaran, ditambah tubuhku yang gemetar saat pertama kalinya membeli sebuah alat yang disebut testpack. Lalu kebingungan membaca petunjuk tentang bagaimana menggunakan alat tersebut. Betapa gemetar dan menggigil tubuhku saat tahu bahwa dua garis merah di alat tersebut adalah pertanda positif, artinya di dalam rahimku ini telah tertanam buah cinta kasih pernikahan kami. Rasa gemetar karena bahagia yang luar biasa. Kebahagiaan itu semakin lengkap setelah memeriksakan diri ke dokter anak, dan dinyatakan aku memang tengah positif hamil empat minggu.

Kemudian dengan lugunya, suamiku bertanya, ”Nanti dedeknya mulai kelihatan setelah berapa bulan?” Pertanyaan yang lugu sekali menurutku.



Aku sangat bersyukur, Allah telah memberikanku kado terindah di tahun 2018 ini. Doa-doa yang mengalir di dalam sujudku akhirnya telah terjawab. Sungguh suatu hal yang tak pernah aku bayangkan, bahwa aku akan menjadi seorang ibu. Meski terkadang rasa perih itu hadir saat rindu itu menghampiri. Rindu akan sosok wanita yang aku inginkan dapat hadir menemaniku. Sosok wanita hebat yang pernah singgah di hidupku. Sosok wanita yang mengajariku untuk selalu kuat menjalani kehidupan, mandiri, dan tak pernah mengeluh.

Harapanku di tahun 2018 ini, jika kelak anakku lahir ke dunia ini, aku ingin mendidiknya penuh cinta kasih, seperti Ibuku. Aku ingin menjadi sosok ibu sepertinya. Meski hari-hari ke depan yang akan kulalui mungkin takkan mudah, tapi aku harus percaya bahwa aku bisa.

Ibu, sungguh andai engkau masih ada di dunia ini, kau lah orang pertama yang akan mendengar kabar bahagia ini setelah suamiku. Lalu aku membayangkan bagaimana di pipimu akan mengalir air mata bahagia ini. Ibu, meski kini aku jauh dari pusaramu, apalagi berharap dapat memeluk ragamu, namun aku berjanji akan berusaha menjadi istri terbaik untuk suamiku, dan ibu terbaik bagi anak-anakku. Ibu, kau lah sosok terhebat yang pernah aku miliki di hidupku, sosok malaikat yang pernah Allah hadirkan dalam hidupku. Terima kasih Ibu, aku percaya kau pun tersenyum untukku dalam keabadianmu.

(vem/nda)