Faktanya Setiap 1 Jam, 1-2 Perempuan Meninggal karena Kanker Serviks

Fimela diperbarui 22 Jan 2018, 17:00 WIB

Kanker merupakan penyakit yang menakutkan bagi banyak masyarakat. Bukan hanya saja mematikan, namun mahalnya pengobatan pun menjadi momok yang menakutkan. Salah satu kanker yang banyak ditakuti dan menjadi ancaman wanita adalah kanker serviks.

Salah satu pencegahannya memang menggunakan Skrining atau deteksi dini kanker serviks dengan tes pap smear dan IVA. Sayangnya, cara ini tidak dapat mencegah kanker serviks. Apalagi saat ini cakupan deteksi dini kanker serviks baru 11%, yaitu 4% dengan IVA dan 9% dengan pap smear. Jadi jika mengandalkan dua tes tersebut, sulit untuk menurunkan insiden kanker serviks.

Satu-satunya cara mencegah kanker servisk adalah dengan vaksin. Vaksinasi HPV untuk mencegah kanker serviks belum menjadi program nasional.

“Baru sebagian kecil wilayah yang sudah melakukan yaitu Jakarta, Yogjakarta, dan Surabaya,” ujar Prof. dr. Andrijono SpOG(K), Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), saat ditemui dalam acara “Upaya Mendorong Program Nasional Vaksin HPV Untuk Cegah Kanker Serviks’, di Gondongdia, Jakarta.

Menurut dr. Anditijoni, Data di RSCM/FKUI menunjukkan untuk setiap 1000perempuan yang menjalani skrining kanker serviks, 1,3 pasien positif kanker serviks. Jika dipelruas ke seluruh Indonesia, dengan melihat komposisi jumlah penduduk perempuan, maka diperkirakan ada 70.000 penderita kanker serviks di Indonesia. Problem klasik di Indonesia, kanker serviks kebanyakan terdeteksi di stadium lanjut di mana 94% akan meninggal dalam 2 tahun.

“Setiap 1 jam, 1-2 perempuan meninggal karena kanker serviks. Selain proresivitas penyakit, daftar tunggu utuk pengobatan yang sangat panjang, terutama di daerah, juga meningkatkan angka kematian,” ujarnya.

Inilah mengapa Komisi IX sangat aktif mendorong agar vaksin HPV dijadikan program nasional. Irma Chaniago, Anggota Komisi IX DPR-RI menjelaskan tahun 2015, Komisi IX mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Kesehatan, sudah mengusulkan perlunya vaksin HPV menjadi program nasional di mana semua fraksi setuju.

“Biaya untuk program nasional tidak sebanding dengan dampak penyakit. Komisi IX melihat program kesehatan dari Kemenkes tidak ada perubahan dari tahun ke tahun. Perlu dibuat terobosan-terobosan program, antara lain memulai program vaksinasi HPV,” tuturnya saat ditemui di acara yang sama.

Pilot project yang sudah dilakukan di 3 kota yaitu Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya perlu diperluas ke wilayah lain. Setelah tahun 2019 diharapkan vaksin HPV sudah menjadi program nasional.

(vem/asp/apl)